email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

MAKHLUK PEDALAMAN LEMBAH

Populer

Oleh : Ori D Zandra

Gelap malam tak berbintang, sunyi sepi diiringi kicauan jangkrik, kodok, cicak dan tokek yang saling bersahutan. Udara dingin malam menusuk hingga ketulang belulang. Sebagian Makhluk terlelap dalam tidur panjang, sebagian yang lain terbangun disepertiganya.

Di pedalaman lembah ini, dikaki gunung yang kenal sebagai atapnya sumatra, trek pendakian yang tak biasa, hidup makhluk Allah dengan berbagai sifat dan sikap. Dulu, jauh dulu sebelum naskah tanjung tanah ditemukan, sebelum bangunan-bangunan beton berdiri kokoh, sebelum jalanan aspal berlobang, sebelum pemerintahnya memburu proyek-proyek, hidup rukun antara manusia dan makhluk yang lainnya, harimau salah satunya. Konon katanya, dulu, ketika nenek moyang kita semangat dalam bertani, ketika nenek moyang kita asyik dan senang diladang hingga lupa pulang, harimaulah yang mengingatkan mereka untuk pulang.

Ada suatu cerita ketika ramadhan beberapa hari lagi akan datang, sedangkan manusia masih banyak diladang, maka mereka biasanya akan mendengar auman harimau atau menemui jejak harimau ketika hendak ketepian (read: Tempat mandi). Begitulah persahabatan makhluk dipedalaman lembah kerinci dulunya. Nenek moyang kita juga gak ada niat untuk memburu dan membunuh mereka, begitu juga dengan harimau, mereka selalu mengingatkan manusia untuk berkumpul bersama keluarga baik ketika ramadhan ataupun hari raya.

Adapun kita, yang katanya makhluk milenial dengan kemajuan teknologi, komunikasi yang terjalin kemanapun pergi, yang mendekatkan kita dengan orang-orang yang jauh tapi sudah hilang toleransi terhadap makhluk-makhluk yang lain, binatang buas ditakuti, diburu, dibunuh tanpa dijelaskan apa salah mereka. Mereka terbunuh demi nafsu makhluk yang dinamai manusia. Manusia yang dianugerahi akal mulai kehilangan hati, perasaan atau bahkan harga diri. Alam dirusak, binatang diburu dan dibunuh, daging tetangga dan saudara sendiri dimakan dan dinikmati dengan cara dighibahi, yang katanya banyak membaca buku gerakan jadi tidak bergerak karena asyik membaca.

Ya, beginilah kondisi makhluk di pedalaman lembah kini, yang dulu nenek moyangnya dengan mudah memberi hadiah kepada saudara atau tetangga berupa sebidang tanah, kini tanah seringkali menjadi sumber pertumpahan darah antara saudara dan tetangga.

Dulu yang masih disinari dengan suluh dimalam hari tapi anak-anak semangat mengaji sedangkan kini dengan fasilitas yang mudah anak-anak muda jauh dari kalam Ilahi. Dasar, makhluk pedalaman lembah. Yang katanya maju tapi menjauh dari Allah.

Sudahlah, tidak ada yang pantas disalahkan dan di curigai selain diri sendiri. Mari intropeksi diri, sudah sejauh mana kita berbenah, sudah sejauh mana kita berazzam dalam diri untuk menjadi pemimpin perubahan. Tidak sekedar berubah, tapi perubahan yang mendatangkan Ridho Ar-Rahman.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru