email : [email protected]

23.7 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Post Modernisme Widyaiswara

Populer

Oleh : Hendri Yandri*

Oerban.com – Post modernisme tidak hanya terjadi dalam aliran dan filsafat pemikiran namun juga dalam dunia Widyaiswara. Prinsip dasar post modernisme adalah merubah tatanan dunia modern yang cenderung barbar dan asocial menjadi humanis dan bermartabat. Masyarakat bermartabat punya jiwa sosial tinggi, memiliki rasa empati serta suka menolong, itu semua tamadun utama dalam paradaban manusia, sehinggga posisi post modernisme berusaha mengembalikan kondisi itu agar hidup masyarakat menjadi lebih baik. Widyaiswara sebagai fasilitator dan katalisator perubahan, khususnya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) punya peran penting menciptakan ASN yang berjiwa sosial tinggi, empati dan suka menolong terlebih disaat memberikan layanan prima kepada masyarakat. Prinsip post modernisme ini sejalan dengan tugas pokok dan fungsi Widyaiswara, yakni mendidik, mengajar dan melatih. Selain itu, seorang Widyaiswara mesti mempunyai tiga elemen kompetensi, antara lain kompetensi teknis substantif, kompetensi manajerial dan kompetensi sosio kultural. Tiga kompetensi ini menutut seorang Widyaiswara tidak hanya pintar secara teoritik, tapi juga memberikan contoh dalam praktek keseharian. Post modernisme mendorong Widyaiswara menjadi agen of director ditengah masyarakat, baik sesama ASN maupun pada lingkungan sekitar.

Istilah post modernisme muncul sekitar tahun 1917 oleh seorang anti nihilisme Rudolf Pannwitz berkebangsaan Jerman yang mengkritik teori ketidakadaan tujuan manusia dimuka bumi. Akibat pandangan tersebut Tuhan ditiadakan, moral bukanlah urusan manusia dan etika adalah satu utopis. Rudolf Pannwitz mencoba menjawab semua itu dengan teori baru bahwa manusia sejatinya punya tujuan hidup, dan saling menjaga satu dengan lainnya, sehingga memerlukan standar moral dan etika selama berinteraksi. Pandangan ini akhirnya dikenal dengan konsep postmodern. Senada dengan konsep itu, Arlnold Toynbee menggunakan istilah postmodern ini dibidang histiografi dalam bukunya yang berjudul “A Study of History” ditahun 1974.

Abad 20 adalah awal terjadinya revolusi baru sebagai antitesa atas ketidakpastian jalannya sejarah hidup manusia modern. Abad ini juga menegaskan relasi yang kuat antar dan interpersonal dalam mencapai tujuan hidup bersama yang lebih kolaboratif. Akan tetapi abad ini juga mempunyai tantangan yang tidak ringan, akibat kemajuan teknologi membuat semuanya menjadi tanpa batas dan penuh ketidakpastian. Setiap orang dengan bebas berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja, akibatnya etika dan moral tidak terlalu diperhatikan. Jamak diketahui bahwa dekadensi moral semakin nyata terjadi bahkan diruang publik sekalipun. Inilah tantangannya, dan semua itu memerlukan langkah progresif agar kehidupan masyarakat tetap sesuai dengan standar moral yang ada.

Baca juga  Penyuluhan Pertanian di Tengah Visi Indonesia Emas 2045

Post modernisme seolah menemukan ruang untuk mengeksplorasi kegagalan sistem masyarakat modern yang cenderung abai terhadap nilai-nilai luhur manusia. Anthony Giddens dalam bukunya The Consequences of Modernity menyebut bahwa post modernisme memiliki ciri khusus dimana sistemnya lebih kompleks secara institusional, selain itu post modernisme disebut melampaui modernisme. Cara pandang ini muncul sebagai kritik terhadap paradigma modernisme yang dinilai gagal mengangkat martabat manusia, martabat yang mengangkat nalar, moral dan etika.

Charles Jencks, arsitek yang menggunakan istilah post modern di dunia arsitektur untuk pertama kali, dalam buku karyanya yang terbit di tahun 1977, The Language of Post-modern Architecture, merumuskan 4 definisi untuk istilah post modernisme. Pertama, post modernisme merupakan aliran pemikiran maupun sikap yang menjadi bagian dari kebudayaan populer atau kritik teoritis, dengan ciri pemihakan pada relativitas, anti-universalitas, dan nihilis. Oleh karena itu, ia memuat kritik terhadap rasionalisme, universalisme, dan fundametalisme sains. Kedua, Jencks juga mendefinisikan post modernisme sebagai aliran pemikiran atau filsafat yang berkembang pada abad 20 dan memuat pandangan kritis terhadap rasionalisme dan sains dalam alam pikiran Barat. Ketiga, di bidang sosiologi, post modernisme didefinisikan sebagai aliran ataupun gerakan yang menandai peningkatan pada pelayanan ekonomi, peran media massa, saling ketergantungan dalam perekonomian dunia, perubahan pola konsumsi masyarakat, dan yang paling penting, pengaruh globalisasi. Keempat, dalam pandangan Jencks, post modernisme pun bisa didefinisikan sebagai aliran atau pemikiran yang berkaitan dengan reaksi atas kegagalan arsitektur modern. Kegagalan itu ditandai oleh lenyapnya identitas dari tempat (lokasi), tampilan bentuk yang membosankan, serta dominannya pengaruh dari efisiensi, produksi massal dan industrialisasi.

Pandangan Jencks ini memihak pada peran dan fungsi perubahan yang dilakukan oleh Widyaiswara terutama pada bidang sosio cultural, yakni merubah sikap, prilaku sekaligus pengetahuan dasar masyarakat menjadi lebih baik. Widyaiswara sebagai seorang fasilitator, katalisator, dan agen of director menjadi kunci perubahan pada abdi negara yang terjun langsung memberikan layanan pada masyarakat. Post modernisme yang dilakukan oleh Widyaiswara adalah mengembalikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia kepada Aparatur Sipil Negara agar nilai-nilai luhur itu menjadi guiden bagi ASN dalam menjalankan tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai luhur itu termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila serta tertuang dalam arahan presiden Jokowi dengan nama ASN BERAKHLAK.

Baca juga  Bapeltan Jambi Tingkatkan Kompetensi Widyaiswaranya Dengan Cara Ini

Posts modernisme Widyaiswara terletak pada substansi penjabaran tugas dan fugsinya dalam mendidik, mengajar dan melatih (Dikjartih), termasuk manajerial serta kehidupan sosial masyarakat. Tugas dan fungsi ini mesti sejalan dengan arahan presiden menjadi pribadi yang BerAKHLAK. Pribadi yang Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Widyasiwara mesti mampu menjabarkan nilai-nilai ini dalam pekerjaannya diinstansi dan mengejawantahkannya ketika berada ditengah-tengah masyarakat. Post modernisme Widyaiswara adalah melekatkan kembali nilai-nilai idiologis negara dalam kehidupan sehari-hari ASN, termasuk mendekatkan gap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Sebab kelemahan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi terletak pada perubahan perilaku kearah yang negatif. Kemajuan teknologi telah melahirkan generasi yang a-sosial, apatis dan cenderung hedonis. Hal ini tentu saja kelemahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengesampingkan pengajaran nilai-nilai kemanusiaan dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi dan pada akhirnya melahirkan kelompok masyarakat a-sosial baru. Selain itu, kemajuan teknologi juga menabrak nilai-nilai skaral sebuah bangsa dengan membawa paham liberalisme, franetisme dan freedom. Jelas, paham-paham ini sedikit banyaknya akan berpengaruh pada jiwa nasionalisme dan patriotisme Indonesia. Oleh sebab itu, Widyaiswara sebagai garda terdepan meciptakan jiwa nasionalisme dan patriotisme kepada ASN sudah semestinya memberikan perhatian khusus agar modernisme tidak merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penanaman kembali nilai-nilai luhur bangsa oleh Widyaiswara kepada ASN termaktub dalam Core Values ASN sebagai sari dari nilai-nilai dasar ASN yang sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam satu kesamaan persepsi yang lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh seluruh ASN. Core Values ASN menjadi titik tonggak penguatan budaya kerja, yang tidak hanya dilakukan pada ASN tingkat pusat namun juga pada tingkat daerah, sebagaimana pesan Presiden Joko Widodo “ASN yang bertugas sebagai pegawai pusat maupun pegawai daerah harus mempunyai core values yang sama.” Penjabaran Core Values ASN BerAKHLAK sebagai mandat presiden dapat dilihat sebagai berikut:

Baca juga  WIDYAISWARA JAMBI KOMIT TINGKATKAN PROFESIONALISME, PASCA KEGIATAN DI LAMPUNG LAKUKAN FGD

Berorientasi Pelayanan, seorang ASN mesti :

  • Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
  • Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan.
  • Melakukan perbaikan tiada henti.

Akuntabel, hendaknya seorang ASN :

  • Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin dan berintegritas tinggi.
  • Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien.
  • Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.

Kompeten, Guna menjawab tantangan ASN mesti :

  • Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah.
  • Membantu orang lain belajar.
  • Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.

Harmonis, dalam bekerja dan bermasyarakat ASN harus :

  • Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya.
  • Suka menolong orang lain.
  • Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

Loyal, prinsip lainnya yang harus dipegang ASN adalah :

  • Memegang teguh ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah.
  • Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta menjaga rahasia jabatan dan negara.

Adaptif, guna menghadapi perkembangan yang ada seorang ASN wajib :

  • Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan.
  • Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas.
  • Bertindak proaktif.
  • Kolaboratif
  • Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi.
  • Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah.
  • Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

ASN harus mempunyai orientasi yang kuat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Pelayanan yang prima dan humble kini sangat dibutuhkan oleh masyarakat apalagi kualitas pelayanan berpacu dengan kecepatan informasi teknologi. Core Values diatas tidak hanya ditujukan kepada ASN secara umum, tapi secara khusus juga diamanatkan kepada Widyaiswara agar nilai-nilai tersebut built in dalam jati dirinya baik sebagai ASN terkhusus lagi sebagai Widyaiswara. Beban perubahan sosial yang tidak enteng ini mesti dipahami semua Widyaiswara betapa posisinya sebagai ujung tombak perubahan ada dalam profesi Widyaiswara dan yang paling utama perubahan itu dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal yang kecil serta dimulai dari sekarang.

*Penulis adalah Widyaiswara Kementerian Pertanian

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru