Kota Jambi, Oerban.com – Belanja online kini menjadi salah satu tren perbelanjaan yang banyak digemari orang. Selain dapat memilih barang tanpa harus keluar rumah, prosesnya pun dapat dilakukan dengan cepat melalui gawai. Lalu pembayarannya pun dapat dilakukan dengan mentransfer sejumlah uang atau bahkan bisa langsung membayar ketika barang telah sampai (cod). Maka pembeli akan menerima barang pesanan tersebut.
Lalu bagaimanakah fikih mengenai ketentuan proses belanja online tersebut menurut Islam? Dikutip dari buku Fikih Muamalah Kontemporer karya Ust. Dr. Oni Syahroni Ma, beliau menjelaskan tentang proses transaksi jual beli secara online. Berikut penjelasannya :
Jual beli online dibolehkan dengan ketentuan barang yang dibeli halal dan jelas spesifikasinya, barang yang dibutuhkan (tidak ada unsur tadbzir), ada hakl pembeli untuk membatalkan atau melanjutkan (menerima) jika barang diterima tidak sesuai pesanan, serta sesuai dengan skema jual beli.
Hal ini didasarkan telaah terhadap standar syariah Internasional AAOIFI, fatwa DSN MUI terkai dengan jual beli dan ijarah, serta kaidah-kaidah fikih muamalah terkait. Di antara rambu-rambu fikih terhadap belanja online, pertama, apa yang dibeli? Barang-barang yang kita beli harus memenuhi kriteria seperti :
- Barang atau jasa yang halal. Oleh karenanya tidak diperkenankan berbelanja barang yang haram baik karena fisik seperti memabukkan, atau non fisik seperti mainan yang merusak moral anak-anak.
- Barang atau jasa yang diprioritaskan untuk dimiliki. Tidak membeli yang tidak dibutuhkan atau tersier agar tidak mengakibatkan pemubadziran yang dilarang. Ini didasarkan pada firman Allah yang artinya “sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-suadara syaitan…” (Q.S. Al-Isra` 27)
Rambu yang kedua, bagaimana cara membelinya? Transaksi jual beli, baik tunai atau tidak (barang secara tunai sedangkan pembayaran tidak, diperbolehkan). Berdasarkan skema jual beli antara pemilik pemilik produk dan pembeli melalui market place, penjual berhak mendapatkan margin atas produk yang dijualnya sesuai kesepakatan. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw, yang artinya “dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi).
Ketiga, diprioritaskan berbelanja pada tempat berbelanja atau lapak yang bisa memberikan kontribusi kepada penguatan ekonomi masyarakat dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan.keempat, berbelanja diniatkan beribadah keada Allah Swt. Sehingga setiap berbelanja itu untuk keperluan ibadah kepada Allah Swt, seperti membeli mainan untuk anak-anak maka dipilih mainan yang mendidik anak. Bukan sekedar bermain apalagi merusak pendidikan anak.
Jual beli online seperti melalui lapak dan sejenisnya dalam jual beli online itu sah dengan ketentuan sebagaimana diatas, yang merujuk pada pendapat ulama ahli fikih yang membolehkan transaksi antara penjual dan pembeli yang berbeda tempat. Juga pendapat mayoritas ulama yang membolehkan transaksi atas barang inden atau ready stock tetapi dikirim kemudian, transaksi ini dikenal dengan Al-Bai Al-Maushuf Fi Dzimmah ataujual beli dengan objek yang inden tetapi diketahui spesifikasi dankarakteristiknya. Juga tas keputusan otoritas internasional yang memperkenankan ijab Kabul dan serah terima melalui online apabila tradisi pasar dan otoritas mengakui hal tersebut.
Editor : Renilda Pratiwi