Jakarta, Oerban.com – Puluhan Purnawirawan TNI yang tergabung dalam Gerakan Kedaulatan NKRI (GKN) mendatangi Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, di Ruangan Sriwijaya, Lantai II Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Kamis (21/7/2022).
Para Purnawirawan TNI itu memberikan dukungan kepada LaNyalla yang berkomitmen mengembalikan kedaulatan rakyat.
Pada pertemuan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim (Kalsel). Turut mendampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero dan Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol.
Sedangkan Presidium GKN dihadiri Mayjen (Purn) TNI Dedy S Budiman, Syafril Sjofyan, Harry Mulyana, Tito Roesbandi, didampingi puluhan anggota dari kalangan Purnawirawan TNI, aktivis organisasi dan mahasiswa.
Dalam paparannya, Dedy S Budiman menjelaskan, organisasinya sudah dideklarasikan di Jawa Barat.
“Dalam waktu dekat menyusul deklarasi kepengurusan di Banten, DKI Jakarta dan daerah lainnya di Pulau Jawa,” kata Dedy.
Dikatakan Dedy, saat ini, seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dipenuhi dengan masalah.
“Maka pilihannya adalah, apakah kita mau masuk jurang atau banting stir,” tegas Dedy.
Untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini agar kembali kepada jalan Pancasila, Dedy mengaku sejalan dengan LaNyalla bahwa konstitusi harus dikembalikan kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian diperbaiki secara benar.
“Ancaman yang menonjol saat ini adalah oligarki dan neo-komunisme. Maka, solusinya adalah kembali kepada UUD 1945 yang asli agar kedaulatan kembali berada di tangan rakyat,” tutur Dedy.
Dedy menyebut ada empat tuntutan mereka yang tertuang dalam pernyataan sikap mereka yang dibacakan secara resmi di hadapan La Nyalla.
Pertama, mendesak DPR RI untuk menunda pembahasan atau membatalkan agenda pembahasan RUU KUHP dengan meminta pemerintah untuk membuka luas RUU dan meminta masukan terlebih dahulu dari berbagai elemen masyarakat.
Kedua, mendorong DPD RI untuk gigih berjuang menekan MK RI yang tidak memperdulikan kedaulatan rakyat untuk memiliki hak dipilih dalam Pilpres dengan secara membabi buta atas nama hukum telah menolak tuntutan Presidential Threshold 0%.
Ketiga, menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan, karena sudah inskonstitusional. Keempat, mendesak Presiden Jokowi untuk segera mundur dari jabatannya. Jika tidak bersedia mundur dengan terhormat, maka GKN akan mendesak MPR untuk melakukan proses pemakzulan (impeachment) atas berbagai pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengaku ada kesamaan sikap antara GKN dengan DPD RI dalam hal mengembalikan UUD 1945 naskah asli dan kedaulatan rakyat.
Ketika judicial review Presidential Threshold yang diajukan DPD RI ditolak oleh MK, La Nyalla yang tengah melakukan ibadan haji dan sedang berada di Mina tetap bersyukur atas keputusan tersebut.
“Artinya, tugas saya menjadi lebih besar lagi. Tugas saya diperpanjang dalam menegakkan konstitusi kita,” kata La Nyalla.
Senator asal Jawa Timur itu juga menegaskan jika sudah saatnya kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Sebab, persoalan bangsa ini semakin karut marut sejak dilakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002.
“Dan, persoalan kebangsaan dan kenegaraan ini tak bisa diselesaikan secara parsial, tetapi harus secara komprehensif dan dimulai dari hulunya,” tegas La Nyalla.
“Saya bersyukur kedatangan bapak-bapak ternyata tujuannya sama. Saya akan bergerak di level elit. Silakan bapak-bapak resonansi kan ke tingkat grass root,” ajak La Nyalla.
La Nyalla mengaku akan menemui pimpinan lembaga tinggi negara dan menawarkan proposal gagasan mengapa kita harus kembali kepada UUD 1945. La Nyalla siap mewakafkan dirinya untuk bangsa ini.
La Nyalla mengaku bertindak sebagai negarawan yang berpikir next generation, bukan sebagai politisi yang hanya berbicara tentang next election.Bukan tanpa alasan konstitusi harus kembali kepada UUD 1945 naskah asli. La Nyalla memaparkan, sejak amandemen 1999-2002, kesejahteraan rakyat bak jauh panggang dari api.
“Rakyat kita tambah susah. Kita punya kekayaan alam semua dikeruk habis oleh segelintir orang saja. Sementara rakyat tak bisa menikmatinya. Sudah waktunya kita berbenah. Kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli,” tegas La Nyalla.
Pun halnya dalam pencalonan Presiden, sudah saatnya kita memutus lingkaran setan oligarki yang menyandera dan membajak penguasa negeri ini.
“Kita kembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi di Republik ini. MPR RI yang akan menjadi saluran pemimpin terbaik di negeri ini. Doa saya ketika berada di Arafah, mudah-mudahan Indonesia kembali jaya,” ucap La Nyalla.
La Nyalla mengaku UUD 1945 naskah asli harus tetap disempurnakan. Agar kita tidak mengulang apa yang terjadi di masa lalu. Tetapi penyempurnaan itu harus dilakukan melalui cara yang benar.
“Bukan ugal-ugalan dan mengganti total Konstitusi, seperti yang kita lakukan di tahun 1999-2002 silam,” tandasnya. (*)
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini