Oleh: Anggita Pelangi
Oerban.com – Etnis Rohingya adalah kelompok etnis yang berasal dari Bangladesh, namun telah bermukim di negara bagian Rakhaing di Myanmar sejak abad ke-7 Masehi. Meskipun telah berabad-abad tinggal di Myanmar, pemerintah Myanmar menganggap bahwa Rohingya termasuk dalam etnis Bengali sehingga tidak dapat diakui sebagai salah satu etnis Myanmar. Hilangnya kewarganegaraan membuat etnis Rohingya tidak mendapat perlindungan nasional. Bukan cuman itu etnis Rohingya mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam hal berkewarganegaraan hingga dalam hal beragama.
Pelanggaran HAM inilah yang mendorong etnis Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan mencari perlindungan di negara lain, beberapa dari mereka pun sampai di Indonesia (Dita Liliansa; 2013). Berdasarkan data UNHCR Indonesia, terdapat sekitar 13.500 pengungsi yg terdaftar di Indonesia dan 28% di antaranya adalah anak-anak. Pada tahun lalu sebanyak 79 Rohingya terdampar di pantai Kuala Raja, Kabupaten Bireun, Aceh Jumat(20/4). Setelah awal April nelayan setempat menyelamatkan lima pengungsi Rohingya yaitu 2 laki-laki,2 perempuan dan seorang anak. Mereka ternyata sudah 20 hari terombang-ambing di laut lepas. Dan akhir-akhir ini ada 592 warga Rohingya yang mendarat lagi di Aceh sebagian besar mereka tetap di terima baik oleh warga setempat dan memberikan bantuan berupa sandang dan pangan.
Pada Oktober 2023 sebanyak 36 imigran Rohingya mendarat di pantai Jangka, Kabupaten Bireuen tetapi warga di sana menolak kehadiran mereka karena diduga warga Rohingya yang datang ke Aceh sengaja di antar oleh orang tertentu. Hal ini membuat marah warga Aceh karena tempat mereka dijadikan tempat pelelangan manusia.
Menurut berita dari akun Instagram Ahquote ada 120 pengungsi Rohingya yang di tempatkan sementara di balai Meuseraya Aceh (BMA) sempat melakukan aksi mogok makan sebanyak dua kali. Mereka melakukan aksi itu karena untuk menuntut penampungan yang layak. Aksi penolakan makan pertama terjadi pada siang hari, Jumat (22/12) kemarin, namun setelah dibujuk oleh petugas, mereka mau makan kembali, “kata Kasat Intelkam polresta Banda Aceh Kompol Surya Sumatri kepada wartawan”. Saat makan malam mereka kembali mogok makan. Mereka tidak mau menerima makanan yang dibagikan petugas.
Warga Aceh juga mendesak pemerintah untuk tidak mengasihani warga Rohingya karena di takuti ini benar-benar pelelangan manusia dan ditakuti juga Indonesia akan berujung seperti Palestina. Hal ini diungkapkan Kapolda Aceh dalam Jum’at curhat bersama Kapolda Aceh di Banda Aceh, pasca mendengar keluh kesah masyarakat mengenai pengungsi Rohingya. Kapolda Aceh, Irjen Acmad Kartiko mengatakan, ia bersama Panglima Kodan (Pangda) Iskandar Muda, Mayjen TNI, Novi Helmy Prasetya telah sepakat untuk membahas permasalahan penanganan pengungsi Etnis Rohingya bersama Pemerintah Aceh.
“Terkait penanganan pengungsi ini, saya bersama Pangdam sudah sepakat dan sudah kita bahas juga bersama Pak Pj Gubernur, untuk bersurat ke Pemerintah bahwa di Aceh ini tidak ada tempat untuk menampung. Karena kebijakan ini tidak bisa kita tangani sendiri,harus ada kebijakan dari negara,” ujar Kapolda, Jumat (22/12/2023).
Tapi pada Prinsip Inti Konvensi 1951 adalah non refoulment yang mengatakan bahwa pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara di mana mereka menghadapi ancaman serius terhadap kehidupan atau kebebasan mereka. Di sisi lain pada prinsip inilah UNHCR berdiri untuk melindungi warga Rohingya.