Oleh : Khori Esa Mahendra *
Dalam sistem kenegaraan indonesia, negara mempunyai pilar-pilar penting didalam melihat, menimbang, memperhatikan, memutuskan dan menetapkan suatu konstituen didalam sebuah kebijakan, baik itu politik, ekonomi, sosial, hukum ataupun pendidikan. Pilar-pilar didalam pembuatan kebijakan tentunya ini mengacu pada pancasila, bhineka tunggal ika, UUD 1945, NKRI.
Empat pilar yang dimaksud ialah bagaimana kita paham dengan pancasila, paham dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, paham dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan paham terhadap Bhinneka Tunggal Ika, empat pilar ini adalah satu kesatuan dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan bersatu. Jadi didalam sistem pelaksanaan kenegaraan harus berkiblat pada 4 pilar tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya dalam tempo akhir-akhir ini justru dimanipulasi dengan instrumen percobaan pengindustrialisasi dan kapitalisasi terhadap pelayanan rakyat oleh sebagian dari lembaga negara, kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi sebagai contohnya.
Padahal sebetulnya negara di beban tugaskan dalam sistem demokrasi sebagai fasilitator/pelayan bagi kepentingan rakyat yang kita tau bahwa ide demokrasi memiliki pengertian dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi justru kemudian menjadi lahan basah bagi ide industrialisasi para kapitalis.
Dalam Amanah Pembukaan Undang-undang dasar 1945 pada alinea ke 4 sudah jelas menjelaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang artinya memberikan pelayanan, memfasilitasi kebutuhan pendidikan bagi rakyat, bagi anak-anak bangsa. Tapi ini justru diputar balikkan untuk kebutuhan perut dunia industri dan dompet kapitalis.
Beberapa waktu yang lalu, kemendikbud ristek memberlakukan sistem kebijakan baru pada dunia pendidikan dasar maupun tinggi, dengan platformnya merdeka belajar/kampus merdeka.
Pada merdeka belajar saya justru sangat mengapresiasi kebijakan baru ini, karena ini pada dasarnya menjadi peta jalan baru bagi kemajuan mindset pendidikan di Indonesia hari ini, yang kita tau bahwa sistem orientasi prestasi pendidikan itu terfokus pada 4 bidang diantaranya matematika, mipa, ips dan bahasa. Sehingga tamatan SD, SMP, SMA itu disama ratakan, mindset masyarakat kita terfokus pada bahwa yang cerdas itu nilai matematikanya yang bagus, pengetahuan mipanya tinggi, bahasanya banyak dan pada akhirnya anak-anak yang punya keahlian, keterampilan dan pengetahuan lain mengalami ketersingkiran didalam sistem sosial bangsa saat ini.
Sebaliknya pada kebijakan yang lain seperti kampus merdeka pada akhirnya ini akan menjadi bom waktu bagi perjalanan pendidikan bangsa kita kedepan, karena kebijakan kampus merdeka, justru menimbulkan stagnasi budaya intelektual anak bangsa hari ini. Yang terfokus pada materil, sehingga pandangannya fokus pada money is the solution.
Kita berkutat pada kebutuhan industri, kebutuhan para kapitalis tingkat tinggi, yang mengambil keuntungan disini. Anak bangsa kita tidak lagi berpikir lebih maju kedepan, malah justru mundur kebelakang menjadi regenerasi dari londo ireng pada masa kolonialisasi penjajahan di masa pra kemerdekaan.
Pendidikan dijadikan ladang bisnis bagi birokrat yang terlibat didalam sana. Pendidikan tidak lagi mengajarkan seperti apa yang disampaikan tan malaka dahulu, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan.
Guna pendidikan sebagai jalan bagi pendalaman kapasitas keilmuan berperilaku sebagai seseorang yang punya profesionalisme yang matang, melatih kreativitas dan inovasi dalam bidang apapun, memantapkan kepribadian, akhlak dan tanggung jawab itu justru tujuan dari pendidikan. Malah kita mau rubah paradigma berpikir kita tentang pendidikan seolah-seolah pendidikan itu sebagai jalan untuk bekerja di PT atau lembaga swasta lainnya. Ini saya kira keliru jalan berpikirnya dalam platform ini.
Seharusnya dengan platform merdeka belajar/kampus merdeka kita berharap kedepan instrumen platform ini berfokus pada segi pelayanan, penjaminan, dan pengkaryaan. Kita membayangkan kedepan mahasiswa/pelajar melakukan kreatifitas dan inovasi besar di bidang keilmuannya, mahasiswa bebas dan difasilitasi dengan infrastruktur pendidikan yang canggih sehingga muncul ide-ide baru tentang sub-sub keilmuan. kelas-kelas diisi dengan diskusi, perdebatan antara mahasiswa dan dosen tanpa abuse of power (dosen paling benar/mahasiswa salah atau sebaliknya).
Tidak ada kemudian orang yang di pelosok-pelosok negeri yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang sama, semuanya terfasilitasi dan terjamin di seluruh penjuru negeri. Saya membayangkan Bonus Demografi yang kita idamkan, kemajuan yang kita usahakan dan kejayaan bangsa dan negara indonesia, yang yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur yang bangsa ini cita-citakan dahulu bukanlah mimpi disiang bolong, ngalor ngibul, omong kosong semata tapi benar benar ada dan terwujud. Aamiin
Semoga kita kedepannya tidak hanya berpikir untuk perut pribadi semata tapi juga berpikir tentang denyut nadi anak bangsa indonesia dimasa depan.
* Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Kota Jambi
Editor : Renilda Pratiwi Yolandini