Jakarta, Oerban.com – Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto meminta Pemerintah lebih cermat dan berhati-hati dalam melaksanakan program pembangunan infrastruktur nasional.
Pemerintah harus lebih selektif menyusun skala prioritas pembangunan infrastruktur. Proyek yang belum layak sebaiknya jangan digrasa-grusu dieksekusi.
“Bila memang tidak layak jangan dipaksakan. Khawatir mangkrak, anggaran membengkak atau proyek merugi. Alih-alih ingin untung, yang ada malah buntung. Akhirnya uang negara habis tersedot. Utang pun melonjak. Ujung-ujungnya rakyat yang harus menanggung beban pembayarannya melalui pajak,” tegas Mulyanto dalam keterangan tertulis, Selasa (12/10/2021).
Terkait rencana Pemerintah menyertakan APBN dalam pembangunan proyek kereta cepat, Mulyanto minta agar Pemerintah tidak gegabah. Pemerintah terlebih dahulu harus melakukan evaluasi menyeluruh program infrastruktur tersebut. Apalagi untuk proyek yang mengalami pembengkakan biaya.
“Hal ini penting agar diketahui pangkal masalahnya. Jangan-jangan ada korupsi. Karenanya jangan buru-buru ditutup dengan dana APBN,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, APBN adalah uang rakyat. Sumber daya langka. Jadi penggunaannya selektif untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan untuk menambal kekurangan modal proyek para pengusaha.
Politisi senior PKS itu mendukung bila DPR berniat membentuk panitia khusus (pansus) terkait infrastruktur ini. Menurutnya, DPR perlu membentuk pansus untuk mendalami kasus-kasus terkait infrastruktur di atas, dalam rangka mencari penyebab mendasarnya untuk kemudian diusulkan rekomendasi perbaikan.
Diberitakan Presiden Joko Widodo menyetujui penggunaan APBN untuk menutupi pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan Presiden menunjuk Luhut Binsar Panjaitan untuk mengawal pelaksanaan pembangunan kereta cepat itu.
Padahal sebelumnya dikatakan proyek kereta cepat itu merupakan program swasta yang tidak boleh menggunakan APBN.
Selain itu, pekan lalu dikabarkan BUMN Waskita Karya telah menjual tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 2,4 triliun. Padahal biaya pembangunan tol ruas Cibitung-Cilincing itu membengkak hingga Rp. 10,8 triliun. Beberapa pengamat memperkirakan aksi jual rugi ini akan terjadi lagi di proyek infrastruktur lainnya.
Diketahui BUMN karya-karya ini memiliki utang yang cukup besar. Adhi Karya mencapai Rp 34,9 triliun, Waskita Karya Rp 91,76 triliun, PTPP Rp 39,7 triliun, dan Wijaya Karya Rp 45,2 triliun.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini