Penulis: Roberto Nainggolan
“ Tetaplah bersemangat duhai guru Honorer dimanapun engaku berada. Percayalah bahwa mengajar adalah dari kebaikan, dan kebaikan itulah yang akanmengantarkan kita untuk menjadi lebih yakin, Pendidikan NKRI akan maju”
Guru honorer merupakan guru yang memiliki hak untuk memperoleh honorium, baik perbulan maupun per-triwulan, mendapatkan perlindungan hokum dan cuti berdasarkan peraturan pemerintah yang tertuang dalam undang-undang ketenagakerjaan ( Mulyasa, 2016)
Tahun 2022 disambut dengan semangat baru, harapan baru, serta sejuta rencana yang diharapkan dapat mengubah kehidupan kearah yang lebih baik. Namun tidak demikian bagi tenaga honorer yang ada di seluruh Indonesia demikian pula di Sulawesi Barat khususnya. Kebijakan pemerintah pusat tentang penghapusan tenaga Honorer di Tahun 2023 rupanya menjandi ancaman terhadap nasib 3.500 Tenaga honorer di lingkup pemerintah provinsi Sulbar.
Banyaknya kisah yang di rasakan oleh para guru honorer di berbagai sudut belahan nusantara pada umumnya mengadu nasib di daerah pelosokan dengan kebutuhan hidup yang tinggi tetapi pendapatan yang masih miris.
Terbukti dengan hasil wawancara penulis dengan ibu Yulistiani dan pak Juhdi salah seorang guru honorer di SMA 11 Muaro Jambi mengungkapkan: “ bahwasanya guru honorer di Indonesia ini masih sangat memprihatinkan, dimana pendapat dengan kebuthan hidup sehari-hari tidak sesuai. Harusnya pemerintah lebih memrehatikan nsib para tenaga kerja guru honorer di Indonesia terutama di wilayah pelosok”
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulbar H.Zulkifli Manggazali menjelaskan jika kebijakan itu dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Manajemen PPPK). Hal tersebut di sampaikan Kepala Badan Kepegawaian Provinsi Sulbar H.Zulkifli Manggazali saat di ruang kerjanya. Senin, 17 Januari 2022. Menurut Zulkifli, dengan adanya regulasi itu maka dengan sendirinya 3.500 Honorer di lingkup Pemprov akan hilang.
Hal tersebut di atas senada dengan apa yang pernah disampaikan oleh DPR pusat bahwa DPR dan pemerintah sepakat akan menghapus tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah. Salah satu tenaga honorer yang selama ini menjadi sorotan adalah guru honorer.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan jika tenaga honorer dihapus, maka kegiatan belajar dan mengajar di sekolah akan berhenti. Sebab masih banyak sekolah yang bergantung pada guru honorer. (Kumparan, 22/1/2020). Rupanya perjuangan para pahlawan tanpa tanda jasa khususnya para guru honorer belum berakhir. Setelah banting tulang mengajar dengan gaji minim dan seringkali tertunda pembayarannya berbulan-bulan, kini nasib mereka seolah di ujung tanduk.
Pemerintah berniat menghapus status guru honorer. Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Kementerian PAN-RB dan BKN sepakat untuk menghapus tenaga honorer, pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan lainnya dari organisasi kepegawaian pemerintah. Nantinya, pegawai di instansi pemerintah hanya akan berstatus ASN dan PPPK. Artinya, semua guru honorer harus mengikuti tes seleksi untuk menjadi ASN atau Pegawai Pemerintan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (Detik.com).
Lalu bagaimana nasib mereka yang tidak lolos seleksi ASN dan PPPK? Hal inilah yang menjadi keresahan di kalangan guru honorer. Jumlah guru honorer yang begitu banyak, sementara kuota untuk ASN dan PPPK selama ini sangat terbatas.
Kenyataannya, jumlah guru honorer yang cukup besar ini sudah sangat membantu bagi kebutuhan guru di negeri ini. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, “Honorer itu sangat membantu, sangat. Kalau mau jujur, ambil data Dikbud, 48 persen guru negeri, itu tahun lalu. Dengan posisi pensiunan 50.000 sampai 70.000 setahun bisa dibayangkan. Belum lagi banyak guru untuk jabatan tertentu di daerah. Itu makin mengurangi. Harus ada solusi,“ pungkas Unifah (Kumparan, 22/1/2020).
Penulis juga mengungkapkan kondisi sistem pendidikan di Indonesia masih kurang pas, dimana dari sudut pandang penulis dari berbagai sumber baik dari internet, Youtube dll. Bahwasanya tenega pengajar di daerah pelosok di nusanatar ini masih miris, comtohnya itu di wilayah papua dan Kalimantan masih banyaknya guru-guru honorer yang mengadu nasib untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan pendapatan yang sangat rendah
Penulis mengantarkan harapan kepada pemerintah yaitu, Pemerintah seharusnya sangat mengerti keberadaan guru honorer yang jumlahnya cukup besar dan merata di seluruh wilayah Indonesia ini, menunjukkan kekurangan tenaga pendidik yang berstatus ASN.Padahal yang namanya pendidikan sangat ditentukan oleh tenaga pengajarnya, baik jumlah mau pun kualitasnya. Namun dari tahun ke tahun, jumlah guru honorer selalu meningkat, kisah penderitaannya pun tidak pernah sepi dalam pemberitaan media. Paradigma sistem pendidikan di negeri ini patut dipertanyakan. Apakah pendidikan menjadi hal yang dianggap penting dan krusial? Jika iya, mengapa justru faktor penunjang pendidikan, yaitu ketersediaan tenaga pendidik yang handal selalu menjadi masalah yang berkepanjangan?
SUMBER :
Pertama, S. M., Nasional, K. P., Islam, S. M. P., Nurul, T., & Depok, F. (n.d.). Analysis of main factors forming the smart character in integrated islamic school, 62–73.
Saptono, A. (2016). Lingkungan Belajar , Sikap Terhadap Profesi Guru terhadap Intensi Menjadi Guru (Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta) Ari Saptono, 14(1
Saptono, A. (2017). Pengaruh Kreativitas Guru Dalam Pembelajaran Dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas X Di Sma Negeri 89 Jakarta. Econosains Jurnal Online Ekonomi Dan Pendidikan, 14(1), 105–112. https://doi.org/10.21009/econosains.0141.08