“Upaya untuk terus menggali kearifan lokal dalam menjawab tantangan krisis yang dipicu perubahan iklim global, harus konsisten dilakukan untuk menekan potensi krisis yang lebih besar pasca pandemi,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/8).
Pada Rakornas BMKG secara virtual, Senin (8/8), Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa perubahan iklim yang berada dalam kondisi kritis saat ini merupakan tantangan nyata bagi semua pihak setelah meredanya pandemi Covid-19.
World Meteorological Organization mencatat perubahan iklim dan dampaknya pada 2021 semakin memburuk. Pada 2021 mencatatkan suhu terpanas selama tujuh tahun terakhir.
Badan Pangan Dunia bahkan memperkirakan lebih dari 500 juta petani usaha kecil yang memproduksi lebih dari 80% sumber pangan dunia adalah kelompok paling rentan terhadap perubahan iklim.
Menurut Lestari yang akrab disapa Rerie, kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia sejak masa lalu dalam menjaga kelestarian lingkungan Nusantara harus terus diterapkan dalam upaya mencegah pengrusakan lingkungan yang dapat memperparah dampak perubahan iklim global.
Sejumlah kearifan lokal, ujar Legislator NasDem itu, sebenarnya bisa diadopsi dan diandalkan untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Berbagai upaya, tambah Rerie, antara lain seperti gotong-royong, tidak membuang sampah sembarangan, upaya mendaur ulang sampah, pemanfaatan alam sesuai kebutuhan, dan penghijauan harus menjadi perhatian bersama untuk ditingkatkan realisasinya.
Karena, jelas anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu, berbagai upaya yang mengarah pada kepentingan rakyat banyak wajib dibantu sebagai bentuk nyata solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pengetahuan dan praktek tradisional yang diterapkan oleh komunitas lokal, ujar Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, menjadi kunci mencegah kerusakan keanekaragaman hayati dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Kalangan generasi muda, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan kelompok masyarakat yang tepat untuk menghidupkan kembali kearifan lokal yang kita miliki untuk mencegah ancaman lingkungan akibat perubahan iklim global.
Meski begitu, tegas Rerie, para pemangku kepentingan juga harus mampu mengarahkan lewat sejumlah kebijakan agar kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini dapat dimanfaatkan secara aktif dalam mencegah kerusakan lingkungan.
Apalagi, ujarnya, ancaman kerusakan lingkungan bisa meningkat lewat aktivitas manusia sendiri. Seperti polusi udara yang 70% penyebabnya adalah penggunaan kendaraan bermotor. Demikian pula sampah, yang menurut perkiraan Bank Dunia dibuang manusia di dunia lebih dari dua milliar ton per tahun.(*)
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini