email : [email protected]

25.3 C
Jambi City
Thursday, November 21, 2024
- Advertisement -

Cerpen: Gadis Nadir Bersimbah Kirana Kartika (Bagian 5)

Populer

Penulis: Ghina Syauqila

Tapi keputusannya untuk menghadiri ‘reuni kecil-kecilan’ itu sangat ia sesali. Mulanya ia tak mau, karena tahu muaranya akan dirayakan dengan ‘ajang pamer pencapaian’—pencapaian palsu yang dibangga-banggakan. Pencapaian palsu yang menjadikan keunggulan mereka sebagai hipokrit profesional tampil cemerlang, membuat orang lain mengiringi buih-buih mulut yang membual itu dengan decak kagum palsu. Tapi sebelum reuni itu berlangsung, Elea didesak. Dipaksa oleh teman-temannya untuk datang. Kata mereka, jika ia tak datang, berarti ia pecundang. Cerita-cerita mereka tentang pencapaian memang palsu, tapi ucapan mereka tentang ‘Elea yang pecundang’ adalah suatu kebenaran, menurut Elea. Elea memang pecundang. Nyatanya, kehadirannya pada reuni itu justru membuat gelar ‘pecundang’ semakin cocok dianugerahkan padanya. Ia macam pengangguran konyol dan bodoh yang hanya bisa mendengki pada ‘pencapaian’ teman-temannya. Intinya, ia merasa dikhianati.

Ia tak dapat berhenti menangis, sampai sang ayah yang bekerja sebagai pengojek, selalu berangkat menantang angin fajar dan kembali setelah memenangkan pertarungan dengan angin malam berdiri sepanjang setengah jam di depan pintu kamar Elea, mengetuk pintu berkali-kali dengan lembut. Hari ini bukan kali pertamanya sang ayah begitu, kemarin juga. Tapi hari ini, ada yang berbeda. Ayahnya mengetuk pintu sembari terisak. Tidak hanya ayahnya, ibunya tahu persis apa yang terjadi pada buah hati sulungnya hingga menjadikannya seperti ini.

Dua hari silam, tepat setelah Elea tiba di rumah sekembalinya dari reuni itu, ia mengamuk. Berteriak pada keduanya mengapa ia tak pernah seberuntung teman-temannya. Mengapa ia selalu berada di bawah teman-temannya. Mengapa ia tak pernah selangkah lebih maju dari teman-temannya. Mengapa pada akhirnya, teman-temannya selalu dapat mengalahkannya. Meninggalkannya dalam keadaan tersungkur, terluka, dan bersimbah darah di belakang. Elea benci. Mengapa tidak ada yang dapat dibanggakan darinya? Hal unik apa yang membedakannya dengan orang lain? Ia tak merasa dirinya berharga, karena apa yang ia berharga, semuanya telah dirampas dengan mudahnya secara instan oleh teman-temannya.

Baca juga  Keluarga Syurga

Mungkin sepanjang hari, sang ayah selalu memikirkan anak gadisnya itu. Makanya malam ini, puncaknya, ia menangis. Elea, di kamarnya, tertegun. Mendengar tangisan ayahnya.

“Elea, apakah Ayah bisa bicara sebentar denganmu, Nak? Bagaimana kalau kita berbicara di taman dekat rumah? Ayah juga punya sebuah hadiah untuk Elea…”

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru