Jakarta, Oerban.com – Enam anggota dan mantan anggota parlemen dari Indonesia, Kamboja, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand membuat resolusi bersama terkait aksi kekerasan yang dilakukan junta militer di Myanmar.
Resolusi bersama tersebut meminta Pemerintah Negara-negara ASEAN untuk mengambil langkah tegas dari krisis tersebut. Mewakili Indonesia, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menghadiri konferensi pers yang berlangsung secara virtual tersebut.
Masyarakat ASEAN bercita-cita mewujudkan kawasan regional yang damai, demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pemerintah di negara-negara ASEAN dinilai gagal dalam menangani krisis yang sedang berlangsung di Myanmar.
Terlebih saat para aktivis pro-demokrasi Myanmar tewas dalam bentrokan dengan junta militer. Pemerintah di negara-negara ASEAN tidak mampu menunjukkan sikap politik dan bersatu untuk memaksa junta militer mengakhiri aksi brutal tersebut.
“Saya mengutuk keras aksi brutal militer Myanmar terhadap para demonstran pro demokrasi yang menyebabkan jatuhnya puluhan korban tewas, luka-luka, dan penahanan ribuan orang tanpa proses hukum,” tegas Fadli Zon dalam video conference-nya, seperti dikutip dari website DPR, Rabu (17/3).
Menurut para perwakilan parlemen negara ASEAN yang hadir dalam acara tersebut, aksi brutal yang terjadi di Myanmar menunjukkan tidak mampunya pemerintah negara-negara ASEAN dalam menangani krisis regional.
Selama beberapa dekade terakhir pun, pemerintah negara ASEAN dinilai gagal melindungi warganya dalam berbagai krisis seperti bencana kabut asap transnasional, bencana kemanusiaan Rohingya, hingga sejumlah aksi demokrasi dan kekerasan terhadap HAM.
Kegagalan tersebut, dinilai mereka, disebabkan doktrin non-intervensi yang dianut oleh pemerintah negara ASEAN. Doktrin ini dinilai tidak lagi relevan dan menjadi batu sandungan bagi perkembangan demokrasi partisipatif dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat ASEAN.
Para Anggota Parlemen menuntut agar pemerintah ASEAN meninggalkan doktrin tersebut dan melakukan pendekatan yang konstruktif serta mengutamakan keterlibatan kritis.
Perwakilan tersebut juga mendesak seluruh pemerintah negara ASEAN untuk bersatu dan mengambil sikap tegas agar junta Myanmar segera membebaskan seluruh tahanan politik, mengembalikan situasi politik di Myanmar seperti sebelum terjadinya kudeta pada 1 Februari 2021, serta menghargai suara masyarakat dalam Pemilu Myanmar 2020.
“Seluruh pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian para aktivis pro-demokrasi harus diproses secara hukum. Jika Myanmar tidak mampu melakukannya, Pemerintah ASEAN harus bersatu dan menangguhkan keanggotaan Myanmar dari keanggotaan ASEAN, serta menjatuhkan sanksi perdagangan ekonomi kepada junta militer Myanmar,” dikutip dalam resolusi bersama.
Hadir dalam konferensi pers tersebut diantaranya Pemimpin Oposisi Kamboja Sam Rainsy, Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon, Pemimpin Oposisi Pemerintah Malaysia Anwar Ibrahim, Senator dan Mantan Pimpinan Mayoritas Senat Filipina Francis Pangilinan, Mantan Anggota Parlemen dan Deputi Juru Bicara Singapura Charles Chong, dan Mantan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini