email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

High Achiever dan Kerentanan Terhadap Depresi

Populer

Oleh : Ghina Syauqilah

Sarjana Psikologi Universitas Jambi 

Sahabat, pernakah Sahabat mendengar suatu opini bahwa orang yang pintar secara intelektual rentan mengalami stres? Ternyata opini ini bukan hanya sembarang opini. Di lapangan, rupanya fakta ini valid, apabila kecerdasan intelektual tidak diiringi oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
High achiever adalah kategori orang-orang berintelektual yang rentan mengalami stres, di mana stres ini, apabila bertumpuk-tumpuk, dapat menjadi depresi.

Dilansir dari jtanzilco.com, high achiever adalah individu yang ambisius, fokus terhadap tujuan, disiplin, memiliki motivasi personal yang kuat untuk mencapai tujuan, berpotensi unggul, memiliki standar kerja tinggi, dan cenderung idealis.

Menurut Regis Machdy dalam bukunya, “Loving the Wounded Soul”, high achiever dapat diilustrasikan sebagai orang yang IPK-nya bulat 4,00 atau minimal cum laude, menyandang gelar mahasiswa berprestasi di kampusnya, memimpin organisasi, membuat gerakan sosial, serta menjuarai perlombaan atau kompetisi. Mereka unggul dalam pekerjaan yang mereka lakoni dan ‘terlihat sempurna’ di luar.

Namun, yang menyebabkan high achiever mudah terpapar stres, depresi, atau gangguan mental lainnya adalah karena idealisme dan berusaha hidup sesuai standar tinggi yang ditetap-kan dirinya sendiri.

Masih dalam buku “Loving the Wounded Soul”, Regis Machdy menggambarkan pemicu stres para high achiever sebagai berikut.

“Namun, pencapaian mereka hadir dengan segala efek samping. Mereka merasa bersalah ketika menikmati waktu senggang sehingga merasa konstan dalam kegelisahan. Mereka selalu bekerja untuk mendapatkan kesempurnaan dan menjadikan prestasi sebagai harga diri mereka. Mereka sering kurang tidur karena ingin menghabiskan waktu untuk bekerja dan menjadi yang terbaik. Mereka tidak pernah merasa cukup karena standar yang mereka ciptakan sangat tinggi. Mereka berhasil menjadi yang terbaik, tetapi sering merasa kesepian karena tidak ada orang lain yang berdiri di puncak bersamanya.”

Baca juga  Attachment Style, Output dari Pola Asuh yang Berefek Hingga Dewasa

Pada dasarnya, high achiever merupakan karakter yang positif apabila seorang individu high achiever ini dapat mengendalikan diri, pikiran, dan ambisinya. Jika diri, pikiran, dan ambisi seorang high achiever terarah dan lebih realistis, selain dapat mengembangkan dirinya lebih jauh lagi, kesehatan mental high achiever juga dapat lebih terawat sehingga lebih tenang dan merasa damai dalam menjalani kehidupan. Karakter high achiever ini harus dikelola dengan tepat dan sehat, sehingga high achiever dapat lebih menghargai dan mengapresiasi dirinya sendiri, bukan hanya atas hasil atau pencapaian yang ia dapatkan, tapi juga keseluruhan prosesnya, baik itu terasa manis maupun pahit.

Namun, high achiever menjadi tidak sehat jika motivasi yang melatarbelakangi kebutuhan berprestasinya yang tinggi adalah perasaan tidak sempurna dan perasaan tidak berharga dalam diri. Hal ini dapat dicontohkan dengan seseorang yang tidak pernah mendapat apresiasi dari orang tuanya atas apa yang ia dapatkan atau seseorang yang pernah menjadi korban perundungan, sehingga ia akan terus berjuang sekuat tenaga untuk dapat diakui orang lain, agar dapat disanjung. Prestasi dan pencapaian yang diperoleh dengan motivasi seperti ini biasanya akan menimbulkan perasaan kosong dalam diri dan menjadikan seseorang tidak pernah merasa cukup.

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru