Jakarta, Oerban.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai Pemerintah tidak konsisten dalam penyampaian nota APBN tahun 2022. Hal tersebut setidaknya tercermin dari pernyataan Pemerintah yang mengaku APBN 2022 mengalami surplus tapi pada saat yang sama malah mau menaikan harga BBM.
Menurutnya pernyataan ini sangat janggal. Karena lazimnya bila APBN benar-benar surplus harusnya Pemerintah tidak akan menaikan harga BBM. Apalagi di saat kondisi ekonomi masyarakat belum stabil karena pandemi Covid-19.
“Pemerintah jangan plin-plan. Sementara Presiden bilang ekonomi kita bagus dan APBN surplus, para menteri justru berwacana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi,” kata Mulyanto seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jum’at (19/8/2022).
“Sebaiknya wacana seperti itu dihentikan. Jangan bikin malu Presiden,” ujarnya.
Menurut Mulyanto dalam Pidato Kenegaraan di Gedung MPR/DPR/DPD, Selasa 16/8, Presiden Jokowi justru menyampaikan prestasi kabinetnya, dimana ekonomi tumbuh positif sebesar 5.44 persen. Pada Semester Satu tahun 2022, APBN surplus sebesar Rp 106 triliun.
Sementara itu neraca perdagangan surplus selama 27 bulan beturut-turut tanpa jeda. Pada Semester satu tahun 2022 saja surplusnya mencapai angka sebesar Rp 364 triliun.
“Ini tentu pengaruh windfall profit (durian runtuh) dari naiknya harga-harga komoditas seperti batubara, tembaga, emas, CPO, dll. termasuk juga migas. Pertamina sendiri, yang menjadi operator migas dominan di Indonesia pasca akuisisi Chevron di Blok Rokan, mengalami keuntungan besar di sisi hulu migas,” seru Mulyanto.
Karenanya, menurut Mulyanto, berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, khususnya dengan memanfaatkan booming harga-harga komoditas energi dan pangan tersebut menjadi sangat strategis.
Di sisi lain penghematan APBN pada proyek-proyek yang tidak penting dan mendesak, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, perlu segera dilakukan.
“Kalau inisisatif ini yang dikembangkan, tentunya surplus keuangan negara tersebut dapat dioptimalkan untuk mengokohkan subsidi BBM, agar kejutan ekonomi dari luar dapat diredam melalui bantalan APBN tersebut,” katanya lagi.
Mewacanakan kenaikan harga BBM bersubsidi di tengah tingginya tingkat inflasi hari ini sama saja ingin mendorong masyarakat menjadi semakin susah dan menderita. Pilihan yang tidak tepat di tahun politik dan di akhir masa kabinet Presiden Jokowi.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini