email : [email protected]

29.1 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Peringati Hari Pers Nasional, Fadli Zon Sebut Oligarki dalam Industri Media Turunkan Kualitas Demokrasi

Populer

Jakarta, Oerban.com – Anggota DPR RI Fadli Zon mengatakan, akhir Orde Baru memang telah menciptakan keterbukaan dan kebebasan pers dalam hampir seperempat abad terakhir. Namun, menurut sejumlah riset, kebebasan itu lebih banyak dinikmati para oligarki ketimbang dinikmati publik.

Fadli menjelaskan, menurut riset Merlyna Lim (2012), industri media massa di Indonesia dikuasai 13 grup saja. Dari jumlah tersebut menurut Ross Tapsell, dalam bukunya “Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution”, tahun 2017 jumlahnya telah menyusut jadi tinggal delapan.

Regulasi yang berlaku di Indonesia sesudah Reformasi, menurut Tapsell, telah gagal membatasi konsentrasi kepemilikan media.

“Di Hari Pers Nasional ini, isu tentang oligarki dalam industri media ini perlu diangkat. Selama ini diskusi tentang oligarki di negeri kita hanya dihubungkan dengan institusi politik saja, seolah-olah gejala tersebut tak terjadi di tempat lain,” ucap mantan Wakil Ketua DPR RI itu melalui akun twitter pribadi, Rabu (8/2/2022).

Fadli mengatakan, praktik oligarki dalam industri media bukan hanya telah mempengaruhi kualitas jurnalisme, tapi juga kualitas demokrasi di Indonesia.

Ia menjelaskan, dengan kekuatan kapital yang dimiliki, oligarki dalam industri media telah menciptakan ekosistem media massa yang oligopolistik. Mereka bisa memperalat media untuk kepentingan politik para pemiliknya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra itu mengatakan, Praktik oligarki ini, baik dalam partai politik maupun industri media, merupakan penjelasan utama kosongnya oposisi dalam sistem demokrasi Indonesia. Tanpa kehadiran oposisi, sistem demokrasi Indonesia pada dasarnya hanya menjadi pelembaga status quo.

“Memang, isu oligarki dalam industri media bukanlah masalah khas Indonesia. Dunia secara global juga menghadapi persoalan serupa. Di Amerika, misalnya, industri media juga didominasi oligarki,” ujar Fadli.

Baca juga  Tim Cagub RH Bungkam Terkait Dilaporkannya RH ke Polda Jambi

Sekitar 90 persen industri media di sana, tambah dia, dikuasai enam perusahaan saja, yaitu Comcast, Disney, Time Warner, Fox, CBS dan Viacom.

Meski begitu, untungnya perkembangan teknologi kemudian telah membuka saluran informasi baru, yaitu media sosial. Sehingga, media-media mainstream yang dimiliki oligarki telah mendapat tantangan serius.

Sebagai catatan, Fadli mengungkapkan Indonesia kini menempati urutan keempat secara global dalam konsumsi media sosial dengan 199 juta pengguna. Pada 2025, angka tersebut diproyeksikan akan mencapai 256 juta, yang menempatkan Indonesia di posisi ketiga setelah Cina dan India.

“Secara berurutan, media sosial yang paling banyak diakses di Indonesia adalah Whatsapp, Instagram, Youtube, Facebook dan Tiktok,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fadli membeberkan jika menurut data, 57 persen orang Indonesia sekarang mengakses Youtube setiap hari, 4 persen lebih tinggi dari jumlah yang menonton televisi. Artinya, konsumsi media sosial kini telah melampaui konsumsi media konvensional.

Persoalannya, kata dia, adalah penurunan konsumsi pada media-media arus utama tadi belum diikuti oleh pertumbuhan media alternatif yang lebih kredibel. Sehingga akibatnya, banyak orang yang kemampuan literasinya minim kemudian jadi terjebak mengkonsumsi informasi yg bersifat hoax.

Maka di Hari Pers Nasional ini, Fadli Zon menyarankan agar para jurnalis mengangkat isu oligarki dalam industri media sebagai topik bahasan, sebab ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi bukan hanya bisa datang dari penguasa, tetapi juga dari oligarki yang menguasai media massa.

“Kita sangat merindukan pers yang menjadi perawat demokrasi, penjaga suara rakyat dan penyuluh kebenaran,” tutupnya.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru