Makassar, Oerban.com – Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M. Sc menaruh harapan besar terhadap Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia agar bisa memenangi Pemilu 2024, karena memiliki perhatian terhadap pengembangan inovasi dan teknologi.
“Kita menitip kepada Partai Gelora, untuk bisa menaikkan anggaran penelitian kita, bahkan sampai 10 kali lipat, agar kita bisa jadi bangsa yang inovatif,” kata Jamaluddin Jompa saat menjadi narasumber bedah buku ‘Pesan Islam Menghadapi Krisis’ di Makassar, Sabtu (7/5/2022).
Menurut dia, dari segi populasi Indonesia adalah nomor 4 dunia. Tapi dari segi sains dan teknologi, Indonesia nomor 48. Indeks inovasi Indonesia bahkan ada di angka 70-an.
“Kita negara besar, tapi dana penelitian kita hanya sekitar 0,1 atau 0,2% dari total GDP kita. Jadi perlu ada perhatian yang serius dari segi kebijakan untuk terus mendorong pengembangan penelitian dan inovasi,” ujarnya.
Sedangkan Pemerhati Dunia Islam Prof. Dr. Arifuddin Ahmad M.Ag berharap ada perbaikan sistem politik, termasuk penempatan wakil rakyat dalam setiap komisi yang harus sesuai dengan kapasitasnya, bukan karena alasan lain.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta menyatakan, kelahiran Partai Gelora dalam situasi krisis global seperti saat ini, bertujuan untuk menjadi solusi atas krisis ini.
“Dunia atau sistem sekarang ini, sedang mengalami penyakit komplikasi seperti orang tua, satu penyakit ditangani, penyakit lain yang muncul. Ini seperti berobat tapi tidak ada harapan untuk sembuh,” kata Anis Matta.
Anis Matta menjelaskan bahwa persoalan global sekarang adalah persoalan krisis sistemik, yang hanya bisa diselesaikan oleh agama. Sebab, ada banyak ajaran agama yang hanya dapat dipahami ketika dia bertemu dengan benturan-benturan kehidupan manusia.
“Kenapa kita menawarkan agama dalam menangani krisis? Karena agama tidak turun dalam ruang kosong. Sebab, ajaran agama ini dapat diaplikasikan dalam semua situasi,” katanya.
Ia menegaskan, sistem global saat ini adalah mengedepankan ide tentang pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya menyebabkan ekploitasi dan kerusakan lingkungan.
Karena kesejahteraan yang dinikmati barat sekarang, ongkosnya adalah penderitaan di tempat lain.
“Jadi coba perhatikan isyarat agama tentang kelompok elit yang hidupnya bermewah-mewah sebagai sebab suatu kaum itu dihancurkan,” tandasnya.
Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar Luhur A Priyanto menegaskan, bahwa para politisi saat ini lebih banyak menggunakan sembako daripada ide-idenya.
“Elit politik sekarang banyak yang terjebak pada soal teknis kekuasaan, terus menerus bagi sembako tapi tidak ada idenya. Semoga kedepan pikiran-pikiran Partai Gelora dapat menginspirasi,” kata Luhur.
Aktif gelar diskusi
Sementara itu, secara terpisah Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah meminta mahasiswa di Makassar untuk aktif menggelar diskusi-diskusi agar terus update terhadap isu-isu kekinian dan isu-isu politik nasional.
Hal itu disampaikan Fahri Hamzah saat menggelar diskusi bersama puluhan mahasiswa negeri dan swasta di Makassar di Red Corner Cafe Jalan Yusuf Dg Ngawing Makassar Jumat (6/5/2022) petang.
“Biasalah ini untuk update situasi kita di tingkat nasional dan mendengar dari teman-teman (mahasiswa) rencana kita ke depan,” kata Fahri.
Menurutnya, tugas seorang politisi atau wakil rakyat harus menyalurkan pikirannya kepada mahasiswa, jangan hanya menyalurkan bantuan sosial ataupun amplop.
Fahri melihat ada sejumlah wakil rakyat yang tidak bisa berbicara di Jakarta dan lebih sering membagikan bansos.
“Saya kira positif, karena dengan ini kita bisa tukar pikiran. Saya imbau elite Jakarta yang ada di Makassar juga harus mau diundang ngopi bareng mahasiswa, jangan jadi penyalur bansos terus,” katanya.
“Anggota dewan harus jelaskan pikirannya bukan bawa amplop, bukan bawa bansos. Anda kalau nyumbang diam-diam saja. Tapi jangan dikompensasi ketidakmampuan bicara di Jakarta dengan cara kirim bansos,” lanjutnya.
Fahri Hamzah menilai demokrasi menuntut seorang wakil rakyat bertukar pikiran dengan mahasiswa, bukan justru hanya membagikan bansos dan amplop kepada masyarakat
“Itu salah, itu penyelewengan cara bekerja demokrasi kita dan cara bekerja sistem perwakilan kita,” pungkasnya.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini