Jakarta, Oerban.com – Keputusan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam mensahkan RUU Ciptaker Omnibus Law pada Senin (5/10) malam membuat sebagian besar masyarakat bertanya-tanya. Pasalnya RUU yang semula akan diputuskan pada 8 Oktober mendatang, dipercepat pembahasannya.
Hal ini menimbulkan dua fraksi besar di masyarakat antara mereka yang setuju dan tidak setuju. Memang sebuah aturan akan selalu menimbulkan dikotomi pandangan demikian, lalu apakah undang-undang sapu jagat ini lebih condong pada salah satunya, berikut beberapa alasan penolakan dan penerimaan RUU Ciptaker Omnibus Law yang perlu kamu ketahui.
Fraksi setuju
Golongan yang menyetujui RUU Ciptaker beranggapan bahwa hal ini akan memudahkan administrasi perusahaan dan disinyalir akan membuka lapangan pekerjaan lebih besar, poin-poinnya sebagai berikut :
Penyederhanaan perizinan
Persyaratan investasi
Ketenagakerjaan
Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM
Kemudahan berusaha
Dukungan riset dan inovasi
Administrasi pemerintahan
Pengenaan sanksi
Pengadaan lahan
Investasi dan proyek pemerintah
Kawasan ekonomi
Fraksi tidak setuju
Berkebalikan dengan fraksi yang tidak setuju, pada kelompok ini memandang bahwa RUU Ciptaker hanya menguntungkan perusahaan namun kurang berpihak pada rakyat. Hal ini bahkan disinyalir bukan untuk memudahkan lapar pekerjaan namun memanfaatkan pembludakan tenaga muda Indonesia dengan biaya murah tanpa adanya jaminan hak. Dikutip melalui pernyataan KSPI dan beberapa sumber berikut alasan ketidaksetujuan tersebut Diantaranya :
Upah didasarkan persatuan waktu
Upah minimum hanya didasarkan pada UMP
Sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum dihapuskan
Tidak ada denda bagi perusahaan yang terlambat membayar upah
Pekerja yang di PHK dengan surat peringatan ketiga tidak mendapatkan pesangon
Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan apa-apa
Pekerja yang di PHK karena perusahaan tutup tidak mendapatkan pesangon
Pekerja yang meninggal dunia, ahli warisnya tidak mendapatkan sejumlah uang sebagai pesangon
Membebaskan pekerja kontrak di semua jenis pekerjaan
Kewajiban TKA memahami budaya asing dihilangkan, kewajiban memahami bahasa Indonesia hilang.
Berpotensi merusak ekosistem alam
Akibatnya, saat ini muncul petisi penolakan dengan judul maklumat pemuka agama Indonesia : tolak Omnibus Law dan buka ruang partisipasi publik yang digagas oleh Prof. Busryo Muqodas, Pdt. Dr. Merry Kolimon, Ulil Abshar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murthado, Pdt. Penrad Siagian. Serta berbagai bentuk aksi yang diduga akan berjalan beberapa waktu kedepan.
Penulis: Novita S
Editor: Renilda PY