email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi

Populer

Penulis: Irwanda Nauufal Idris*

Oerban.com – Pada Jumat 10 Agustus 2024, kami Extinction Rebellion Jambi mengadakan satu kegiatan diskusi dengan nama “Think & Talk” bertemakan “Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi”.

Kegiatan ini dibawakan oleh saudari Risma Pasaribu selaku moderator, menghadirkan dua narasumber yang berkompeten, yaitu bapak Iswandi S.H., M.H. selaku akademisi dan seorang praktisi hukum, beliau juga dosen pengajar di Universitas Jambi, kedua Mas Dwi Nanto, beliau merupakan seorang aktivis lingkungan hidup yang aktif di Indonesia dan juga sebagai manager kajian pada lembaga Wahana Lingkungan Hidup Jambi (Walhi Jambi).

Kegiatan ini juga dihadiri oleh aktivis lingkungan yang menyampaikan kritikannya melalui musik, yaitu Ismet Raja tengah malam, turut dibersamai oleh mahasiswa, seniman jambi, lembaga lingkungan dan kami juga melibatkan pelaku usaha mikro, industri kreatif serta dibersamai oleh rekan-rekan media.

Mengutip hasil pengkajian yang dilakukan akademisi di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan energi fosil memiliki dampak yang serius terhadap lingkungan seperti menipisnya cadangan sumber daya, pemanasan global, hujan asam, dan dampak-dampak turunan yang lain seperti gelombang pasang, perubahan iklim, kerusakan ekosistem, sampai melonjaknya harga minyak.

Narasumber menampilkan Power Point yang berjudul “Problematika Batubara di Provinsi Jambi”. Dalam penjelasannya, ada tiga keterhubungan antara korporasi masyarakat dan instansi pemerintahan pusat maupun daerah yang merupakan aktor utama yang menikmati keuntungan dari bisnis batubara tersebut.

Di awal pembuka diskusi ini, ada satu pertanyaan yang menarik yaitu “Indonesia tanah air siapa?”.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi

Dalam data yang tercatat di tahun 2022, perbandingan luasan lahan yang dikelola oleh masyarakat dan korporasi sangat-sangat berbeda jauh. Hampir seluruh lahan ini dikelola oleh korporasi, masyarakat hanya mengelola sebagian kecil dari total luasan lahan yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan bentuk penghianatan dan persekongkolan antara pemerintah dan korporasi yang dilakukan secara berjamaah dan terang-terangan.Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi

Luasan wilayah Jambi kurang lebih 4,9 juta hektare di mana 2,1 juta Ha merupakan kawasan hutan, dan 2,8 juta Ha areal di luar kawasan hutan. Jumlah penduduk Provinsi Jambi sesuai dengan hasil SP2020 (September 2020) 3,55 juta jiwa. Kita melihat penggunaan sumber daya alam di Provinsi Jambi, izin pertambangan sebesar 1, 078 juta Ha, izin hutan produksi seluas 1,22 2.077 juta Ha, wilayah tak berizin atau wilayah yang dikelola oleh masyarakat seluas 433.387 Ha, izin industri perkebunan kelapa sawit 1.368.000 Ha, wilayah lindung yang diproteksi oleh pemerintah seluas 876.458 Ha.

Data ini kita peroleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Tentu saja kita bisa melihat langsung bagaimana keberpihakan pemerintah terhadap industri dan korporasi, dan benarkah mereka ini serius dalam memprioritaskan kepentingan rakyat.

Hak Asasi Lingkungan (HAL) merupakan Hak Asasi Manusia (HAM), bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3).

Dalam beberapa waktu yang lalu, Menkopolhukam Mahfud MD pernah mengatakan bahwa “tanpa bekerja setiap individu di Indonesia seharusnya menerima gaji 20 juta perbulan tanpa berkerja”. Hal ini disampaikan beliau saat pengelolaan tambang di negara ini dilakukan secara benar dan efektif serta sesuai dengan undang-undang dan aturan yang berlaku.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, semestinya negara kita mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, meningkatkan perekonomian dan pendidikan, serta menjamin kesehatan masyarakat, tantangan lingkungan dari penambangan batu bara meliputi kecelakaan tambang batu bara, penurunan tanah, kerusakan lingkungan perairan, pembuangan limbah pertambangan, dan polusi udara, ini adalah polusi lingkungan atau perubahan bentang alam.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi JambiNamun, seringkali sayangnya tata kelola serta perizinan yang ada di Jambi ini sangat kacau balau, bapak Iswandi menyebutkan, begitu banyaknya pintu-pintu siluman yang harus dilewati oleh pengusaha atau investor untuk mendapat perizinan.

Belau mengatakan, mereka (investor/pengusaha tambang batubara) harus membayar sana sini, baik yang resmi maupun pintu siluman, tentusaja pengusaha ini tidak jin rugi, kalau mereka telah mengeluarkan begitu banyak modal sebelum proses pertambangan berjalan. Informasi yang kami dapatkan dari salah satu pengusaha yang ada di provinsi Jambi, memang mereka mengatakan investasi tersebut seringkali dipersulit oleh pihak yang memegang kuasa menerbitkan perizinan.

Semestinya pihak yang berwenang untuk menerbitkan izin ini harus melakukan mekanisme yang sudah ditetapkan dalam peraturan yang telah tertuang dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Perusahaan yang ingin mengajukan perizinan pertambangan batubara harus menyiapkan berkas dan persyaratan lengkap, seperti RKAB-IUP, menyertakan hasil kajian akademik berupa AMDAL (analisis dampak lingkungan) terlebih dahulu sebelum izin tersebut dikeluarkan. Namun hari ini terbalik, kalau pemerintah mau merasa benar dalam mengeluarkan izin pertambangan tersebut di Provinsi Jambi, silakan pemerintah mengeluarkan AMDAL dari tiap perusahaan yang telah mereka izinkan tersebut apakah sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Baca juga  Gubernur Al Haris Sebut Pengaturan Transportasi Batubara Jadi PR bagi Pemerintah

Di Jambi, banyak perusahaan yang belum memiliki izin penuh untuk melakukan eksploitasi, tapi mereka (pengusaha nakal) sudah melakukan penggalian bahkan pengangkutan batubara itu dari lokasi tambang ke stokpel maupun perusahaan yang menerima batubara tersebut, pemerintah pusat yaitu kementerian ESDM, pemerintah daerah serta penegak hukum di Jambi.

Apakah kalian tidak melihat permasalahan ini sebagai persoalan yang serius?

Dan bagaimana dengan pertanggungjawaban terhadap kerusakan lingkungan akibat eksploitasi ilegal itu?

Sampai detik ini tanggal 11 Agustus 2024, tak satupun aktivitas ilegal ini ditindak sampai ke akarnya, siapa pemodal dan pemain utama, masih bebas berkeliaran, baik pertambangan batubara ilegal, pertambangan emas tanpa izin, serta pertambangan minyak ilegal, aparat penegak hukum di Jambi ini terkesan tutup mata. Padahal, permasalahan ini tepat berada di depan biji mata mereka, Jika masih tidak ada tindakan tegas terhadap persoalan ini, dalam bulan Agustus ini kami akan mendatangi Mabes Polri dan menyuarakan permasalahan ini di Jakarta.

Menurut Hesperian dalam Jimmy & Merang (2020), Pertambangan menyebabkan kerusakan lingkungan karena melakukan kegiatan pembukaan lahan yang luas, menggali lubang yang dalam dan memindahkan tanah Page 4 12 dalam jumlah yang besar.

Lanjut ke permasalahan di lapangan, begitu banyaknya lobang tambang yang menganga, ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan atau orang yang tak bertanggung jawab. Omong kosong kalau reklamasi mereka lakukan, hingga kini, tidak sedikit lobang bekas galian tambang batubara itu memakan korban. Sudah ada yang meninggal karena tenggelam karna lobang itu berdekatan dengan pemukiman masyarakat, meninggal setelah mengkonsumsi air sungai yang tercemar limbah industri pertambangan tersebut. Di daerah Kotoboyo Kabupaten Batanghari, sudah 3 orang yang mati karena mengkonsumsi air sungai yang ada di sekitaran lobang bekas galian, dan tak sedikit yang menderita gatal-gatal, gangguan pernafasan dan keracunan.

Pemaparan dari bapak Iswandi, apakah hukum yang mengatur tentang pengelolaan tambang itu sudah berjalan dengan benar di Provinsi Jambi?

Beliau mengatakan bahwa, tumpang tindih kebijakan dan carut-marutnya regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah menyebabkan konflik sosial di masyarakat bawah. Tidak ada monitoring yang serius dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga terjadi konflik horizontal di Provinsi Jambi.

Beberapa bulan yang lalu terjadi penghentian pengangkutan transporter batubara melalui jalur nasional dan mendapat protes dari sopir-sopir truk batubara. Mereka melakukan aksi massa dan menghimpun masyarakat serta istri-istri sopir batubara tersebut untuk protes terhadap kebijakan yang diambil oleh gubernur. Saat terjadi konflik seperti ini apakah negara hadir di tengah-tengah masyarakat?

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: Aliansi Mahasiswa Jambi.

Pemerintah hanya mampu memberikan bantuan sosial berupa uang ratusan ribu, namun tidak dapat menjamin kesejahteraan atau lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka untuk menghidupi keluarga-keluarganya. Sementara itu, masyarakat umum banyak menderita karena kecelakaan, ratusan jiwa melayang, cacat, luka-luka.

Saat ada gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa dan aktivis lingkungan, pemerintah mangkir dan seolah-olah kami dibenturkan dengan pelaku usaha dan sopir truk batubara ini, padahal yang kami tuntut hanya satu, TANGGUNG JAWAB!

Saat amarah itu pecah, para sopir itu melakukan demonstrasi di kantor gubernur dan melakukan pengrusakan. Para oknum masa aksi dilaporkan ke Polda Jambi dan langsung ditindak. Namun, bagaimana dengan pihak-pihak pengusaha yang nakal, yang melanggar hukum dan melakukan tindakan yang sudah semena-mena, mengeruk tanah Jambi dengan cara inkonstitusional.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: ilustrasi/net.

Dalam hal ini, seharusnya negara hadir saat konflik terjadi, bahkan negara dan pemerintah daerah ini harus memikirkan dan mempertimbangkan dengan hati-hati dampak baik dan buruk yang mungkin terjadi saat kebijakan tersebut di ambil.

Namun sayang, pemerintah Jambi melakukan manuver dan berkelit, mengemis kepercayaan dan belas kasihan dari publik yang sudah lama menderita, seolah-olah beliau meminta partisipasi masyarakat Jambi untuk mendukung kebijakan penghentian angkutan batubara melalui jalur darat. Benar saja pada saat tepat saat momentum politik, benar saja kebijakan itu tak bertahan lama. Bagi saya mereka ini hanya mengadu domba masyarakat Jambi.Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi

Perintah pusat melalui Dirjen Minerba mengeluarkan surat himbauan yang tertuju pada Pemerintah Provinsi Jambi untuk membuka kembali jalur angkutan batubara tersebut. Benar saja perintah itu langsung dijalankan oleh Gubernur Jambi. Beliau melakukan beberapa kali percobaan melalui jalur darat, dan benar saja bergelimpangan korban yang berjatuhan setelah himbauan tersebut diaminkan oleh pemerintah Jambi.

Baca juga  Sanif Kohunusa, Pemuda Banda Neira yang Produktif dan Peduli Lingkungan

Satu hal yang saya sesalkan Pemerintah Jambi terkesan menyerah dengan hal ini. Seharusnya beliau protes dan berdiri di tengah-tengah masyarakat. Namun, sayangnya beliau beralih mendukung himbauan untuk meneruskan eksploitasi alam Jambi dan mengaminkan aktivitas pengerukan batubara semakin menggila di provinsi Jambi di Provinsi Jambi.

Aktivitas itu terus berjalan. Pemerintah seolah tak berdaya di hadapan pengusaha. Jalan khusus yang dijanjikan selesai pada bulan Oktober 2023 itu hanya omong kosong. Jalan khusus itu melalui tiga tahap, tahap pertama baru selesai sekitar 14 sampai 20% dan tahap kedua dilakukan saat uji coba terhadap jalannya selesai pada tahap pertama berfungsi dengan baik, dan begitu seterusnya hingga tahap ketiga ini selesai.

Bukankah ini omong kosong? Jalur khusus yang dijanjikan tersebut hanya sebagai obat penenang bagi masyarakat yang ingin mencari keadilan.

Tak berselang beberapa hari, timbullah Ingup atau Instruksi Gubernur untuk pengalihan transportasi pengangkutan batubara yang semula melalui jalur darat untuk menggunakan jalur sungai. Bayangkan saja, hanya dengan instruksi atau himbauan, beliau dapat mengubah kebijakan yang mestinya harus dipertimbangkan dengan matang, bukan hanya dengan waktu suatu semalam, mengatas namakan kepentingan masyarakat yang berkerja di perusahaan tambang, dan seolah-olah membela perut sopir angkutan batubara, akhirnya kebijakan itu dilaksanakan.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: ilustrasi/net.

Namun yang sebenarnya terjadi ialah sopir-sopir truk tersebut tidak sejahtera. Omong kosong kalau mereka memang diprioritaskan oleh pejabat dan pengusaha di Jambi ini. Terlalu banyak potongan-potongan yang diambil dari mereka (sopir batubara), pungutan-pungutan liar yang tak diberantas oleh aparat penegak hukum, terutama pihak kepolisian dan dishub Jambi, pungli di mana-mana.

Bahkan ada sekelompok orang yang seolah-olah merasa benar dengan melakukan pungutan liar terhadap para sopir truk batubara ini. Mereka ini beroperasi tanpa adanya payung hukum yang jelas. Dana yang mereka ambil tersebut tidak tentu ujung pangkalnya. Ke mana dana itu disalurkan atau dipergunakan? Apakah ada tindakan dari aparat penegak hukum? Dari pemerintah daerah maupun pusat?

Tidak ada sedikitpun, mereka tutup mata, dan tidak peduli dengan pemerasan yang terjadi. Sampai hari ini, mereka yang melakukan pungli dan pemerasan tersebut tidak diproses secara hukum di Jambi.

Liberalisasi yang terjadi dalam industri tambang batubara yaitu mendapatkan izin, menguasai lahan, eksploitasi, dan meninggalkan lobang bekas galian tersebut begitu saja. Hal ini akan menjadi persoalan yang akan dihadapi oleh generasi muda di masa sekarang dan masa depan.

Lobang bekas galian ini ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan batubara, begitupun dengan pertambangan emas ilegal, serta pertambangan sumur minyak ilegal di Provinsi Jambi. Aktivitas ini dilakukan di pinggiran sungai dan dalam kawasan hutan, baik hutan adat, hutan lindung dan hutan masyarakat. Modus yang mereka lakukan adalah menyewa lahan masyarakat yang terdesak kemiskinan, lalu mereka menggali dan mengambil kandungan sumber daya alam di tanah tersebut. Setelah itu, mereka meninggalkan sisa galian dan tanah yang sudah compang camping.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: Extinction Rebellion Jambi.

Dalam waktu 4-5 tahun ke depan, Provinsi Jambi akan menghadapi tantangan serius, yaitu krisis pangan, air dan lingkungan hidup yang sehat. Karena hilangnya lahan pertanian masyarakat baik karena pertambangan batubara, industri perkebunan dan aktivitas pertambangan ilegal, tentunya nanti kita akan memperoleh bahan-bahan makanan dari luar daerah. Sedangkan kondisi hari ini begitu sulit mendapatkan perkerjaan di Jambi.

Semestinya pemerintah provinsi Jambi harus lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat yaitu menciptakan lapangan pekerjaan yang ramah lingkungan, bermutu dan jangka panjang, seperti memanfaatkan komoditi pertanian kopi, wisata alam khusus seperti yang dilakukan oleh daerah-daerah lain.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: Extinction Rebellion Jambi.

Namun, hari ini kemiskinan ekstrim terus bertambah, menjalar hingga ke pelosok-pelosok desa. Pertanyaannya adalah apakah generasi muda hari ini akan mampu bertahan dengan kerumitan kondisi kita hari ini, kondisi lingkungan yang sudah rusak, tercemar dan compang camping?

Sekarang mungkin belum signifikan dampaknya, namun kita sebagai manusia yang berpikir dan diberikan akal oleh yang maha kuasa, semestinya pisau analisis kita mampu membaca kemungkinan yang akan dihadapi di kemudian hari, krisis pangan akan terjadi, krisis air bersih, krisis udara bersih, dan yang harus ditanam dalam otak kita ialah perubahan iklim itu nyata.

Aktivitas pertambangan yang tak terkendali ini adalah penyumbang kerusakan lingkungan hidup terbesar hingga hari ini. Semestinya persoalan lingkungan hidup ini menjadi ide pengatur bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam pertimbangan mereka untuk mengambil suatu kebijakan, kebijakan yang memang berguna, berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Baca juga  Forest Guardian Gelar Dialog Interaktif Bersama Calon Bupati Kerinci, Bahas Masa Depan Lingkungan

Reklamasi merupakan tanggung jawab penuh dari perusahaan dan pemerintah yang memberikan perizinan. Mereka melakukan penggalian di lokasi tambang tersebut dan nyatanya mereka tidak melakukan reklamasi apapun, lobang-lobang bekas galian itu menganga begitu saja.

Kita sudah sering menyuarakan hal tersebut pada pihak pemerintah, namun ia berdalih bahwasanya reklamasi itu dilakukan saat pertambangan sudah tidak lagi beroperasi. Akan tetapi, yang kami temukan di lapangan adalah lubang-lubang bekas galian itu ditinggalkan dan mereka berpindah tempat untuk menggarap ke lokasi yang lain, membiarkan lobang pertama itu menganga begitu saja.

Lebih tepatnya di daerah kotoboyo, mereka tidak melakukan reklamasi yang sebagaimana diatur dalam undang-undang. Reklamasi pertambangan adalah proses pemulihan dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan agar dapat digunakan kembali atau dikembalikan pada kondisi alaminya setelah kegiatan penambangan selesai atau dihentikan.

Apabila pelaku usaha pertambangan tidak melakukan kewajibannya untuk menempatkan dana jaminan reklamasi, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan pelanggaran tambahan yaitu pembayaran dana untuk reklamasi.

Menurut analisis saya berdasarkan data yang saya temukan di lapangan, reklamasi itu tidak mungkin dilakukan dengan penimbunan tanah yang ada di sekitar pertambangan tersebut sebab sudah terjadi pengerasan. Penggunaan tanah sebagai perpadatan jalan dari lobang tambang ke stokpe, maka dari itu tanah tersebut tidak akan cukup menutupi bekas galian yang ada disekelilingnya, dan lobang-lobang bekas galian yang ditinggalkan perusahaan tersebut begitu besar.

Mengupas Persoalan Batubara dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi
Foto: Extinction Rebellion Jambi

Belum lagi air sungai sudah tercemar di sekitararan lokasi tambang tersebut, limbah industri pertambangan batubara itu mengalir ke sungai-sungai yang ada di sekitaran pemukiman masyarakat setempat. Sungai itu masih dikonsumsi oleh masyarakat di sekitaran lokasi pertambangan.

Apakah hal ini tidak menjadi permasalahan serius untuk diperhatikan oleh pemerintah?

Apakah sudah ada pertanggungjawaban dari perusahaan maupun pemerintah terhadap korban-korban yang terus berjatuhan?

Dampak penggunaan batu bara bagi lingkungan dan kesehatan, pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi telah menjadi sejarang panjang dalam industri modern. Namun, seperti halnya dengan banyak sumber energi tak terbarukan lainnya, penggunaan batu bara juga memiliki dampak negatif yang signifikan, terutama terkait dengan lingkungan dan kesehatan manusia. Kita akan membahas dampak-dampak negatif tersebut secara mendalam, membahas konsekuensi lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan

1. Pencemaran Udara

Salah satu dampak paling mencolok dari penggunaan batu bara adalah pencemaran udara. Proses pembakaran batu bara untuk menghasilkan energi menghasilkan emisi berbagai zat berbahaya, termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), partikulat, dan gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2). Emisi ini menyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan secara keseluruhan.

2. Efek Rumah Kaca dan Perubahan Iklim

Penggunaan batu bara juga berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Gas rumah kaca yang dihasilkan selama pembakaran batu bara, terutama CO2, meningkatkan efek rumah kaca, menyebabkan peningkatan suhu global, perubahan pola cuaca, dan ancaman serius terhadap ekosistem bumi.

3. Pencemaran Air

Selain menciptakan polusi udara, industri batu bara juga dapat mencemari sumber air. Limbah dari pertambangan batu bara sering kali mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari sungai, danau, dan sumber air tanah. Ini tidak hanya mengancam kehidupan akuatik, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia yang mengandalkan sumber air tersebut.

4. Kerusakan Lingkungan dan Kehilangan Habitat

Pertambangan batu bara sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Proses ekstraksi batu bara dapat mengakibatkan deforestasi, penghancuran habitat satwa liar, erosi tanah, dan degradasi lahan yang berdampak pada keanekaragaman hayati. Kehilangan habitat ini dapat mengancam kelangsungan hidup spesies-spesies tertentu dan mengganggu ekosistem yang sensitif.

5. Dampak Kesehatan Manusia

Paparan polutan yang dihasilkan dari pembakaran batu bara juga memiliki dampak serius pada kesehatan manusia. Partikel-partikel kecil yang terhirup dapat menyebabkan gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan bahkan kematian prematur. Peningkatan polusi udara juga dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan kronis seperti asma dan bronkitis.

Terakhir, kami akan terus melakukan pergerakan demi terciptanya lingkungan hidup yang layak dan bersih di Provinsi Jambi. Kami dari Extension Rebellion akan mengadakan diskusi dan aksi lanjutan dalam waktu dekat, kita akan membahas tentang Jambi darurat pangan, see you next time. 

*Extinction Rebellion Jambi

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru