email : [email protected]

24.9 C
Jambi City
Jumat, Mei 3, 2024
- Advertisement -

Meluruskan Miskonsepsi Assesmen Nasional (AN)

Populer

Oleh: Recky Aprialmi,S.Pd.,M.Pd (Seorang Pendidik di Propinsi Jambi)

Jambi, Oerban.com – Sejak surat edaran Menteri Pendidikan dan kebudayaan yang tertuang dalam SE nomor 1 tahun 2021 diberlakukan, maka Ujian Nasional untuk tahun 2021 tidak diberlakukan lagi sebagai alat evaluasi akhir bagi jenjang satuan Pendidikan. Kelulusan peserta didik ditentukan sepenuhnya oleh satuan Pendidikan dengan syarat peserta didik telah melalui serangkaian program pembelajaran disekolah.

Ujian Nasional yang sudah berlangsung dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun ini, akhirnya selesai juga perjalanannya ditangan mas Menteri. Namun Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan memunculkan regulasi baru di dunia Pendidikan yakni Assesmen Nasional yang disingkat AN, pelaksanaan di lapangan dikenal istilah AKM (Assesmen Kompetensi Minimun). AN itu sendiri akan dilaksanakan diantara bulan September dan Oktober 2001. Assesmen Nasional ini lahir dari salah satu produk Merdeka Belajar yang digagas oleh mas Menteri yakni kemandirian belajar dalam lingkungan Pendidikan untuk menentukan cara terbaik untuk belajar.

Permasalahan yang muncul ditengah masyarakat saat ini adalah miskonsepsi mengenai Assesmen Nasional yaitu Assesmen Nasional dikatakan sebagai pengganti Ujian Nasional namun dengan wajah yang baru. Miskonsepsi ini perlu diluruskan ditengah masyarakat umumnya dan pendidik khususnya. Banyak isu liar yang berkembang di masyarakat, bahkan dalam lingkungan Pendidikan sendiri, sehingga Pemerintah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan berbagai macam metode. Terkait untuk pendidik pun, Kementerian Pendidikan juga memberikan pemahaman dan pelatihan secara daring (dalam jaringan) melalui portal https://ayogurubelajar.kemdikbud.go.id/.

Menurut hemat penulis ada beberapa Miskonsepsi yang berkembang dan perlu diluruskan terkait Assesment Nasional ini, antara lain :

Assesment Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional. Kalau dilihat dari sekilas ditambah pemberitaan media massa boleh jadi iya, tapi sebenarnya tidaklah demikian. Alasannya adalah Ujian Nasional benar dihapuskan namun diganti dengan Uiian sekolah, jadi bukan sebagai pengganti Ujian Nasional, terbukti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pun ikut dihapuskan. Hal ini ditegaskan Pemerintah dalam surat edaran Kementerian nomor 1 tahun 2021, Ujian sekolah regulasi nya diberikan sepenuhnya kepada satuan Pendidikan. Pemerintah tidak lagi melakukan penilaian terhadap peserta didik, penilaian sepenuhnya dilakukan oleh pendidik serta yang menentukan kelulusan adalah satuan Pendidikan. Sebab tujuan lahirnya AN adalah mengevaluasi sistem Pendidikan secara kualitas dan pembelajaran di tingkat sekolah sampai ke Nasional.

Baca juga  Efektifitas Model PBL Dalam Meningkatkan Keterampilan Abad-21 Peserta Didik Pada Pembelajaran Sains

Adanya model evaluasi baru, maka satuan Pendidikan berlomba-lomba melakukan program drilling soal. Hal ini sudah biasa terjadi diakhir penghujung tingkat jenjang Pendidikan yaitu banyaknya buku-buku model bank soal bermunculan dan sekolah pun membuat program drilling soal sampai melaksanakan tryout pembahasan berbagai bentuk soal. Seharusnya ini tidak perlu dilakukan. karena konsep dari AN adalah pengembangan kompetensi bernalar peserta didik, pengembangan ini muncul dari pembelajaran yang bermakna yaitu pembelajaran berbasis Higher Order Thingking Skills (HOTS), maka metode latihan soal tidak akan berperan penting dalam menghadapi Assesmen Nasional, terbukti selama ini drilling soal tidak akan mengubah budaya dan praktik pembelajaran di sekolah.

Assesmen Nasional (AN) memunculkan wacana penyempitan kurikulum. Ini salah satu isu liar yang muncul di tengah masyarakat dan kalangan pendidik, alasannya adalah AN hanya mengevaluasi literasi dan numerasi peserta didik, seolah mata pelajaran yang penting saat ini adalah Bahasa dan Matematika. Sekilas memang benar namun dalam penerapannya tidaklah demikian. AN sebenarnya merujuk kepada tes PISA yaitu mengevalusi tes kemampuan membaca (Literasi) dan numerasi. Kenapa harus literasi dan numerasi, bukan semua mata pelajaran. Jawabannya adalah Literasi dan numerasi merupakan kompetensi paling dasar yang mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, keterampilan memilah serta mengolah informasi. Artinya peserta didik tidak hanya dituntut untuk menguasai konten saja namun lebih mengukur kompetensi yang lebih mendalam. Disini jelas bahwa kompetensi dasar literasi dan numerasi mencakup semua mata pelajaran. Pengukuran AN juga mengukur karakter iklim satuan Pendidikan, maka boleh kita simpulkan AN lebih bersifat holistik (menyeluruh) daripada UN yang lebih mengarah penguasaan konten.

Baca juga  PTM Harus Utamakan Kesehatan Lingkungan dan Siswa

Sama seperti UN, kinerja satuan Pendidikan menjadi taruhan. Ketika Ujian nasional diberlakukan, maka nilai UN menjadi kebanggaan tersendiri bagi satuan Pendidikan, disinilah letak ketimpangan terlihat. Bahwa sekolah yang input nya bagus dengan sarana prasarana yang memadai mudah ditebak rata-rata nilai Ujian Nasional lebih baik dibandingkan dengan sekolah yang biasa-biasa saja. Maka pada Assesmen Nasional hal tersebut tidak akan terjadi, Assesmen Nasional lebih fokus kepada kinerja satuan Pendidikan, sekolah akan dianggap memiliki kinerja baik jika memiliki progress yang meningkat. Hasil Assesmen tidak dilaporkan kepada peserta didik tapi hanya dilaporkan kepada sekolah sebagai bahan evaluasi, maka sekolah akan di intervensi untuk membuat program-program meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, hal ini pun sudah mulai dilakukan oleh Kementerian Pendidikan yaitu menggulirkan program sekolah penggerak, guru penggerak. Semua nya itu wajib berkolaborasi secara bersama-sama untuk memperbaiki praktik pembelajaran.

 

Banyak lagi miskonsepsi yang mengemuka dari bergulirnya Assesmen Nasional ini. Menteri Pendidikan sendiri sudah menjelaskan bahwa sekolah dan orang tua tidak perlu takut dan stress dalam menghadapi Assesmen Nasional. Assesmen bukanlah alat evaluasi yang menjustifikasi peserta didik lulus atau tidak lulus, sebab Assesmen hanya dilakukan dengan metode sampling di satuan Pendidikan. Pelaksanaan Assesmen Nasional hanya dilakukan kepada peserta didik kelas 5, 8 dan 11, sehingga untuk kelas 6, 9 dan 12 lebih memfokuskan diri untuk ujian sekolah dan seleksi masuk perguruan tinggi. Hasil Assesmen Nasional tidak ada laporan tertulis untuk peserta didik tapi hanya laporan evaluasi kepada pihak sekolah,pemda dan propinsi untuk melakukan intervensi perbaikan-perbaikan kualitas pembelajaran untuk peserta didik. Pelaksanaan Assesmen akan mendorong kepada satuan Pendidikan untuk melakukan pembelajaran yang lebih holistik dan fokus kepada pengembangan kompetensi peserta didk yang bersifat jangka panjang bukan sekedar penguasaan konten yang hanya bersifat jangka pendek. Dampak dari pelaksanaan Assesmen Nasional diharapkan para pendidik merubah dan memperbaiki cara mengajar dengan metode belajar yang lebih baik serta tidak fokus untuk menyelesaikan semua konten. Assesmen tidak lagi membebankan peserta didik dengan berbagai macam tes demi kepentingan pemerintah namun lebih berpihak kepada kebutuhan belajar dan perkembangan kompetensi peserta didik yang bersifat jangka panjang. Semoga saja ini benar, salam “Merdeka Belajar” !.

Baca juga  Pendidikan di Era Pandemi
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru