Muaro Jambi, Oerban.com – Pengelolaan sumber daya manusia pertanian dalam menunjang kedaulatan pangan perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia merupakan ujung tombak Pembangunan Pertanian. Pengelolaan sumber daya manusia pertanian dapat dilakukan dengan peningkatan kompetensinya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) memberi instruksi kepada seluruh UPT untuk dapat berperan aktif di tengah pandemi ini sesuai dengan tupoksinya yaitu peningkatan kompetensi SDM pertanian. Untuk mewujudkan pertanian yang maju mandiri dan modern sebagaimana tujuan pembangunan pertanian saat ini, maka dibutuhkan SDM pertanian yang kompeten dan berdaya saing sebagai kunci utama pembangunan pertanian, tegas Dedi.
SDM pertanian yang kompeten tersebut juga menitikberatkan pada peningkatan kompetensi widyaiswara sebagai agen pengetahuan dalam rantai rantai diseminasi pengetahuan dan teknologi pertanian. WIdyaiswara sebagai salah satu mata rantai penting yang dapat mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sektor pertanian. Widyaiswara tidak hanya dituntut untuk mampu dalam menyampaikan materi didalam kelas, namun juga dituntut untuk dapat memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan melalui kegiatan ilmiah.
Salah satu bentuk wadah yang dapat digunakan oleh widyaiswara dalam memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan ialah kajiwidya. Kajian widyaiswara atau yang sering disebut dengan kajiwidya, merupakan kegiatan yang tidak dapat terpisahkan bagi seorang widyaiswara. Sebagaimana tercantum dalam PERMENPAN RB Nomor 22 Tahun 2014 bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi widyaiswara adalah melakukan pengembangan profesi widyaiswara melalui pembuatan karya tulis ilmiah baik buku maupun non buku. Hal tersebut dilakukan agar seorang widyaiswara lebih kompeten khususnya dalam penguasaan substansi materi sesuai dengan pengampuannya. Guna mewujudkan tujuan tersebut, seorang widyaiswara harus mengkaji sebuah pemikiran secara ilmiah melalui metodologi pengkajian yang tepat.
Kegiatan kaji widya juga dijadikan sebagai bentuk kontribusi widyaiswara pada ilmu pengetahuan dan masyarakat sekitar. Hal ini yang dilakukan salah satu widyaiswara Bapeltan Jambi dalam melakukan kajiwidya terkait tanaman lokal jernang sebagai alternatif diversifikasi pendapatan petani tanaman karet di Jambi.
Kajian ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan Syukur atas kemerosotan harga karet pada beberapa bulan belakangan ini. Hal ini yang memaksa petani karet mencari pekerjaan lain seperti menjadi tukang bangunan. Selain itu, kekhususan tanaman jernang yang merupakan tanaman lokal dan tumbuh alami di sekitar tanaman karet yang belum dimanfaatkan secara optimum. Selama ini, masyarakat hanya melakukan eksploitasi tanpa melakukan budidaya.
“Oleh karena itu, timbullah keinginan saya untuk menganalisis sistem budidaya jernang diantara tanaman karet, sehingga ketika karet harganya rendah, jernang dapat dijadikan komoditas komplementer pendapatan bagi tanaman utama karet,” ungkap Syukur.
Kajian terkait tanaman jernang masih relatif sedikit, hal ini dikarenakan pada dasarnya tanaman jernang adalah tanaman eksploitasi suku anak dalam. Dimana tanaman ini dimanfaatkan dengan menebang dan menjualnya tanpa melakukan proses penambahan nilai.
Atas dasar alasan tersebut, kajian ini juga menitikberatkan pada perlakuan pemberian pupuk terhadap pertumbuhan tanaman jernang. Hal ini dilakukan dalam rangka mengupayakan tanaman jernang dapat dibudidayakan secara baik dan benar.
Bibit yang digunakan dalam kajian ini didapatkan oleh petani di Kecmatan Tabir, Kabupaten Merangin. Berdasarkan observasi pendahuluan, sebagian kecil masyarakat sudah melakukan tumpang sari antara tanaman karet dan jernang. Hasil dari tumpang sari tersebut juga didapatkan kondisi yang bagus baik. Tanaman jernang baru dapat ditumpangsarikan dengan karet, ketika karet sudah berumur 3 sampai 4 tahun. Hal ini dikarenakan tanaman jernang membutuhkan naungan yang nantinya akan disediakan oleh tanaman karet.
Hasil kajiwidya ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi widyaiswara sendiri, dan atau masyarakat petani tanaman karet terkait dengan sistem budidaya tumpangsari antar keduanya. Pada akhirnya, hasil ini dapat menjadi referensi bagi petani dalam melakukan upaya diversifikasi pendapatan bagi petani karet.
Penulis: Ferdinal