Bungo, Oerban.com – Satuan Tugas (satgas) Covid-19 adalah garda terdepan yang menjadi pahlawan bagi kita semua. Namun pahlawan kita di sia-siakan oleh pemerintah kabupaten Bungo.
Dengan kembali dibukanya posko satgas covid-19 di perbatasan Bungo-Bangko tepatnya di desa Rantau Keloyang, Tim Satgas atau Garda terdepan covid-19 kembali bersiaga.
Dalam sidak yang dilakukan oleh tim oerban.com pada Selasa (2/6) ditemukan para satgas covid-19 diperbatasan Bungo-Bangko tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD). Saat ditanya oleh tim oerban.com, salah seorang menjawab belum adanya bantuan alat pelindung diri oleh pemerintah daerah.
“Belum ado turun Alat Pelindung Diri bagi kami, hanya kami diminta untuk siap siaga karena status siaga sudah menjadi tanggap darurat” kata salah seorang anggota satgas covid-19.
Melihat kondisi yang tidak sesuai standar bagi satgas covid-19 di perbatasan Bungo-Bangko, sudah barang tentu menjadi tanda tanya bagi kita semua dimana APD yang selama ini diberikan oleh donatur, kemudian penggunaan anggaran pemerintah daerah kabupaten Bungo yang dialihkan untuk penanganan covid-19.
Tim perban.com meragukan status Tanggap Darurat yang pernah dicetuskan oleh wakil bupati Bungo, Safrudin Dwi Aprianto beberapa waktu lalu.
Sedangkan pada hari yang sama, bupati Mashuri mengundang para OPD dan perwakilan instansi terkait dalam rapat terbuka menyikapi status covid-19 di kabupaten Bungo. Dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidaksinergisitas antar bupati dan wakil bupati Bungo tersebut. Kemudian yang menjadi korban adalah masyarakat kabupaten Bungo dan Garda terdepan covid-19.
Selain itu, satgas covid-19 di perbatasan desa rantau keloyang tersebut didominasi oleh tenaga honorer dari pihak puskesmas, dinas perhubungan dan Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD).
Satgas covid-19 yang bertugas diminta siap siaga di lokasi perbatasan minimal 12 jam tiap anggota yang bertugas. Sudah barang tentu dengan tidak memenuhi standar dan tuntutan yang berlebihan, kerja para satgas covid-19 di kabupaten Bungo menjadi tidak maksimal.
Penulis: Muhammad Irawan
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini