email : [email protected]

29.1 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

PROYEKSI GAS DAN MINYAK BUMI INDONESIA PASCA PANDEMI

Populer

Jakarta, Oerban.com – Pemerintah Indonesia berencana mengurangi pemakaian minyak bumi sebesar 23% pada tahun 2025. Hal itu tentu akan menekan jumlah produksi serta mencari sumber-sumber energi lainnya, termasuk batubara. (10/12/2020)

Ditengah pandemi covid-19 ini, kegiatan eksplorasi sumber-sumber energi juga mengalami hambatan. Sehingga SKK migas mengeluarkan surat edaran segera setelah berlakunya PD 7/2020 untuk menyarankan agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (“Kontraktor KKS”) melanjutkan produksi, mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan dan menerapkan langkah-langkah manajemen risiko bagi pekerja dan masyarakat sekitar.

Kontraktor KKS juga didorong untuk mempertimbangkan perubahan sementara jadwal kerja di lapangan migas menjadi 21:21 (21 hari kerja diikuti 21 hari istirahat) atau 28:28 (28 hari kerja diikuti 28 hari istirahat), atau jadwal serupa sesuai dengan kondisi operasional lapangan. Ini untuk memberi pekerja cukup kesempatan untuk melakukan karantina sendiri. Semua perubahan jadwal kerja harus dilaporkan ke SKK Migas.

Usaha pemerintah menjaga pasokan minyak dan gas akan berubah untuk masa mendatang, akibat menurunnya cadangan minyak bumi dan gas. Pertamina sebagai stakeholder sumber energi ini diminta oleh presiden Jokowi untuk menemukan sumber-sumber energi terbarukan, salah satunya adala pengembangan biodiesel.

Perusahaan minyak dan gas Indonesia PT Pertamina memperkirakan total penjualan biodiesel negara dengan kandungan minyak sawit 30 persen akan mencapai 28,2 juta kiloliter (KL) tahun ini, direkturnya mengatakan kepada parlemen, Senin. Ini akan menjadi 12 persen lebih rendah dari penjualan tahun lalu, kata Masud Khamid.

Untuk 2021, Pertamina memperkirakan total penjualan biodiesel Indonesia sebesar 31,5 juta KL, menurut data yang dipresentasikan di parlemen. Dari total proyeksi penjualan, penjualan Pertamina sendiri diharapkan mencapai 23,8 juta KL pada 2020 dan 26,6 juta KL pada 2021, data menunjukkan.

Baca juga  Senator Papua Angkat Bicara Soal Pelanggaran HAM: Sekarang Saatnya Diselesaikan, Jangan Cuci Tangan!

Harga minyak yang relatif tetap rendah ditambah dengan pilihan eksplorasi dan produksi yang menurun, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk lebih mengembangkan sektor gasnya untuk penggunaan domestik yang lebih besar. Ini termasuk mengupayakan peningkatan investasi dalam gas non-konvensional (metana batu bara, gas serpih, pasir minyak, gas ketat, dan gas biogenik) dan mencari cara untuk memperluas infrastruktur distribusi gas domestik. Pasar peralatan dan jasa minyak dan gas di Indonesia tetap stabil tetapi menghadapi persyaratan kandungan dalam negeri yang semakin ketat. Di sisi lain, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, secara langsung berdampak pada pertumbuhan permintaan bahan bakar energi domestik seperti minyak mentah dan LNG.

Persaingan dari perusahaan negara ketiga seperti Singapura, Cina, Jepang, Australia, Korea, Rusia, Prancis, dan pemain regional lainnya sangat ketat, dan perusahaan A.S. sering kali harus secara signifikan menyesuaikan model bisnis dan skema harga mereka untuk bersaing secara efektif.

Statistik perdagangan resmi mengecilkan peluang pasar dan kehadiran Amerika mengingat banyaknya pengiriman AS yang dicatat sebagai ekspor AS ke Singapura, yang pada akhirnya masuk ke Indonesia, serta penjualan AS di Indonesia yang disuplai oleh perusahaan multinasional AS melalui negara ketiga. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya dan pengekspor gas alam terbesar di dunia, Indonesia masih kekurangan infrastruktur LNG. Ini menjadi tantangan besar bagi sektor LNG.

Indonesia adalah lokasi yang ideal bagi perusahaan AS untuk memasuki pasar. Namun, kendala terbesar yang dihadapi perusahaan AS di Indonesia saat ini terletak pada beberapa kebijakan Pemerintah Indonesia (GOI), seperti proteksionisme. Untuk investasi energi asing yang besar di Indonesia, mayoritas kepemilikan proyek harus dimiliki oleh Indonesia atau perusahaan milik negara Indonesia seperti yang ditunjuk oleh pemerintah. Ada juga sumber penghalang lain, seperti regulasi kandungan lokal (LCR), sertifikasi standar wajib, masalah tanah dan izin, izin pekerja asing, transparansi pengadaan, dll.

Baca juga  Badan Energi Internasional: Permintaan Minyak, Gas dan Batu Bara Capai Puncaknya Dekade Ini 

Selain hambatan tersebut di atas, akibat defisit neraca perdagangan baru-baru ini dan melemahnya mata uang lokal terhadap Dolar AS, pemerintah telah membuat kebijakan untuk mengurangi impor. Ini termasuk tarif bea masuk untuk produk tertentu seperti batubara kalori tinggi, pelumas, dll, seperti sebelumnya 2,5 – 5 persen menjadi 7,5 – 10 persen dan mengharuskan beberapa industri untuk menggunakan minyak sawit atau biofuel setidaknya 20% untuk dicampur. menjadi bahan bakar transportasi.

Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Penulis : Tim Redaksi

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru