Jambi, oerban.com – Berbicara tentang ‘kebebasan’ memang arahnya bisa kemana mana,bisa dibingkai oleh filosofi-kacamata sudut pandang yang berbeda beda,misal bisa lari ke faham liberalisme atau eksistensialisme. tetapi itu semua adalah ekspressi dari bentuk kebebasan berfikir dan bukan parameter kebebasan itu sendiri, sebab seseorang tak bisa dipaksa misal untuk menjadi seorang liberalis-eksistensialis-humanis-nihilist dlsb.hanya untuk merasakan aroma kebebasan sebab bila dipaksa maka itu menyalahi prinsip kebebasan itu sendiri,dan sebab bisa jadi bagi seseorang semua itu adalah faham faham yang tidak cocok dengan suara hati nuraninya.
Sebab itu kita harus menemukan sesuatu yang dapat kita gunakan sebagai parameter kebebasan yang sesungguhnya yang posisinya otonom dari berbagai bentuk pemaksaan serta perekayasaan.
Bila kita berbicara tentang ‘kebebasan’ dan bingung dengan simbol kebebasan yang hakiki-permanen maka salah satu unsur yang dapat kita gunakan sebagai simbol kebebasan adalah suatu yang ada pada diri tiap manusia itu sendiri yaitu ‘suara hati nurani’, mengapa suara hati nurani merupakan simbol kebebasan yang sesungguhnya ? .. ini jawabannya.
Karena suara hati nurani itu tidak bisa ‘dicuci’ seperti otak-tidak bisa di doktrin-tidak bisa dipaksa-tidak bisa ditipu juga tidak bisa direkayasa, suaranya mutlak berasal dari fikiran yang terdalam yang ada dalam diri sendiri dan tidak ada yang mutlak bisa mengatasnamakan suara hati nurani seseorang karena suara hati nurani seseorang itu tak dapat diwakilkan pada orang lain-mutlak milik dirinya sendiri. sebab itu siapapun yang melakukan suatu hal-perkara dengan cara menekan atau melawan suara hati nuraninya sendiri maka bisa disebut ia adalah seorang pecundang kebebasan-seorang yang tidak memiliki kebebasan.
Sehingga apabila muara dari pembicaraan perihal parameter kebebasan adalah berujung pada ‘suara hati nurani’ ( sebab muara dari kebebasan tentu mustahil berujung pada indoktrinasi yang tak bersesuaian dengan hati nurani).dengan kata lain karena suara hati nurani adalah parameter kebebasan yang sejati maka artinya kita harus membiarkan manusia untuk mengikuti suara hati nuraninya sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasannya-termasuk penghormatan terhadap kebebasan berfikirnya.
Sehingga jangan sampai memaksa seseorang untuk menelan bahan atau cara berfikir tertentu misal yang tidak bersesuaian dengan suara hati nurani nya betapapun bahan serta cara berfikir yang di sodorkan misal telah dilabeli ‘kebebasan’ termasuk arahan untuk menelannya atau tidak menelannya.
Tetapi keharusan menggunakan bahan serta cara berfikir tertentu sebagai syarat mutlak untuk menggapai ‘kebebasan berfikir’ itu juga salah sebab menurut penjelasan diatas bukankah muara dari penjelasan perihal parameter kebebasan adalah ‘suara hati nurani’?.
Penulis: Ardi Romas Putra
Editor : Renilda Pratiwi Yolandini