Kota Jambi, Oerban.com – Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Idham Aziz mengeluarkan maklumat mengenai pelarangan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) Dengan Nomor: Mak/1/I/2021 pada Jum’at (1/1).
Maklumat tersebut banyak menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, banyak pihak yang menyoroti bunyi dari pasal 2d yang memerintahkan agar masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Menurut praktisi hukum Ferdia Prakarsa, pasal 2d yang tertuang dalam maklumat kapolri tersebut terlalu represif dan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
Selain itu, Ferdi juga mempertanyakan mengenai masalah pelarangan akses tersebut, karena menurutnya setiap masyarakat berhak untuk mengakses informasi.
“Kenapa kita dilarang untuk mengakses semuanya itu (FPI), yang dilarang itu kan kegiatan FPI oleh pemerintah, bukan soal keberadaan organisasi FPI.” Kata Ferdi saat dihubungi oleh tim oerban pada Sabtu (2/1).
Lebih lanjut, Ferdi menyebut jika letak permasalahan bukanlah di pasal 2d, namun lebih kepada bagaimana tafsiran penegak hukumnya.
“Sebenarnya tindakan itu harus bisa diuji, sekarang permasalahannya adalah siapa yang mau menguji itu. Seharusnya kan DPR sebagai lembaga pengawas kebijakan publik, lakukan dong uji publik terhadap maklumat Kapolri itu, karena penafsiran sepihak dari penegak hukum itu merugikan,” Jelas Ferdi.
Sebelumnya, komunitas pers telah meminta Kapolri Jendral Idham Azis agar segera mencabut pasal 2d di dalam maklumat pelarangan FPI tersebut.
Komunitas pers tersebut terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia.
Editor : Tim Redaksi