email : [email protected]

26 C
Jambi City
Sabtu, April 20, 2024
- Advertisement -

Anomali Istilah Self-Reward: Menghadiahi atau Merusak?

Populer

Kota Jambi, Oerban.com – Sahabat, pernahkah kamu berpikir untuk memberikan sebuah hadiah atau camilan favorit untuk diri sendiri ketika Sahabat berhasil mencapai suatu target yang dikejar atau setelah berjuang sekuat tenaga menyelesaikan suatu rintangan dalam hidup? Jika iya, wah, itu merupakan suatu hal yang baik loh, Sahabat.

Pemberian hadiah untuk diri kita sebagai bentuk apresiasi terhadap diri kita sendiri atas perjuangan atau usaha yang telah kita tempuh adalah salah satu bentuk menghargai dan mencintai diri sendiri.

Selain itu, dengan pemberian hadiah ini, kita akan semakin termotivasi untuk memberikan usaha terbaik kita dalam mewujudkan sesuatu yang diinginkan. Sekalipun kita mengecap kegagalan, Sahabat, pemberian hadiah untuk diri sendiri ini akan membantu kita megapresiasi dan menghargai usaha yang telah kita lakukan sejauh ini. Tentunya hal itu akan berdampak positif bagi diri kita karena kita akan kembali terpacu untuk berjuang di kesempatan yang lain.

Pemberian hadiah untuk diri sendiri ini dinamakan self-reward. Walaupun demikian, self-reward itu tidak hanya terbatas pada makanan atau camilan favorit dan barang saja. Beristirahat atau tidur di sela-sela pekerjaan kita, berjalan-jalan untuk melepas penat, berkumpul dengan keluarga dan sahabat, bermain bersama hewan peliharaan, atau bersantai dengan melakukan hobi, seperti menonton film kesukaan, memasak, membaca buku, bermain game, dan sebagainya juga dapat menjadi bentuk self-reward loh, Sahabat!

Akan tetapi, sebagian besar orang masih memahami bahwa bentuk self-reward itu hanyalah dengan membelikan diri kita barang-barang atau makanan kesukaan. Selain itu, sebenarnya, seberapa sering sih, kita sebaiknya memberikan reward pada diri kita sendiri? Nah, ada beberapa anomali terkait istilah self-reward yang akan dibahas di bawah ini.

Baca juga  Self: Pentingnya Mengenal Diri Sendiri (Bagian 1)

Self-reward sering diartikan sebagai ‘ajang memanjakan diri sendiri’
Ada kalanya kita harus memanjakan diri sendiri, dengan kata lain, tidak terlalu keras atau terlalu memaksakan diri sendiri dalam mengusahakan sesuatu agar tak merugikan diri. Contohnya, kita terlalu keras memaksakan diri kita menuntaskan suatu pekerjaan, padahal kepala kita sudah sangat merasa pusing. Dalam situasi ini, bentuk memanjakan diri yang paling tepat adalah dengan beristirahat.

Adalah hal yang bagus sekaligus manis jika seseorang begitu mengapresiasi dan menghargai usaha, perjuangan, atau pencapaian dirinya dan bermaksud menghadiahkan self-reward dengan memanjakan dirinya. Akan tetapi, jika ‘pemanjaan diri’ ini dilakukan secara berlebihan, yang ada kita hanya merugikan diri sendiri. Misalnya, setelah melewati satu minggu yang penat dan sesak oleh pekerjaan, di akhir pekan seseorang berbelanja sepuasnya untuk dirinya sendiri. Membeli baju, sepatu, tas, pernak-pernik, dan sebagainya secara impulsif tanpa berpikir dua kali, dengan dalih self-reward. Setelah berbelanja, ia justru merasa menyesali sikap borosnya saat menyadari berapa banyak uang yang sudah ia habiskan untuk berbelanja.

Seseorang mengonsumsi banyak makanan atau minuman favoritnya dalam rangka ‘self-reward’ juga, tapi setelah itu, ia justru mengalami sakit perut dan penambahan berat badan sehingga timbul penyesalan dalam dirinya.

Self-reward dilakukan terlalu sering
Sahabat, apakah Sahabat termasuk orang yang sedikit-sedikit memberikan self-reward untuk diri sendiri? Misalnya, dalam mengerjakan suatu pekerjaan, saat merasa jenuh sekali saja, Sahabat membelikan diri sendiri boba milk tea favorit Sahabat sendiri, misalnya. Nanti, saat kembali melanjutkan pekerjaan dan merasa jenuh lagi, Sahabat membeli camilan yang lain. Keesokan hari dan seterusnya, pola ‘self-reward’ tersebut berulang-ulang Sahabat lakukan tanpa disadari sehingga menjadi kebiasaan self-reward yang berlebihan. Nyatanya, self-reward yang berlebihan ini sama sekali tidak baik loh, Sahabat.

Baca juga  Aku Tipu Diriku

Jika kita terlalu sering memberikan self-reward, secara tidak sadar, kita akan membentuk sikap manja dalam diri sendiri yang mengakibatkan ketergantungan terhadap self-reward. Tanpa adanya self-reward, kita bisa menjadi tidak bersemangat dan malas mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan, seperti belajar, membuat tugas, dan bekerja. Self-reward yang berlebihan juga dapat memberikan dampak negatif lainnya, seperti perilaku konsumerisme, adiksi, pemborosan, serta masalah kesehatan yang signifikan.

Sebaiknya self-reward dilakukan sesekali saja namun konsisten, misalnya saat kita berhasil menggapai suatu target yang pada awalnya telah kita tetapkan. Apapun hasil dari usaha kita, baik target tercapai atau tidak, tetap berikan self-reward. Self-reward yang baik selalu melibatkan batasan-batasan. Pada momen setelah melakukan usaha atau menuntaskan pekerjaan apa kita akan memberikan self-reward dan self-reward apa yang akan diberikan, kita harus menetapkannya di awal sebelum mulai berusaha mencapai target dan berkomitmen pada diri kita sendiri.

Nah, itu dia bahasan tentang anomali self-reward! Tentunya, karena self-reward itu hadiah bagi diri kita sendiri, tentu harus memberikan manfaat positif bagi diri kita ya, Sahabat! Jangan justru merugikan diri, kesehatan, dan tentunya dompet kita.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru