email : [email protected]

23.6 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

7 Faktor yang Melatarbelakangi Bullying, Ditinjau dari Psikologi Pendidikan (Bagian 1)

Populer

Penulis: Ghina Syauqila

Sahabat, perundungan atau bullying saat ini masih menjadi sebuah masalah ‘membudaya’ tak terelakkan yang terjadi pada kawula pelajar, baik anak-anak hingga remaja. Bullying disebabkan oleh banyak hal, yang mana penyebab-penyebab bullying akan kita bahas pada artikel ini. Melalui kacamata psikologi, ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya bullying alias perundungan.

Pola asuh orang tua

Pola asuh yang keliru dapat menjadi awal mula permasalahan psikologis pada anak yang berdampak pada sikap, perilaku, dan kehidupannya. Dalam psikologi, dikenal tiga bentuk pola asuh, yaitu pola asuh demokratis, pola asuh permisif, dan pola asuh otoriter, yang mana penjelasannya kurang lebih dapat Sahabat dapatkan dari artikel ini (Attachment Style, Output dari Pola Asuh yang Berefek Hingga Dewasa).

Pola asuh yang paling ideal adalah pola asuh demokratis. Pada pola asuh demokratis, orang tua memfasilitasi anak untuk mempelajari dan mengeksplorasi hal yang mereka ingin-kan, namun orang tua juga tetap memberikan pengawasan dan kontrol dengan porsi tepat, sehingga anak tidak merasa terkekang, namun juga tidak melampaui batas. Pola asuh demokratis ini akan membantu anak untuk tumbuh menjadi anak yang percaya diri, berani mencoba, berdaya juang tinggi, mudah beresiliensi, paham terhadap dirinya sendiri, dan pantang menyerah.

Selanjutnya, pada pola asuh permisif, orang tua membebaskan anak-anaknya untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan, namun tidak ada kontrol yang kuat dari orang tua sehingga anak dapat tumbuh menjadi orang yang terlalu bebas, manja, suka memaksakan kehendak, merasa mendominasi, memiliki egosentrisme yang tinggi, dan melakukan apa saja yang ia inginkan tanpa memikirkan orang lain. Akibat dari pengasuhan orang tua yang salah, perilaku anak tidak dapat dikontrol. Jika dikontrol, anak akan memberontak. Jika orang tua terus-terusan mendidik anak dengan pola asuh permisif ini, maka orang tua akan terus mengalah kepada anak, sehingga anaklah yang memegang kuasa, merasa dapat memperoleh apapun yang ia mau—merasa superior.

Baca juga  Menjaga Kesehatan Mental dengan Cara Mencintai Diri Sendiri

Sedangkan pola asuh otoriter, di mana orang tua memberikan pengendalian dan pengekangan yang ketat hingga membuat anak tersiksa secara batiniah akan menjadikan anak tumbuh menjadi orang yang merasa inferior, tidak percaya diri, rendah diri, tidak tahu apa yang ia inginkan, sulit mengenali jati dirinya, dan mudah berputus asa.

Trauma dari masa lalu yang tenggelam di alam bawah sadar
Adanya trauma dan tekanan yang pernah dialami di masa lalu juga berperan besar membentuk kepribadian seseorang. Menurut teori Sigmund psikoanalisa Freud, kepribadian seseorang di masa mendatang dipengaruhi oleh masa kanak-kanaknya. Menurut Freud pula, tingkatan psyche (kejiwaan) seseorang yang terbagi menjadi tiga—alam sadar, alam pra-sadar, dan alam bawah sadar—khususnya alam pra-sadar dan alam bawah sadar—menjadi tempat bertumpuknya pengalaman-pengalaman dan informasi yang diperoleh di masa lalu, serta mempengaruhi proses persepsi seseorang. Seluruh pengalaman dan informasi teronggok di alam pra-sadar. Segala pengalaman dan informasi yang menyenangkan dan diharapkan individu dapat naik ke alam sadar, sedangkan pengalaman dan informasi yang menyedihkan, buruk, menakutkan, menjengkelkan, menyakitkan, tidak diharapkan, ataupun yang tidak penting ditekan ke alam bawah sadar—tenggelam di sana. Pengalaman dan informasi yang tidak diharapkan dan ditekan ke alam bawah sadar itulah yang membentuk kepribadian seseorang secara tidak langsung. Biasanya, individu tidak sadar bahwa kepribadiannya dibentuk dan ditempa dari pengalaman buruk dan tidak menyenangkannya di masa lalu. Dan pengalaman yang buruk dan tidak diharapkan tersebut biasanya dapat menimbulkan trauma bagi seorang individu.

Serangkaian kejadian buruk di masa lalu tersebut dapat menumpuk di alam bawah sadar pelaku bullying, hingga saking bertumpuknya, akhirnya di suatu hari ‘kantung memori tidak menyenangkan’ di alam bawah sadar itu meledak, dan melampiaskan ledakan emosinya dengan merundung orang lain.

Baca juga  Sebuah Fenomena: Generasi Z, Konsumsi Digital, dan Mispersepsi Mental Health Awareness

Nah, itulah dua dari tujuh faktor penyebab perundungan. Lima lainnya akan kita bahas di artikel selanjutnya yang dapat Sahabat baca di sini (7 Faktor yang Melatarbelakangi Bullying, Ditinjau dari Psikologi Pendidikan (Bagian 2)).

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru