email : [email protected]

24.6 C
Jambi City
Senin, April 29, 2024
- Advertisement -

Ironi PDIP: Sempat Dukung Cawe-cawe Jokowi, Kini Malah Dikhianati

Populer

Oerban.com – Tiga pasangan calon (Paslon) untuk Pilpres 2024 mendatang telah resmi mendaftarkan diri ke KPU, ketiganya berdasarkan urutan mendaftar adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sebagai yang terakhir mendaftar, pasangan Prabowo-Gibran tidak kalah hebat dalam menyuguhkan drama politik untuk publik. Skema pencalonan anak sulung Presiden Jokowi tersebut sarat akan kepentingan politik dinasti.

Muncul berbagai macam dugaan pada MK usai melegalkan Gibran lewat putusan terkait gugatan batas usia Capres-Cawapres. Keputusan tersebut ramai diprotes netizen, sebab Ketua Hakim MK, Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi.

Alhasil, seluruh hakim yang memutuskan perkara gugatan batas usia Capres-Cawapres dilaporkan ke Majelis Kehormatan MK. Sejauh ini, tercatat ada 13 laporan yang masuk.

“Semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini,” kata Ketua Majelis Kehormatan MK, Jimly Asshiddique dengan heran pada saat memimpin rapat klarifikasi pelapor di Gedung II MK RI, Jakarta, Kamis (26/10/2023) lalu.

Bukan hanya citra buruk hakim MK yang menorehkan sejarah. Tapi juga untuk pertama kalinya dalam proses demokrasi Indonesia, anak kandung dari presiden yang sedang menjabat maju sebagai calon untuk pemilihan berikutnya.

Jika diukur dari segi kemampuan berpolitik, jelas Gibran belum cukup untuk dikatakan berpengalaman, apa lagi dari segi kemampuan birokrasi, jauh jika dibandingkan dengan Erick Thohir dan Airlangga yang sebelumnya sempat digadang-gadang akan mendampingi Prabowo.

Lantas, apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan Prabowo meminang Gibran, mengapa partai politik besar seperti Golkar dan PAN hanya manut dengan keputusan Gerinda, serta apa tujuan sebenarnya dari Gibran maju sebagai Cawapres?

Kilas Balik Cawe-cawe Jokowi, Membedah Isu Politik Dinasti

Menarik mundur rangkaian peristiwa ke belakang, tentu tidak akan terpikir jika Gibran bakal menjadi salah satu peserta Pilpres. Namun kenyataan saat ini benar-benar di luar dugaan, politik memberi tahu masyarakat jika ia bukan hanya sekedar dinamis, tetapi lebih dari itu.

Dengan wajah merakyat nan polos, Jokowi mungkin hanya dianggap sebagai boneka dari partai pemenang Pemilu. PDIP memang tampak punya kendali dan kekang pada Jokowi, padahal sebenarnya, mantan Gubernur Jakarta itu adalah politisi ulung yang pandai memainkan peran, dengan gaya politik lembut tapi tajam.

Kepiawaian presiden ke-7 ini bisa kita lihat dari bagaimana ia mampu menghegemoni seluruh partai Parlemen, sehingga DPR di cap kembali seperti pada zaman sebelum reformasi, sekedar pemulus dari kebijakan eksekutif.

Masuk lagi pada fokus rentetan peristiwa Cawe-cawe Jokowi hingga terpilihnya Gibran sebagai Cawapres Prabowo. Dapat diduga hal tersebut merupakan bagian kuat dari keinginan untuk mempertahankan pengaruh. Selain itu, mega proyek IKN juga harus dijamin keberlangsungannya.

Baca juga  Pakar Hukum Ingatkan Bahaya Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Baca juga: Politsi PDIP Akui Dukung Cawe-Cawe Jokowi di Pemilu 2024, Ini Alasannya

Setidaknya, ada 2 isu parsial yang merupakan bagian dari skenario. Pertama, wacana penambahan periode jabatan presiden, dan kedua adalah penambahan atau perpanjangan masa jabatan presiden.

Dalam pergulatan yang berlangsung, pernah disampaikan oleh Pengamat Politik Indonesia, M. Qodari soal usul duet Jokowi-Prabowo untuk Pilpres 2024. Namun hal tersebut bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, sehingga, seperti apa yang dikatakan pepatah, “tidak ada rotan, akar pun jadi”, maka mengusung Gibran menjadi solusi tengah meski harus melibatkan campur tangan MK.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, begitu agaknya menggambarkan kesigapan Prabowo dalam merespon putusan MK. Sebab di hari yang sama, Ketua Partai Gerinda itu langsung menggelar rapat internal dengan para petinggi.

Tak sampai seminggu, timbul kesepakatan seluruh partai pendukung untuk memasangkan Gibran sebagai Cawapres, mengalahkan Erick dan Airlangga yang sebelumnya punya kans besar. Ditinjau dari segi apa Prabowo memilih Gibran, tentu saja karena previllege sebagai anak presiden yang masih aktif.

Jokowi diketahui punya banyak loyalis serta pendukung militan. Selain itu, ia juga pernah membuat gempar Indonesia dengan pernyataan data intelijen seluruh partai. Modal besar yang sangat menguntungkan.

“Informasi yang saya terima komplet dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen TNI saya punya BAIS dan informasi-informasi di luar itu, angka data, survei semuanya ada. Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya,” ucap Jokowi saat membuka rapat kerja nasional relawan Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Bogor, Sabtu (16/9/2023) lalu.

Persoalan data intelejen yang dipegang Jokowi menimbulkan spekulasi negatif terhadap peruntukkannya. Bahkan yang teranyar, soal perubahan sikap dan ketegasan partai Golkar mengenai usulan Cawapres Prabowo.

Meski berstatus sebagai kader PDIP, majunya Gibran disokong oleh kendaraan berlogo pohon beringin. Partai besar pemenang Pemilu setelah PDIP.

Awalnya partai tersebut kekeh mendorong Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto untuk maju sebagai Capres/Cawapres. Bahkan, hasrat tersebut justru paling dulu memantik dinamika Pemilu 2024. Ditandai dengan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP.

Heran dengan keputusan Golkar mendukung Gibran, Eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Hamid Awaludin angkat bicara, ia meyakini jika ada skenario tekanan dan paksaan pada Airlangga maupun Golkar.

Baca juga  Cawe-cawe Presiden Jokowi Ancam Kedaulatan Rakyat di Pemilu 2024

“Hasil Rapimnas diubah dengan Rapimnas, beliau (red: Airlangga) tidak maju sebagai capres/cawapres dan mendukung orang lain, berarti ada tekanan yang terjadi pada Ketua Golkar atau kepada Partai Golkar sendiri,” ucap Hamid dalam acara yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (26/10/2023).

Dalam analisisnya, Hamid juga menduga keputusan Airlangga berkaitan dengan politik ancaman yang berujung penjara. Terlebih, Menko Perekonomian tersebut sempat dikabarkan terlibat kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

“Jangan-jangan karena Ketua Golkar, pak Airlangga Hartarto pernah berkaitan dengan masalah yang kita ributkan, seperti impor minyak goreng dan sebagainya,” duga Hamid.

Bukan hanya Airlangga yang kehangusan tiket, Erick Thohir yang dalam banyak survei punya elektabilitas tinggi saat berpasangan dengan Prabowo juga kehilangan kesempatan.

Kendati begitu, siapa yang tidak tahu kalau Erick adalah loyalis berat Presiden Jokowi. Bisa dikatakan Ketum PSSI itu sudah legowo menerima keputusan. Sama halnya dengan PAN, Zulhas masih punya utang budi usai dipercaya Jokowi sebagai Menteri Perdagangan. Belum lagi dengan kursi ketua PAN yang didudukinya saat ini, sedikit banyak pasti atas restu dari kekuasaan.

Mengenai Gibran dan isu politik dinasti, jika kita petakan saat ini, hampir semua keluarga Jokowi sudah mendapatkan posisi dan perannya masing-masing.

Ketua Hakim MK, Anwar Usman merupakan adik ipar Jokowi. Putra bungsunya, Kaesang Pangarep merupakan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), putra sulungnya, Gibran Rakabuming merupakan Wali Kota Solo, serta Calon Wakil Presiden 2024-2029. Ditambah lagi dengan menantunya yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Medan, Bobby Nasution.

Pondasi awal dinasti politik Jokowi bisa dikatakan lengkap, dari tiga orang anak kandung yang dimiliki, keseluruhannya sudah punya jabatan dan posisi masing-masing. Pilpres 2024 akan menjadi penentu paling krusial, apa pondasi tersebut bisa berkembang lebih besar menjadi istana, atau hancur menjadi reruntuhan.

Beda Sikap PDIP Soal Cawe-cawe Jokowi, Dulu dan Kini

Meski terhalang aturan yang berlaku, jalan Gibran mendampingi Prabowo bisa dikatakan cukup mulus. Tentu saja salah satunya karena campur tangan orang berpengaruh di balik layar.

Dalam dinamika menuju Pilpres 2024 mendatang ini, Jokowi selaku kepala negara pernah menegaskan tidak akan tinggal diam, ia menyebut akan ikut “cawe-cawe”.

Awalnya, pernyataan Jokowi tersebut didukung kuat dengan pembelaan dari PDIP, tentu saja sebagai salah satu kader, Partai Banteng Merah meyakini akan dapat keuntungan dari cawe-cawe Jokowi.

Baca juga  Anis Matta Nilai Wacana Poros Islam 2024 Akan Semakin Membelah Masyarakat

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut jika yang dilakukan Jokowi adalah untuk kemajuan Indonesia.”Inilah yang harus kita sambut sebagai energi positif saudara-saudara sekalian. Bahwa cawe-cawe dari Bapak Presiden adalah untuk kemajuan Indonesia Raya,” katanya saat berpidato pada pembukaan konsolidasi yang digelar DPD PDIP Jakarta di Basket Hall Senayan, Jakarta, Minggu (4/6/2023).

Senada dengan Hasto, Ganjar juga mendukung cawe-cawe Jokowi. Dengan penuh percaya diri, mantan Gubernur Jawa Tengah ini meyakini bakal mendapat keuntungan sebagai sesama kader PDIP. “Artinya kalau soal cawe-cawe sebagai kader partai, pasti beliau akan cawe-cawe karena punya hak politik,” ucap Ganjar di Kantor Sekretariat Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) di Jakarta, Kamis (1/6/2023).

Semua dukungan dan pembelaan PDIP terhadap Jokowi berbanding terbalik kini. Usai Gibran resmi mendaftar ke KPU sebagai Cawapres Prabowo, justru PDIP mulai melakukan serangan dengan menghembuskan kembali isu wacana jabatan presiden 3 periode.

Isu itu dilontarkan oleh Adian Napitupulu, politikus senior PDIP ini menyebut ada permintaan pada Megawati dan PDIP untuk mendukung terwujudnya penambahan jabatan presiden menjadi 3 periode. Namun, permintaan tersebut tegas ditolak. Adian menduga di sana lah awal mula keretakan hubungan antara Megawati dan Jokowi.

Lebih lanjut, Hasto juga mengamini pernyataan Adian. Ia bahkan menegaskan berani mempertanggungjawabkan kesaksiannya. “Ini bisa di-cross check, saya pertanggungjawabkan secara politik hukum dan juga di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, di hadapan Rakyat Indonesia bahwa itu memang ada melalui pihak-pihak lain yang kemudian disuarakan ke PDIP,” ujarnya belum lama ini.

Selain itu, Hasto menyoroti pula keputusan MK, ia menjelaskan jika pencalonan Gibran sebagai cawapres adalah political disobedience atau pembangkangan politik dan konstitusi. Dilansir dari laman Tempo.co, Ia mengatakan hal tersebut dilakukan dengan merekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan,” terang Hasto.

Terkait pembelotan yang dilakukan Jokowi, Hasto mengaku partainya sedih dan mengalami luka hati yang perih. Ia menyebut banyak jajaran akar rumput tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi.

Sungguh ironi, drama politik nyatanya juga melibatkan emosional yang kuat. Kendati begitu, semua harus tetap berjalan dengan jujur dan adil.

Zuandanu Pramana Putra, Pemimpin Redaksi Oerban.com

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru