Jakarta, Oerban.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah ikut mengkritisi adanya wacana penundaan Pemilu di 2024 mendatang. Menurut Fahri, dalam demokrasi jadwal pergantian pimpinan adalah ritual yang pasti, karena dalam demokrasi kita tidak percaya lagi bahwa ada orang yang tak tergantikan.
“Dalam demokrasi semua pemimpin atau seluruh orang dianggap sama, karena yang penting adalah sistemnya bukan orangnya,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (3/3/2022).
“Kita tidak boleh lagi mendewakan pemimpin. Mereka manusia biasa seperti kita,” imbuhnya.
Mantan Wakil Ketua DPR itu menegaskan, mengganti pemimpin bukan bencana, KPU dan DPR telah menyepakati 14/2/2024 Indonesia Pemilu. Semuanya sudah berlangsung baik terutama dalam dua pemilihan presiden langsung yang terakhir.
Jadi menurutnya, stop bermain-main, jangan coba-coba mencoreng wajah ibu pertiwi dengan permainan konyol. Jangan rusak apa yang sudah diperjuangkan dengan susah payah dan dijaga setiap hari. Jangan bermain api nanti terbakar sendiri. Sejarah pemimpin Indonesia penuh onar dan duri.
Dari seluruh pemimpin yang ada, tambah dia, sebagiannya adalah para pendiri bangsa. Jika kita berbicara karya-karyanya memang luar biasa, tapi kalau kita berbicara akhir kehidupannya, terlalu banyak kisah sedih yang membuat kita harus belajar bagaimana mengakhiri kekuasaan secara baik dan bijaksana.
“Di antara yg memilukan dalam sejarah kita adalah bagaimana pemimpin berakhir dengan tidak baik; dikudeta, diturunkan di tengah jalan, di-demonstrasi, bahkan dihapus namanya dalam sejarah,” jelasnya.
Fahri mengatakan, cara berakhirnya seorang presiden sangat menentukan perjalanan bangsa ke depan. seorang presiden yang berakhir karena dikudeta biasanya menciptakan kudeta selanjutnya. Setiap presiden yang berakhir pilu menciptakan dendam bagi generasi pendukungnya di masa selanjutnya.
“Pelajaran ini harus kita ingat dan kita harus jaga presiden kita sepanjang sejarah masa depan, termasuk presiden yang sekarang Pak Jokowi supaya berakhir dengan baik. Saya bukan pemilih dan pendukung beliau, tapi saya tidak mau ada lagi ada presiden yang berakhir dengan cidera,” tuturnya.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini