Jakarta, Oerban.com – DPR dan Pemerintah sepakat menempatkan Kementerian Perindustrian sebagai mitra Komisi VII. Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 23/6/2021.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyebutkan, perubahan tersebut menandakan adanya perubahan paradigma dan logika kemitraan dari bidang: Energi, Riset dan Teknologi, dimana energi menjadi arah prioritas kerja riset, teknologi dan lingkungan hidup menjadi: Energi dan Industri.
“Dalam logika kemitraan ini kita berpikir bagaimana meningkatkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi dalam rangka menggerakkan industrialisasi nasional,” jelas Mulyanto, Rabu (23/6).
Nantinya, lanjut dia, tetap ada mitra terkait ristek seperti BRIN, BPPT, LIPI, BATAN, Bapeten, LAPAN, dan BIG. Namun, Semuanya diarahkan dalam mengintegrasikan ristek dari invensi menuju innovasi.
Inovasi dalam dimensi ekonomi terutama terjadi dalam industri. Hilirisasi hasil-hasil ristek yang signifikan adalah dalam bentuk komersialisasi oleh industri.
“Ke depan arahnya nampak seperti itu. Pembangunan industri menjadi tujuan prioritas bidang energi dan ristek. Namun harapan kami, perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang tidak lagi menjadi mitra Komisi VII, masih tetap diberikan terhadap aspek pengelolaan lingkungan pertambangan dan energi. Ini kita titip betul. Karena ini adalah aspek krusial dalam pembangunan energi,” urainya.
Mulyanto berpendapat, masyarakat dan lingkungannya akan menjadi korban dari eksploitasi ESDM bila soal tersebut kurang mendapat perhatian. Karena sangat terkait dengan sustainsbilitas pembangunan nasional.
“Secara khusus, perhatian Komisi VII terkait program hilirisasi mineral, yang merupakan implementasi UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, menjadi klop dengan adanya mitra baru Komisi VII, yakni: Kementerian Perindustrian,” katanya.
Hal tersebut disebabkan, sisi pertambangan dari program hilirisasi mineral ini sudah cukup baik dilaksanakan Kementerian ESDM. Namun upaya ini tidak akan optimal kalau kita berhenti pada ekspor bahan setengah jadi. Contohnya adalah ekspor fero nikel (FeNi) atau NPI (nickel pig iron).
Sehingga, kata Mulyanto, perlu didorong ekspor barang jadi produk mineral, baik berupa stainles steel, nikel sulfat, atau baterai listrik, dll.
“Agar nilai tambah dan multiflier effect dari program hilirisasi semakin tinggi, dan benar-benar dirasakan masyarakat secara nyata. Peran Kemenperin menjadi sangat vital di sisi hilir ini,” tandas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini