email : [email protected]

30 C
Jambi City
Jumat, Maret 29, 2024
- Advertisement -

Emotional Eating: Ketika Makan Menjadi Pelarian dari Kejaran Stres

Populer

Sahabat, dalam kehidupan ini, tentu kita tak pernah terpisahkan dengan stres. Pernahkah Sahabat merasa ingin sekali makan makanan favorit dalam porsi yang lebih dari biasanya ketika mengalami stres atau banyak pikiran? Atau justru Sahabat akan merasa lebih baik jika makan apa-apa saja yang diinginkan saat sedang stres? Apakah justru Sahabat memilih makan untuk meminimalisir stres?
Ketika seseorang menghadapi stres, seseorang tersebut pasti akan melakukan sesuatu untuk mengatasi stresnya, yang mana hal ini disebut dengan stress coping. Stress coping masing-masing orang beraneka macam, ada yang positif dan negatif. Contoh stress coping yang bersifat positif misalnya beribadah, menulis suatu karya, membaca buku, berekreasi, atau melakukan hobi. Sedangkan stress coping secara negatif dapat ditunjukkan oleh perilaku merokok, mengonsumsi minum-minuman keras, pornografi, menyakiti orang lain atau melukai hewan, membalaskan dendam, membenci orang lain, mencuri, narkoba, pergaulan bebas, impulsive buying, dan impulsive eating atau emotional eating.

Kebiasaan mengonsumsi makanan favorit secara berlebihan dan impulsif walaupun sedang tidak merasa lapar dalam kondisi stres dinamakan emotional eating. Dengan kata lain, seseorang dengan emotional eating menjadikan makanan sebagai tempat melarikan diri saat sedang stres atau melampiaskan stres dengan makan sebanyak-banyaknya.

Secara medis, apabila seseorang mengalami stres jangka pendek, hormon epinefrin yang diproduksi kelenjar adrenal tubuh mengalami pelepasan sehingga dapat menurunkan nafsu makan. Akan tetapi, bila stres yang dialami tak berkesudahan, stres dapat memicu pelepasan hormon kortisol yang berdampak pada peningkatan nafsu makan.

Tentu saja, seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Termasuk emotional eating ini, yang apabila berlebihan akan berdampak pada kesehatan. Berbagai penyakit, seperti diabetes, obesitas, penyakit kantong empedu, dan menambah risiko penyakit jantung.

Ada beberapa cara yang dapat Sahabat lakukan untuk meminimalisir emotional eating ini, yaitu:

Mengalihkan diri pada stress coping yang bersifat positif

Dalam hal ini, hendaknya Sahabat memiliki kesadaran yang tinggi bahwa emotional eating dapat merugikan diri sendiri. Selain itu, Sahabat terlebih dahulu harus memahami diri sendiri, seperti hobi apa yang diminati, alternatif hal-hal yang dapat meningkatkan suasana hati (moodbooster), atau kegiatan-kegiatan positif apa yang dapat mengurangi stres. Jika Sahabat telah memahami diri Sahabat sedemikian baik, bukan hal yang sulit untuk berpindah mengalih-kan stress coping kepada cara yang lebih baik pula. Contohnya, apabila Sahabat suka membaca buku, akan lebih baik apabila Sahabat rutin membaca buku sebagai substitusi dari emotional eating.

Rutin melakukan refleksi diri

Emotional eating dipicu oleh tekanan alias stres yang menumpuk dalam diri seseorang. Oleh karena itu, dibandingkan melakukan suatu cara untuk mengatasi stres yang memang telah terjadi, alangkah lebih baik apabila Sahabat meminimalisir stres jangka pendek dengan rutin melakukan refleksi diri. Refleksi diri merupakan sebuah ‘terapi diri’ sederhana yang dilakukan dengan bersikap jujur pada diri sendiri tentang apa yang dirasakan dan mengungkapkan apa-apa saja perasaan itu serta apa yang mengakibatkan perasaan itu muncul. Refleksi diri dapat membuat Sahabat menjadi lebih memahami kondisi jiwa dan menjadikan diri Sahabat lebih lega sekaligus tenang. Dalam melakukan refleksi diri, ‘jiwa kita’ ibaratnya seperti tengah bercermin. Bayangan ‘jiwa kita’ yang memantul itulah yang kita perhatikan dan pelajari hingga sangat detail. Contohnya, ketika Sahabat merasa sangat sedih, melakukan refleksi diri akan membantu Sahabat mengetahui apa yang membuat Sahabat merasa demikian, sehingga Sahabat pun dapat lebih memahami secara bijak solusi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesedihan tersebut. Refleksi diri dapat dilakukan dengan self-talk atau menuliskan emosi-emosi yang dirasakan.

Tidur dan berolahraga secara teratur

Saat kita sedang stres, tidur sebenarnya memiliki peranan penting untuk menstabilkan situasi ‘huru hara’ dalam jiwa kita, sehingga ketika bangun, kita akan merasa lebih segar dan tenang. Sementara itu, olahraga dan aktivitas fisik menghasilkan hormon endorfin, di mana endorfin berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit alami. Oleh karena itu, tidur dan olahraga dapat menjadi cara efektif untuk merawat kesehatan mental dan membantu kita memulihkan diri dari stres.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru