ADIL
Kata adil dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 28 kali dalam al-qur’an. Arti dasar dari al-adl adalah persamaan atau pertengahan dari dua sisi yang berlawanan. Menurut Fairuz Abadi adil adalah keseimbangan segala sesuatu. Hal itu sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW. ‘’ dengan keadilan langit dan bumi tetap berdiri ‘’. Ibnu maskawih mengatakan bahwa keadilan adalah keutamaan jiwa yang terkumpul, dari tiga kebijaksanaan, terjaganya kehormatan dan keberanian.
Ketika ketiga keutamaan di atas menyatu, maka akan terbentuk suatu kekuatan istimewa yang tidak terkalahkan dan tidak mengarah kepada hal – hal yang tidak luhur. Kekuatan itu menciptakan identitas seseorang yang menjadikannya untuk selalu memilih sikap proporsional kepada diri nya sendiri dan kepada orang lain. Dalam al – qur’an adil dipadankan dengan kata – kata al-adl, al-qisth, dan al-mizan.
Menurut pandangan umum,adil adalah menjaga hak – hak orang lain. Keadilan merupakan lawan dari ‘’ kezaliman ‘’ yang berarti merampas hak – hak orang lain. Atas dasar ini, definisi keadilan ialah memerikan hak kepada yang berhak menerimanya. Orang yang bijak juga merupakan orang yang adil. Adil juga dekat maknanya dengan ‘’ amanah ‘’. Keduanya berhubungan dengan pemeliharaan terhadap hak – hak orang lain dan memberikan hak tersebut kepada yang berhak.
Namun demikian, paling tidak ada empat makna kata adil yang sering dikemukakan. Pertama adil yang berarti sama. Kedua adil dalam arti seimbang. Ketiga adil adalah perhatian terhadap hak – hak individu dan memberikan hak – hak itu kepada setiap pemiliknya. Keempat adil yang dinisbatkan kepada ilahi. Adil disini berarti memelihara kewajaran ats berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu.
Keadilan Muhammad
Nabi Muhammad juga megajarkan harus selalu menegakkan keadilan tanpa melihat latar belakang seseorang. Beliau mengajarkan prinsip yang ada pada zaman modern diistilahkan dengan kesetaraan didepan hukum. Beliau berkata ‘’ Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti saya potong tangannya ‘’ (HR. Ahmad). Rasulullah memberitahu bahwa berbuat adil adalah sedekah yang ditulis dalam timbangan kebaikan seseorang manusia. Dan beliau juga memberitahu bahwa pemimpin yang adil akan terkabul doa- doanya. Pemimpin yang adil juga salah satu pihak yang akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat. Belia juga memberikan dorongan untuk berbuat adil dengan mengatakan bahwa orang adil akan mendapat tempat mulia diakhirat kelak. Bahkan beliau juga memrintahkan untuk berbuat adil kepada diri sendiri, karena itu jika salah satu tali sandal terlepas, ia harus melepas tali sandal yang lain.
Keadilan menunjuk pada sikap tengah, lurus, dan tidak memihak pada siapapun, kecuali pada kebenaran. Mengadili dan menempatkan manusia ama didepan hukum. Seperti Rasulullah SAW telah membuktikannya. ‘’ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan melakukan kebajikan.’’ (QS al-Nahl(16);90). Dalam Alquran pun Allah SWT. Meminta orang – orang yang beriman untuk adil. Bagi umat islam, perjuangan Nabi Muhammad SAW membahas ajaran tauhid, menegakkan akhalak, serta menciptakan tatanan masyarakat yang ideal, adil, aman, damai, dan sejahtera menyediakan contoh dan teladan yang baik. Sebagai pengikutnya, tentu saja keteladanannya harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemimpin yang baik dalam perspektif islam adalah yang adil. Itu rumus yang terpenting dan kaum muslim sangat beruntung, sebab mereka diberi keteladanan kepemimpinan yang sangat agung dari sang Nabi Muhammad SAW.
Keadilan Formal VS Keadilan Substansial
Pengadilan adalah tempat masyarakat mencari keadilan. Keadilan yang ditemukan di lembaga-lembaga pengadilan adalah keadilan yang bersifat formal. Artinya adalah pengadilan hanya dapat memutuskan suatu perkara berdasarkan bukti bukti yang dapat diterima dan berdasarkan aturan aturan hukum. Namun seringkali kita menyaksikan bahwa putusan yang dikeluarkan, meskipun sudah tepat dari segi aturan – aturan formal penegakan hukum, namun masih terasa kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Hal ini dikarenakan berbagai keterbatasan lembaga peradilan untuk mengungkap perkara yang sebenarnya. Dalam memutuskan perkara, hakim hanya dapat memutuskan berdasrkan bukti – bukti yang dikemukakan. Hal ini sesuai dengan kaidah nahnu nahkumu biz-zhawahir wallahu yatawallas-sara’ir ( kita menetapkan hukum berdasarkan hal – hal yang nyata, dan Allah menangani segala yang tersembunyi ).
Keadilan formal ini bertendensi pada teori positivisme yang mendekati gejala hidup secara alamiah belaka yakni sebagai fakta, dan tidak mau tahu tentang nilainya, akibatnya tuntutan tentang keadilan disingkirkan dari pengertian hukum. Putusan hakim berpengaruh kuat dalam proses pembentukan hukum, bahkan proses litigasi menjadi percuma untuk dilakukan. Jadi keadilan formal ini adlaah keadilan yang mengacu pada ketentuan – ketentuan formil, seperti undang – undang.
Positivisme hukum ( menyangkut juga dalam keadilan formil ) bahwa hukum yang ada juga tidak adil dan harus dipatuhi. Undang undang dianggap kramat atau dapat dikatakan sudah baku, yakni sebagai peraturan yang telah dikukuhkan Allah sendiri, atau sebagai suatu sistem logis yang berlaku bagi semua perkara karena bersifat rasional.
Keadilan yang lebih tinggi adalah keadilan substansial yaitu keadilan yang sebenarnya dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Hal ini dapat terjadi kalau hakim terbuka terhadap semua bukti yang benar dan tidak ada yang tersembunyi atau dirahasiakan untuk menzalimi salah satu pihak.keadilan substansial sendiri berkontradiksi dengan pandangan legismi( keadilan formil).keadilan substansial bahwa hukum itu menghendaki kebaruan, yang dihadapkan pada realitas yang ada. Keadilan subtansial juga bertendensi pada aliran realisme, karena tidak menerima peraturan peraturan pemerintah yang nyaris sempurna
Tetap Berlaku Adil ditengah Kebencian
Rasa benci dan kasihan dapat menyebabkan seseorang berlaku tidak adil. Ajaran Rasulullah SAW menempatkan keadilan dalam posisi tertinggi. Kebencian terhadap seseorang seharusnya tidak menyebabkannya mendapatkan hukuman yang melebihi ketentuan yang berlaku. Menurut M.Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, keadilan merupakan kata yang menunjuk substansi ajaran islam. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan tertinggi, Islam tidak demikian.
Karena kasih dalam kehidupan pribadi apalagi masyrakat dapat berdampak buruk. Adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika seseorang memerlukan kasih, maka dengan berlaku adil anda dapat mencurahkan kasih kepadanya. Jika seseorang melakukan pelanggaran dan wajar mendapat sanksi yang berat, maka ketika itu kasih tidak boleh berperan karena ia dapat menghambat jatuhnya teapan hukum atasnya. Ketika yang dituntut adalah adil, yakni menjatuhkan hukuman setimpal atas kesalahan yang diperbuatnya.
MEMENUHI JANJI
Memenuhi janji dalam bahasa arab disebut al-wafa’ yang berarti “penyempurnaan”. Kalimat dalam bahasa arab awfaytukasy-syai’a (aku telah memenuhi sesuatu untukmu) dapat diucapkan jika seorng telah memenuhi semua persyaratan dan menyempurnakan sesuatu itu terhadap lawan bicaranya. Sedangkan kalimat tawaffaitusy-syai’a wa-staw faytuhu (saya telah menyelesaikan sesuatu dan menghabiskannya) dapat diucapkan jika seseorang telah mengambil sesuatu secara keseluruhan tanpa meninggalkan suatu bagian pun. Bentuk lain pengembangan ini adalah tuwuffya atau wafatu yang berarti “Meninggal dunia karena telah sempurna hidupnya didunia”.
Sifat menepati janji adalah turunan dari sifat Allah SWT. Karen Allah SWT. Tidak pernah mengingkari janji-janjin-Nya. Allah SWT. Juga memasukkan sikap memenuhi janji adalah salah satu ciri orang bertaqwa.Disamping itu Allah SWT.Juga menjamin keberuntungan (falah) bagi orang-orang mukmin yang menjaga amanah dan memenuhi janji didunia dan menjadi penghuni surge firdaus diakhirat kelak.
Janji, Komitmen, dan Sumpah
Janji adalah suatu transaksi antara dua orang atau lebih dimana salah satunya akan melakukan sesuatu dimasa yang akan dating. Varian dari janji adalah komitment dan sumpah.Komitment memiliki kekuatan yang paling rendah diantara ketiganya. Meskipun kekuatanya paling rendah, tetapi terlaksana atau tidaknya suatu komitmen mempengaruhi kedudukan dan pengaruh seseorang dimata orang lain. Sumpah adalah janji yang dikuatkan dengan sesuatu yang sakral, biasanya dengan menyebut nama Tuhan dn memakai kitab suci sebagai penguat. Pelanggaran terhadap sumpah mempunyai konsekuensi yang lebih berat dari pada pelanggran janji dan komitmen. Kalau dikembangkan termasuk dalam hal ini adalah perjanjian,kesepakatan, akad, dan kontrak.
Janji-Janji yang Harus Dipenuhi
Secara garis besar ada empat macam janji yang harus dipenuhi:
Janji kepada Allah SWT.
Janji terhadap nabi Muhammad SAW.
Janji terhadap sesame manusia
Janji kepada diri sendiri
Teladan Nabi Muhammad SAW. Dalam Memenuhi Janji
Akhlak Rasulullah yang patut menjadi panutan.Rasulullah Saw senantiasa menepati janji. Jika kita menengok kembali sejarah kehidupan Rasulullah, maka kita akan temukan banyak contoh yang membuktikan bahwa beliau adalah orang yang selalu menepati janji dan tidak pernah menipu. Ketika Rasulullah memasuki Kota Madinah, beliau membuat perjanjian dengan kaum Yahudi seperti hanya beliau juga membuat perjanjian dengan kabilah-kabilah yang hidup di sekitar Kota Madinah, tetapi mereka semua mengkhianati perjanjian-perjanjian yang sudah di sepakati bersama antara Rasulullah (sebagai wakil kaum muslim) dengan kaum Yahudi.
Akibatnya, pertempuran pun terjadi di antara mereka. Rasulullah yang sudah mengingatkan akan kedustaan yang telah dilakukan Yahudi. Perang Badar pun tak terelakkan. Di sana, Allah menghukum para Yahudi dengan memenangkan Perang Badar tersebut pada pihak kaum muslim.
Saat Perang Badar berlangsung sengit, Abu Jahal dari golongan Yahudi mempunyai tekad untuk membunuh Rasulullah. Di padang pertempuran, ia mencari-cari beliau. Ketika perang sedang berlangsung, tentara Abu Jahal membawa dua orang musafir di hadapannya.Setelah memeriksa kedua orang itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, Abu Jahal bertanya, “Kalian mau ke mana?”
“Kami akan pergi ke Madinah,” jawab segerombolan orang itu.
“Jangan bohong!Kalian akan membantu Muhammad, bukan?” kata Abu Jahal.
“Tidak, kami akan pergi ke Madinah,” ulang mereka.
“LIhat aku.Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan kalian sekarang. Kalau kalian berjanji kepadaku tidak akan membantu Muhammad, aku akan melepaskan kalian. Kalau tidak, aku akan membunuh kalian,” kata Abu Jahal.
“Kami berjanji kepadamu.Kami akan pergi ke Madinah, bukan untuk membantu Muhammad,” kata mereka.
Abu Jahal pun berkata, “Kalau begitu pergilah.Kalian bebas.Tapi kalau sampai kalian tidak menepati janji, akan kukejar kalian.”
Segerombolan orang itu segera meninggalkan tempat itu.Tidak lama kemudian, segerombolan itu sedang bersama Rasulullah. “Wahai Rasulullah, saat bertemu dengan Abu Jahal tadi, kami sudah mengatakan kepadanya bahwa kami akan pergi ke Madinah. Tapi Allah tahu kami ada di sini untuk membantumu.Kami menunggu perintah darimu.Perintahkanlah kami dan kami akan melakukan apa saja sebisa kami.” Rasulullah yang mendengar mereka tanpa berkata apa-apa, tidak senang dengan hal itu. Beliau ingin semua orang menepati janji. Beliau membenci kebohongan.Bahkan meskipun di tengah perang, perbuatan ini tidak bisa dibenarkan.
Di lain pihak, beliau tidak ingin membuat orang-orang itu tersinggung. Dengan sopan beliau berkata, “Cepatlah pergi ke Madinah.” Kedua orang itu terkejut.Ketika tentara sangat membutuhkan bantuan di tengah peperangan, bagaimana mungkin mereka kembali ke Madinah?Rasulullah melanjutkan perkataan beliau, “Kalian harus menepati janji yang sudah kalian buat.”
Segerombolan orang itu memahami betapa berhati-hatinya Rasulullah dalam menepati janji.Itu adalah pelajaran berharga untuk mereka.Demi menepati janji mereka kepada Abu Jahal, mereka pun pergi ke Madinah. Dengan begitu, mereka juga akan bisa menyampaikan salam Rasulullah kepada Ruqayyah yang sedang sakit di Madinah.
Penulis :
Anggi afrianti (C1f017008)
Nurdiani (C1f017004)
Risma wanti (C1f017012)
Prodi Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jambi
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini