Kepada Zahra Alviana Putri
Lihatlah apa yang pernah kau sebut sebagai rumah
Pohon-pohon tak lagi rimbun
Tanah gersang bercokol angkuh
Padi bukan lagi emas, yang butirnya harapan hidup orang banyak
Apa kita terlalu naif pada dunia?
Hingga terhina di hadapan insan
Mimpi yang dulu dibangun
Ingatkah kau pada hari di mana semua dimulai?
Saat gemercik air terus berbunyi
Kita terbelenggu dalam kelas yang sunyi
Tak ada apapun bisa bersaksi, atas semua yang telah terjadi
Barang kali hanya atap yang terus berjaga, menahan pedihnya dihujam derita
Kau masih terus berdiri di dekat pintu
Menatap kosong pada jendela yang buta
Aku semakin cemas menanti harap, langit tak kunjung meredam murka
Dalam keheningan terselip tanya, apa mungkin diri bersalah?
Tapi semua terjadi begitu saja
Kini bertahun sejak hari itu
Atap usang dimakan waktu, berlalu tanpa pernah kita tahu
Sedang kenangan masih terus membekas
Di antara puing-puing kayu yang runtuh: tempat kita bernaung dulu
Oleh: MNA