Oleh : Arridho Hakim
(Sekjend KAMMI Daerah Kota Jambi)
“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”
Kota Jambi, Oerban.com – Visi Mencerdaskan Kehidupan Bangsa menjadi tantangan dan pr bersama dalam mengisi kemerdekaan. Kerapkali kita selalu menilai dengan bertambahnya pengetahuan maka bertambah pulalah integritas kita, bertambah pulalah kepintaran dan kepandaian kita.
Tapi sebenarnya bukan demikian memaknai pengetahuan. Sikap kita terhadap pengetahuan itu sendirilah yang akan menentukannya. Bukan hanya sekedar pintar dan pandai, tetapi bagaimana supaya bisa terciptanya kehidupan yang mampu merawat diri, sehingga menghasilkan nilai-nilai kehidupan yang sempurna.
Kita tahu bahwa 2 Mei menjadi momen kelahiran Ki Hajar Dewantara sekaligus menjadi peringatan Hari Pendidikan Nasional. Akan tetapi, kita hanya megetahui secara simbolik saja mengenai hari pendidikan, mengenai semboyannya, mengenai sosok Ki Hajar itu sendiri.
Tanpa tahu bagaimana pemikiran beliau, bagaimana gagasan modern beliau tentang rencana pendidikan dimasa depan, yang ternyata jika dikaji masih sangat relevan untuk diterapkan saat ini.
Bahkan dari pemikiran beliau, kita akan menemukan bahwa konsep-konsep pendidikan di Negara maju persis seperti gagasan pendidikan beliau. Namun sekali lagi kita hanya tahu momen seremonial semata, sehingga saat ini bagaimana pendidikan kita, sekolah kita, rumah kita, lingkungan kita, tak mencerminkan konsep-konsep itu.
Tak banyak yang tahu bahwa lantangnya beliau dengan gagasan pendidikannya sampai terdengar di telinga Maria Montessori seorang penggagas metode montesori dari italia dan Rabindranath Tagore seorang sastrawan, pendidik dari India, peraih nobel bidang sastra pertama dari luar Eropa, yang kemudian membuat tokoh tersebut terinsipirasi akan terbentuknya Taman Siswa yang lahir atas sistem pembodohan memenjara dan keinginan untuk memberikan sumbangsih terbesar untuk dunia pendidikan, serta keinginan untuk segera merdeka, sehingga maria dan rabindranath mengadopsi hal yang serupa. Itu membuktikan bahwa tokoh-tokoh pendidikan kelas dunia respek terhadap Ki Hajar Dewantara.
Pada saat era dimana Revolusi Indutri meledak dan booming, sistem pendidikan mengikuti revolusi industri. Keseragaman, kesamaan kecerdasan, kesamaan jam makan, semuanya dipukul rata dan disamakan. Tujuannya apa? efisiensi! Karena ketidaksamaan, diservifikasi, membuat industri tidak efisien, dan trend itu terus berlanjut hingga masa kolonial.
Kemudian kolonial masuk dan diterapkan di Indonesia. Namun, Ki Hajar Dewantara hadir untuk menentang itu, dia percaya bahwa pendidikan itu berbasis kearifan lokal dan bagaimana menjadi sistem yang terukur, sistem yang baik, sehingga semua potensi pengetahuan bisa dikeluarkan dengan baik dan menghasilkan hasil yang paripurna.
Kita melihat bahwa negara-negara maju hanya menerapkan waktu selama 6 jam, sedikit lebih ringan untuk belajar. Bahkan dalam mengenyam pendidikan mereka menerapkan budaya work life balancing. Ada keseimbangan antara hidup dan bekerja, ketika jam bekerja tak ada yang santai, dan ketika santai jangan ada yang coba-coba bekerja.
Tentu dalam memandang dunia pendidikan Kita harus tumbuh berdasarkan kodrat (kalau dia bibitnya padi, jangan diharpkan ia menjadi jagung, kalau ia jagung jangan diharapkan tumbuhkan sebagai kedelai) artinya diberikan perlakuan sebaik mungkin berdasarkan kodrat dan potensi terbaik yang dimiliki.
Namun tak luput pula kita saat ini seringkali mendengar stigma bahwa jatah mendidik hanya untuk guru, orang tua lupa bagaimana cara untuk mengasuh, orang tua hanya sekedar membiayai pendidikan keluarga.
Padahal kita tahu bahwa cinta, kasih sayang, pengertian, dan perhatian hanya didapatkan dari orang tua. Sekiranya orang tua akan tetap menjadi madrasah pertama bagi anak-anak nya.
Pendidikan adalah kunci, pendidikan adalah penumbuhan karakter dan karakter itu tentu saja lengkap, yang disana memunculkan perilaku masyarakat. Ditambah lagi hari pendidikan kali ini berada dibulan Ramadan yang tentu akan memiliki pesan ganda.
Pesan bahwa bulan ini merupakan bulan training, pelatihan untuk mengendalikan hawa nafsu, serta pelatihan untuk meningkatkan ketakwaan. Karena itulah pelatihan pendidikan di bulan tarbiyah (pendidikan) memiliki makna dua kali lipat dan menghasilkan hasil yang sempurna untuk kehidupan.
“Di Depan Menjadi Teladan, di Tengah Membangun Semangat, di Belakang Memberikan Dorongan”
Selamat hari pendidikan nasional!
Editor : Renilda Pratiwi