Manokwari, Oerban.com – Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia tidak boleh meninggalkan isu-isu pelanggaran HAM terlalu jauh di belakang, sebab HAM dan Demokrasi punya keterkaitan yang amat signifikan, apa lagi Pancasila sebagai dasar negara punya makna dan filosofis mendalam yang berkaitan dengan HAM.
Kita tidak bisa menafikan jika sejarah panjang pemerintahan Indonesia selalu diwarnai berbagai macam pelanggaran HAM, namun bukan berarti pemerintah boleh acuh tak acuh dalam menanggapi persoalan tersebut. Tidak dapat dikatakan demokratis sebuah negara jika belum tegak keadilan HAM di dalamnya, maka sudah seharusnya pemerintah lebih serius menangani kasus-kasus pelanggaran HAM, agar gelar ‘Negara Demokrasi’ tidak hanya sebatas slogan yang bersifat fatamorgana.
Dalam catatan satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengusung tema Resesi Demokrasi, hal itu sejalan dengan maraknya kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi, setidaknya KontraS mencatat ada 158 peristiwa pelanggaran, pembatasan, ataupun serangan terhadap kebebasan sipil. Diantaranya adalah Hak Asosiasi (4 peristiwa), hak berkumpul (93 peristiwa), dan hak Berekspresi (61 peristiwa).
Dalam menyambut hari HAM sedunia 10 Desember 2020 mendatang, KontraS menghadirkan seri video pelanggaran HAM dan kekerasan sepanjang tahun 2020, dapat dilihat di channel Youtube KontraS. Papua adalah yang pertama kali disorot, setidaknya sepanjang tahun 2020, KontraS mencatat telah terjadi 10 peristiwa pembunuhan diluar proses hukum, yang menyebabkan 20 orang meninggal dunia termasuk Pendeta Yeremia Zanambani di dalamnya.
Kasus pembunuhan tidak hanya menyasar tokoh publik papua, namun juga pelajar dan Mahasiswa. Pihak KontraS mengatakan jika permasalahan tersebut adalah cerminan dari kebrutalan dan pertimbangan serampangan dari aparat di papua, yang kerap kali berdalih bahwa orang-orang yang disasar adalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
“Kekerasan yang terus berulang di papua, justru disangkal oleh pemerintah dengan membatasi akses media untuk melakukan peliputan ke Papua, dan paling terbaru adalah pemutusan akses internet yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.” Kata pihak KontraS dalam video yang diunggah di channel Youtubenya pada Selasa (1/11/2020).
Selain itu, KontraS mengatakan jika tidak ada kemauan dari pemerintah untuk melakukan pengusutan secara tuntas kasus-kasus kekerasan di Papua, hal ini dilihat dari pilihan pendekatan Militeristik dibandingkan Biologis dalam penyelesaian kasus kemanusiaan di Papua.
“Kekerasan di Papua itu nyata. Dan mau sampai kapan kita menutup mata?” Tutup KontraS.
Penulis: Zuandanu P
Editor: Renilda PY