Jakarta, Oerban.com – Presiden Jokowi menginginkan agar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), direvisi saja jika tidak dapat memberikan rasa keadilan pada masyarakat luas, hal itu disampaikan saat acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri pada Senin (15/2).
Menanggapi rencana revisi UU ITE dari presiden, Rocky Gerung menilai jika hal tersebut tidak serius dan hanya sekedar untuk mengecek ombak.
“Beliau (Jokowi) sekedar tes ombak, seberapa serius tanggapan publik, tapi saya anggap publik tidak akan layani itu karena berkali-berkali ombaknya ombak palsu,” Kata Rocky di akun youtubenya pada Selasa (16/2).
Rocky menyebut jika selama periode pemerintahan Jokowi, masyarakat hidup di dalam gelombang ketidakpercayaan. Menurutnya, rencana untuk merevisi UU ITE hanyalah gelombang baru yang diciptakan untuk menutupi gelombang sebelumnya.
Gelombang sebelumnya yang dimaksud oleh Rocky adalah pernyataan Jokowi yang meminta masyarakat untuk memberi kritik kepada pemerintah, Rocky menyebutnya sebagai sebuah harapan palsu.
Lebih lanjut, Rocky menjelaskan jika UU ITE hanyalah alat untuk mengendalikan oposisi. Jadi menurut Rocky, poin sebenarnya adalah pada ada atau tidaknya oposisi.
“Percuma jika UU ITE direvisi tapi oposisi tidak diakui, presiden Jokowi sendiri yang menyebutkan, negeri ini demokrasi kita tidak memerlukan oposisi karena kita pancasilais,” Jelasnya.
Jadi menurut Rocky, pemikiran presiden yang menghendaki tidak adanya oposisi sudah final, maka ketika UU ITE direvisi, akan tetap ada cara lain untuk membungkam oposisi.
Jadi yang harus diperbaiki sebenarnya adalah cara Jokowi melangkah dalam trek demokrasi, bukan dengan mensponsori Omnibuslaw atau membiarkan korupsi di lingkaran istana terus terjadi.
“Bukan Undang-Undangnya yang direvisi, tapi cara beliau (Jokowi) berpikir tentang demokrasi,” Tegas Rocky.
Intinya kata Rocky, istana tidak paham demokrasi, kalau dia paham demokrasi, maka problemnya bukan sekedar pada UU ITE, tetapi pada aturan kebebasan berpolitik.