email : [email protected]

23.1 C
Jambi City
Saturday, November 23, 2024
- Advertisement -

WIDYAISWARA, PENDIDIK YANG TERLUPAKAN ?

Populer

Oleh : Hendri. Y

(Penulis adalah Widyaiswara BPP Jambi Kementan – RI sekaligus Ketua Alumni KAMMI Provinsi Jambi)

Setiap kali ditanyakan profesi pendidik, maka “guru” adalah jawaban pertama. Pandangan guru sebagai pendidik adalah benar dan sudah menjadi standar dunia pendidikan. Selanjutnya profesi “dosen” yang menjadi nominasi kedua dalam dunia pendidikan, meskipun secara “gengsi” dosen punya posisi yang lebih untung. Lalu bagaimana dengan “widyaiswara”?

Belum banyak referensi yang mengupas tentang widyaiswara ini. Penulis mencoba melakukan penelusuran melalui mesin pencari google, dari hasil pencarian ternyata kata widyaiswara sebagai sebuah subjek pengakaji atau objek kajian masih sangat terbatas. Justru yang  muncul adalah tentang peraturan yang berkaitan dengan profesi widyaiswara. Kenapa bisa begitu?

Ada beberapa alasan yang membuat kata widyaiswara tidak terlalu familiar di dunia nyata maupun maya.

Pertama, minimnya artikel yang mengupas tentang widyaiswara

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mesin pencari akan lebih mudah menemukan satu kata manakala kata tersebut paling  sering ditulis atau dikupas sehingga menjadi tranding topik. Oleh sebab itu jika ingin kata widyaiswara menjadi objek pencarian, mestinya kata tersebut terus dipublis sebanyak mungkin agar semakin framing. Disinilah tuntutan dan beban moral bagi widyaiswara agar terus memperkenalkan kata “widyaiswara”. Hal tersebut bisa melalui penulisan artikel media masa, jurnal ilmiah, tulisan lepas, ataupun dengan menggunggah biodata widyaiswara melalui akun media sosial sebagai sebuah identitas.

Minimnya artikel yang memuat kata widyaiswara ini baik opini terbuka atau jurnal ilmiah menjadi tugas bersama kelompok widyaiswara untuk terus berkarya dan mempublis karya-karyanya ke berbagai media. Dengan demkian diharapkan “widyaiswara” makin dikenal dikhalayak.

Kedua, terbatasnya ruang interaksi sosial

Biasanya widyaiswara terlokalisir pada kegiatan-kegiatan formal pelatihan dan pendidikan penjenjangan. Interaksi antar widyaiswara lebih kepada fasilitator dengan audien, sementara audien yang menggunakan jasa fisilitasi dari widyaiswara juga terbatas. Apalagi program pelatihan saat ini sudah terpola sedemikian rupa sehingga menjadi faktor pembatas bagi widyaiswara karena audiennya sudah ditetapkan berdasarkan program kementerian masing-masing. Berbeda dengan guru dan dosen yang ruang interaksi sosialnya begitu luas bahkan tanpa batas. Guru misalnya selain berinteraksi dengan murid, juga berinteraksi dengan wali murid. Tidak hanya diruang kelas namun juga diruang-ruang publik. Sementara dosen jauh lebih luas lagi, dimana selain berinteraksi dengan mahasiswa, juga berinteraksi dengan masyarakat luas karena Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni melakukan penelitian dan pengabadian pada masyarakat.

Baca juga  BERHASIL UJI COBA INPARA 3 DI LAHAN MILIKNYA, BAPELTAN JAMBI DORONG WIDYAISWARA UNTUK TERUS BERKARYA GUNA KEMAJUAN PERTANIAN

Setidaknya hal inilah yang penulis rasakan, bahwa ruang interaksi sosial lebih banyak diruang-ruang pelatihan. Setelah kegiatan pelatihan putuslah kembali hubungan tersebut.

Meski belakangan ini, widyaiswara juga dituntut agar memiliki kompetensi sosial, dimana seorang widyaswara didorong untuk terlibat aktif ditengah-tengah masyarakat dan berkontribusi secara sosial.

Ketiga, belum munculnya widyaiswara sebagai tokoh

Masyarakat akan lebih mudah kenal dengan seorang tokoh. Tokoh disini bukan hanya tokoh elit seperti pejabat negara, namun juga tokoh masyarakat yang namanya menjadi sumber rujukan. Untuk menjadi sumber rujukan, tentunya mesti ada karya yang fundamental dan fenomenal yang dihasilkan oleh widyaiswara. Karya tersebut terus didiseminasi kelapisan masyarakat pengguna, dan jangan lupa untuk dipublis ke masyarakat luas melalui media yang ada.

Widyaiswara sebagai tokoh harus berani tampil memperkenalkan apa itu widyaiswara dan bangga sebagai widyaiswara. Inilah yang akan membawa nama harum dan mengangkat identitas widyaiswara sebagai sebuah profesi pendidik sehingga tidak terlupakan. (bersambung)

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru