Bogor, Oerban.com – Salah satu capaian Kementerian Pertanian dalam pembangunan pertanian adalah meningkatnya petani milenial dengan rentang usia 16-39 tahun. Keterlibatan generasi muda bukan tanpa alasan, semakin masifnya penerapan teknologi digital di dalam sektor pertanian Indonesia menjadi penarik minat generasi muda.
Untuk itu, Kementerian Pertanian menyiapkan langkah antisipasi dengan memaksimalkan petani muda agar dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi digital dalam setiap kegiatan pertanian.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menegaskan Kementan terus berupaya mengubah wajah sektor petanian mengandalkan para petani muda dan pemanfaatan teknologi digital.
“Pembangunan pertanian ke depan akan semakin mengandalkan para petani muda dengan teknologi digital, terutama sebagai strategi untuk memperkuat produksi dan distribusi. Agripreneur muda yang melek teknologi adalah potensi dan mitra strategis memecahkan kendala distribusi serta lemahnya akses pasar petani selama ini,” tutur Mentan SYL.
Mentan Syahrul pun menjelaskan naiknya jumlah pemuda di sektor pertanian di masa pandemi ini dapat menjadi momentum tepat untuk memperluas adopsi teknologi di sektor pertanian.
Sebanyak 85,62 persen di antara mereka merupakan pengguna internet dan berpeluang menjadi early adopter dari teknologi digital di sektor pertanian.
Pada acara Milenial Agriculture Forum (MAF) bertajuk Agribisnis 4.0: Arus Baru Optimalisasi Teknologi Digital Pertanian dan Peternakan di Era Milenial Menuju Pertanian Maju, Mandiri dan Modern, Jumat (03/11/2021), Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengungkapkan bahwa kehadiran teknologi digital pertanian dapat menghubungkan petani langsung dengan konsumen dapat mempersingkat rantai pasok.
Dengan demikian para petani juga dapat mengurangi ketergantungannya dengan tengkulak.
“Generasi milenial harus bisa membaca peluang pasar. Kalau anda bertani ubi, ya jangan jual ubi. Simpan dulu hasil produksi anda. Olah menjadi tepung ubi, atau keripik ubi, dan bahan olahan lainnya. Sehingga bisa menghasilkan uang yang banyak,” ujarnya.
Dedi menambahkan, bahwa pertanian bisa menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.
“Generasi milenial pasti sudah sangat paham dengan teknologi. Gunakan teknologi untuk mengolah hasil pertanian kalian. Sehingga memiliki ciri khas. Jangan gunakan cara lama. Langsung menjual harga produksi. Untungnya sangat sedikit,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar IPB, Rachmat Pambudi, menyapa dan memotivasi peserta MAF yang terdiri dari mahasiswa Politeknik di bawah naungan Kementan serta generasi muda lainnya baik yang tergabung secara offline maupun online.
Rachmad menjelaskan tingginya peran serta generasi milenial pada sektor pertanian tak terlepas dari peran pendidikan tinggi pertanian.
“Saat ini, telah terjadi perubahan luar biasa dalam proses produksi, pengolahan, logistik penyimpanan, pergudangan, pencadangan, distribusi, perdagangan dan pemasaran hasil pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perhutanan, peternakan, perikanan),” katanya.
Selain itu, gejolak harga pangan dunia juga sangat berpengaruh pada akses pangan keluarga, kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Sehingga komoditas pertanian dan pangan menjadi andalan dan tulang punggung ekonomi Indonesia.
Rachmat menambahkan, bahwa petani milenial saat ini harus percaya diri berwirausaha.
“Meskipun sudah ada starbucks, kita tetap bisa membuka kedai kopi. Meskipun sudah ada dunkin donuts, buktinya J.Co tidak kalah bersaing,” ungkapnya.
Dari sisi generasi milenial, hadir memberikan kiat sukses Marthin Laurentius, peternak domba sukses yang juga owner Ramoti Farm.
“Saya memulai usaha pada 13 September 2019 bekerjasama dengan peternak di Sukabumi dengan sistem bagi hasil. Setelah 1 tahun bermitra, kami memutuskan untuk berdiri masing-masing pada tanggal 20 September 2020. Kemudian, pada tanggal 07 Oktober 2020 membangun kandang yang berlokasi di Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Pada tanggal 03 Desember 2020, bibit ternak domba masuk ke kandang sejumlah 100 ekor,” kisah Marthin.
Dalam menjalankan usahanya Marthin pun mengalami pasang surut. Banyak yang awalnya meragukan usahanya, tetapi ia tak gentar.
“Hak mereka untuk meremehkan, kewajiban kita untuk membuktikannya. Saya juga ingin mengajak rekan-rekan untuk tidak mengejar target hingga tercapai, tetapi berusaha untuk melampaui target,” tegas Marthin.
Penulis: Nurlaily