Oleh: Muthia Arahmah
“nak ayah ingin kamu lebih baik dari pada ayah”
Kata itu, kata itu terus menggoda dipikiranku!!
Merenung dipojokan jendela yang tanpa kacanya, berdayung udara yang tak berbunyi suara, ulat bulu berjalan dengan pelannya, ranting pohon kecilpun jatuh dengan melayang. Ssssssttt! Tersentak dari angan-angan jiwa pun kembali sekujup mendatang. Setiap perbait kata- kata ayah tadi malam menghantuiku dibenak kepala, membuatku merinding dengan cepat dan dag dig dug dada terlalu berjalan dengan cepat serasa berlari melesat. Pikiranku berbolak balik dengan perkataan seorang ayah tadi malam. Bagaimana ayah? Bagaimana dengan kondisi kita yang tak bercukupan sehingga aku bisa lebih baik dari pada ayah? Ayah taukan untuk makan saja kita susah, untuk bayar sekolah saja kita harus mengutang ketetangga, apalagi kedepannya ayah! Gumamku didalam hati menyayat risih berkobar-kabir menyentuh rasa yang tak tertahankan.
Kami hanya tinggal berdua, ibuku telah diambil sang maha pencipta terlebih dahulu, spontan mencurahkan isi dari pikiran yang sudah penuh dimemori otakku. Sewaktu ibu masih hidup, ibu selalu menyuportkan aku ketika gangguan risih mendatang, banyak yang ibu berikan kepadaku nasihat-nasihat kehidupan yang begitu banyak pelajaran. Akan tetapi aku kecewa, kecewa dengan diri sendiri, aku tidak tahu jika ibu punya penyakit. Aku ini anaknya! Kok tidak tahu! Sakit ibu mulai parah bahkan mau ngasih makan ibupun susah, apalagi berobat kerumah sakit. “Ibu hanya ingin obat herbal saja nak! Rebus daun sirih, airnya nanti ibu minum”. Ucap ibu ketika masih ada. Air mata tak terbendung lagi untuk ditahan, pecah semua raut muka ku yang cerah menjadi sedih teramat sedih. Ayahpun tak mau mengatakan bahwa ibu punya penyakit yang begitu mematikan. Aku selalu duduk disamping ibu dengan membaca ayat-ayat suci al-qur’an dengan pelannya malaikat mencabut nyawa sosok ibu yang kucintai akan dibawa pergi dengan senyuman yang selalu berarti dikehidupanku. Tolong jaga ayah nak.. pesan terakhir ibu kepadaku.
Awalnya aku tidak ikhlas ketika ibu sudah tidak ada lagi, mendengar kata pak ustadz “ikhlaskanlah agar ia tenang disana” hujanpun mulai reda karena aku sangat menyayangi ibuku. Tak lupa mendo’akan ibu. “ibu, tunggu aku, esok disyurga kita akan memulai yang baru dan kekal selamanya curahan bathinku”.
Ayah, sebenarnya aku kasihan kepada ayah, mencari uang dengan sukarela dan maut yang tantangannya. Pekerjaan ayah mudah-mudah sulit. Ayah harus mencari batu disungai dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya lalu memecahkan menjadi kerikil kecil. Maut? Iya maut kadang air disungai itu pasang naik sehingga ayah lebih berhati-hati untuk mengambil batu bahkan ayah terkadang tidak bisa bekerja karena itu terlalu bebahaya. Mengingat umur ayah telah memasuki usia senja, terkadang aku tidak tega rasanya. Ayah tidak membolehkan aku untuk berkerja “muti harus fokus dengan sekolah saja nak, in syaa Allah ayah bisa sendiri, cukup dengan do’a saja” selalu itu jawabannya ketika aku bertanya kepada ayah.
Disekolahpun aku sudah dikenal dengan siswa yang pintar, karena aku selalu mendapatkan rangking 1 umum disekolahku, aku pernah mengikuti lcc ditingkat provinsi akan tetapi kondisi kesehatan tidak memadai masa waktunya. Hingga sekolah kamipun kalah
”Tak apa-apa anak ku, belum rezekimu untuk mengikuti lcc sekolahmu” perhatian ayah terhadapku. Seolah-olah ayah membuat dorongan yang lebih tajam agar aku bangkit dari kata Menyerah. Menyinggung dari pekerjaan ayah memang taruhannya nyawa, menimbang dari lelahnya ayah memang keringat ayah lebih banyak bercucuran ditanah yang selalu diam saat diinjak dan menilai ayah selalu menyuportku dikala aku terbaring lemah, bahwa ayah adalah segala-galanya, semua perkataan orangtua itu adalah yang benarnya “bahwa kamu bisa lebih baik dari pada ayah”. Tak putus asa pun diriku hanya secuil masalah kuberatkan. Lihat ayah!lihat ayah!! Beban yang ditanggung setiap hari hanya untuk anak semata wayangnya. Aku ayah?
Aku hanya bisa belajar belajar dan berdo’a, mengulang mata pelajaran yang disetiap harinya disekolah. Ayah, aku akan terus bekerja keras, aku akan berusaha, dan aku akan membuat ayah bahagia, aku ingin ayah tidak bekerja lagi. Aku ingin ayah dirumah untuk istirahat,jalan-jalan dan menikmati dunia dan yang paling penting mengikuti perintah Allah yaitu rukun islam yang kelima . Tak lupa membantu anak yatim piatu disana dan membantu anak anak yang dijalanan agar bisa sekolah seperti muti yah.. tertera dicatatan pink diary kecil .
Impianku tidak sulit, hanya saja butuh waktu memperbaikinya butuh tenaga untuk berusaha dan yang paling penting butuh do’a dari sang ayah. Ayah dari dulu menginginkan ku untuk menjadi Dokter, agar bisa membantu orang yang sakit, dan membantu orang yang tidak mampu untuk berobat. ketika Ayah meluapkan isi hati ayah kepada Allah.. tak sengaja aku mendengar dipintu, melihat ayah lagi berdo’a ketika sesudah Tahajud. Air mata selalu berguyuran dipipi dan membanjiri baju ayah. Tersentuh lirih dadaku, mendengar do’a ayah.
“Ayah tidak mau memaksa cita-cita mu nak… apapun yang kamu ambil itu adalah pilihamu. Ayah hanya bisa berdo’a agar kamu bisa lulus dan sukses menjalani semuanya”. Bathin ayah menggema terdengar oleh matahari dan tertuju kehati nuraniku.
Keesokan harinya, aku mengambil SNMPTN UI (Universitas Indonesia) dengan jurusan Kedokteran dan tak lupa pula mengambil beasiswa Bidikmisi agar bisa meringankan keuangan sang ayah untuk kuliah. Alhamdulillah Allah mengabuli do’a ayah.. segera memberitahukan kepada ayah atas jerih do’a dan usaha ayah hanya untukku.
“Ayah, alhamdulillah.. aku lulus, seperti yang ayah inginkan”.. ucapku saat ayah istirahat disungai, ayahpun menangis dan bersujud kepada Allah… memelukku sambil bersyukur kepadanya Allah sang maha pemberi rezeki. Sejak kapan muti tau yang ayah inginkan nak? Setiap hari yah.. setiap hari ayah selalu menangis disepertiga malam dan tak lupa meminta kepada Allah SWT, untukku.tersenyum terharu melihat muka ayah yang tua. Dihari bahagia itu, aku berlari kemakam ibu,sambil menceritakan atas do’a ayah dan usahaku.rasa syukurku terasa Nikmatnya. Dengan jurusan yangku ambil yaitu Kedokteran. Aku bersikap kokoh dan memegang prinsip! suatu saat nanti, ketika aku sudah bekerja, aku akan mengobati orang sakit dengan sukarela,menggratiskan khusus dihari Juma’at yang penuh barokah ketika ada yang berobat.. dan membantu atau membiayai bahkan menggratiskan untuk orang yang tidak mampu. Harapan bintang in syaa Allah menuju kesuksesan Aamiin ya Allah.
Terima kasih do’a Ayah.