Oleh : Alin Rahayu*
Pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi landasan hukum atas penundaan waktu pelaksanaan pilkada serentak ,akibat adanya bencana nasional wabah Covid-19.Pemungutan dan penghitungan suara di 270 daerah yang pada awalnya dijadwalkan bulan September menjadi Desember 2020. Penundaan pilkada selama tiga bulan itu dapat dilaksanakan dengan asumsi apabila pandemi Covid-19 berakhir pada Mei 2020.
Ada beberapa perubahan dalam perppu tersebut, yakni Pasal 120 serta penambahan pasal 122A dan 201A. Isi perppu tersebut menyatakan dalam hal pemungutan suara serentak pada Desember tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir .
“Menko Polhukam Mahfud Md menilai, usulan soal Pilkada serentak kembali ditunda sulit diwujudkan karena perubahan UU membutuhkan waktu. Selain itu, penerbitan Perppu juga perlu persetujuan DPR dan belum tentu disetujui”.
Menurut Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menilai tak ada urgensi bahwa pilkada serentak tahun 2020 harus segera diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Ia mengatakan pilkada serentak tahun 2020 sangat berpotensi menjadi klaster baru penularan COVID-19.
Pernyataan senada yang disampaikan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor bahwa keputusan tetap melaksanakan pilkada di tengah tingginya angka penularan Virus Corona dan pandemi COVID-19 bukan sesuatu yang bijak dilakukan. Terlebih, saat ini kondisi kasus COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah serta belum terkendali.
“Kemarin kan KPU dan DPR sepakat tunda, lalu presiden keluarkan Perppu-nya sehingga ketika dibahas lagi di DPR selesai, tidak ribut. Kalau presiden mengeluarkan sepihak juga kalau DPR menolak celaka itu, sudah telanjur batal, ditolak,” ungkap Mahfud .
Wacana penundaan pilkada pernah dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR. Namun, waktu itu, kata Mahfud, diputuskan pilkada tetap digelar 9 Desember 2020. Ada dua alasan. Pertama, pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. “Kita tidak mau. Jumlah 270 itu yang besar,” kata Mahfud.Kedua, jika ditunda karena Covid-19, sampai kapan? Sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak lagi berbahaya? Toh, sampai hari ini, angka positif Covid-19 masih terus menanjak.
KPU bahkan telah memutuskan untuk tetap menggelar pilkada serentak di 270 daerah, terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pendaftaran pilkada dibuka 4-6 September 2020. Kemudian, 23 September 2020, penetapan paslon, dan 26 September-5 Desember 2020 ditetapkan sebagai masa kampanye.
Pemilihan Kepala Daerah merupakan proses Demokrasi yang harus dilaksanakan didaerah,baik dimasa pandemmi Covid-19 ini harus juga terlaksana dengan baik .Masyarakat sudah menjadi lesu dan kurang bergairah karena sudah merasa disulitkan dengan pandemi padahal seharusnya ini adalah waktu yang tepat yang harus dimanfaatkan paslon kepala daerah untuk berkampanye,Pada Pilkada masa pandemi Covid-19 seluruh pihak mengalami kerugian,permasalahan terkait pilkada akan timbul seperti anggaran pilkada yang membengkak karena digunakan untuk penyediaan protocol kesehatan,serta kampanye kandidat paslon yang tidak maksimal.Pemilihan kepala daerah ditengah masa pandemic seperti saat ini sangatlah tidak efektif karena masyarakat mengalami paranoid dengan Covid-19 yang ganas penularannya, apalagi saat proses pemungutan suara warga harus berdesak desakan dengan banyak orang,selain itu juga banyak lansia yang tidak menggunakan hak suaranya karena kondisi yang lemah untuk datang ketempat pemungutan suara serta juga daya tahan yang rentan terpapar covid 19.
Proses pilkada sebagai wujud penerapan demokrasi yang bertujuan juga untuk membangun daerah tersebut menjadi lebih baik dengan kebijakan kebijakan yang tidak arogan terhadap kepentingan rakyat yang berakhir pada kesejahteraan rakyat.Dalam waktu dekat pada tanggal 9 Desember 2020 akn dilaksanakan pilkada serentak diseluruh wilayah Indonesia tetapi ini akan menjadi permasalahan dan menimbulkan pro dan kontra dalam presepsi rakyat.