email : [email protected]

23.6 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Meneladani Sifat Kepemimpinan Profetik “Buya Hamka” Bagi Kaum Muda

Populer

Oleh: Muhammad Ihsan Firdaus

Sebagai sebuah amal usaha atau upaya untuk memperingati hari jadi nya Organisasi Muhammadiyah yang bertepatan pada 18 November 2021/13 Rabiulakhir 1443 Hijriah, salah satu hal yang paling penting untung diingat dan dijadikan sebuah teladan adalah Buya Hamka, Tokoh Muhammadiyah yang sangat tegas dalam kaidah. Beliau memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah, lahir di Agam, Sumatra Barat, tanggal 17 Februari 1908.

Berbicara dengan peran beliau sebagai tokoh ulama Muhammadiyah, beliau memiliki sifat kepemimpinan profetik yang sangat patut untuk dijadikan contoh dan teladan. Salah satu contohnya yaitu pada saat beliau bersitegang dengan sastrawan besar yang menulis Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan republika.co.id, perseturuan tersebut terjadi pada masa orde lama, Buya Hamka dituduh melakukan kudeta terhadap pemerintahan saat itu, karena berbeda pandangan politik terkait dengan Islam dan Komunis, sehingga Presiden Ir. Soekarno memenjarakan Buya Hamka selama 2,5 tahun tanpa ada proses hukum di pengadilan. Namun, hal tersebut tidak membuat Buya Hamka merasa dendam, dilansir dari republika.co.id, waktu dipenjara selama 2,5 tahun dibalik jeruji dimanfaatkan oleh Buya Hamka untuk menulis Tafsir Al-Azhar, tafsir Al-Qur’an 30 Juz yang bahasanya mudah dipahami dan ringan untuk dibaca. Lebih dari itu, mengutip dari nasional.kompas.com, saat Ir. Soekarno berpulang, bahkan Buya Hamka yang menjadi imam shalat jenazahnya, tak memikirkan sedikit pun rasa dendam.

Hal ini menjadi salah satu sifat kepemimpinan profetik (prophetic leadership) dari Buya Hamka yang sangat patut untuk diteladani, khususnya kaum muda, bagaimana Buya Hamka tidak memendam sedikit dendam pun kepada Pramoedya Ananta Toer dan Ir. Soekarno. Buya Hamka mampu untuk memaafkan sahabat-sahabatnya yang telah menjerumuskannya ke dalam penjara, tanpa sedikit pun menaruh rasa dendam. Ini sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Abdullah al-Jadali berkata, ”Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.”

Baca juga  Pejuang Rakyat yang Tersesat: Kontradiksi antara Pengakuan dan Realitas

Sebagai kaum muda, sudah sepatutnya tokoh ulama besar Muhammadiyah Buya Hamka menjadi sosok teladan utama dalam skala nasional. Beliau memperlihatkan sifat dan perilaku yang sangat sulit untuk dicontoh dan diterapkan oleh masyarakat, bagaimana bisa memberikan maaf kepada orang yang telah menjerumuskannya ke dalam sebuah tempat yang mengurangi hak nya untuk bebas. Namun hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah, musibah yang menimpa Buya Hamka menjadi sebuah kesempatan untuk dapat fokus secara penuh dan komprehensif menuntaskan Tafsir Al-Azhar yang bahkan karya Buya Hamka tersebut dihargai gelar profesor dari Universitas Al-Azhar.

Menjadi sebuah garda terdepan dalam peradaban bangsa, kaum muda menajdi subjek yang sangat menentukan bagaimana nasib bangsa Indonesia kedepannya. Bagaiamana kaum muda menyikapi setiap permasalahan dengan sifat kepemimpinan-kepemimpinannya masing-masing, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan bijak dan adil. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu saja harus memiliki tokoh yang sangat penting untuk dijadikan seorang tauladan, role model atau bahkan kiblat dalam sosial budaya masyarakat. Hal ini dapat dicontoh melalui sifat kepemimpinan profetik “memaafkan” dari Buya Hamka.

Tidak hanya itu, sifat kepemimpinan profetik yang dimiliki oleh Buya Hamka yang dapat menjadi teladan anak muda bangsa, salah satunya adalah kecerdasan (fathanah). Dapat kita lihat dari Tafsir Al-Azhar yang menjadi karya besar Buya Hamka, membuktikan kecerdasan beliau. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk salah satu bukti lainnya, tidak hanya mempuni dalam bidang keagamaaan, namun juga mempuni dalam bidang sastra. Sifat kepemimpinan profetik kecerdasan (fathanah) yang dimiliki oleh Buya Hamka sesuai dengan Surat Al-Baqarah: 269, yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

Baca juga  Musda V KAMMI Kota Jambi: Wadah untuk Lahirkan Pemimpin Daerah

Bertanggung jawab atau amanah adalah salah satu sifat kepemimpinan profetik yang juga dimiliki oleh Buya Hamka dan sangat patut untuk menjadi teladan bagi anak muda bangsa. Hal ini dapat kita lihat pada saat beliau menjabat sebagai Ketua MUI. Beliau mengeluarkan fatwa bahwa umat muslim diharamkan hukumnya untuk ikut merayakan natal bersama. Maknanya, apabila umat muslim merayakan natal bersama umat kristiani, umat muslim juga mengamini bahwa Yesus sebagai tuhan, bukan sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT. sebagai mana yang diyakini oleh umat muslim. Karena fatwa beliau tersebut, hubungan antara pemerintahan orde baru menjadi buruk. Presiden Soeharto menginginkan Buya Hamka yang saat ini menjabat sebagai Ketua MUI untuk menarik fatwa tersebut karena ditakutkan akan terjadinya perpecahan antar umat beragama. Dengan permintaan dari Presiden Soeharto tersebut, tentu saja Buya Hamka tidak mau. Buya Hamka lebih memilih mundur dari Ketua MUI daripada harus menarik fatwa yang beliau yakini benar sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menjadi salah satu contoh kasus yang sangat patut untuk dicontoh oleh anak muda bangsa terkait dengan sifat amanah Buya Hamka, bagaimana beliau sangat konsisten dan tegas terhadap akidah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Sangat bertanggung jawab atas apa yang beliau yakini sebagai akidah utama yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak dapat diajak untuk berkompromi.

Dari sifat-sifat kepemimpinan profetik yang telah disebutkan, bagaimana Buya Hamka memberikan contoh yang baik sebagai suri tauladan bagi bangsa dan negara, khususnya anak muda yang menjadi corong perubahan, agen perubahan (agent of changes) dan penentu perubahan, bagaimana nasib bangsa dan negara kedepannya, menjadi hal yang sangat patut dan layak untuk dijadikan sebagai seorang suri tauladan, kiblat, dan role model, mengingat juga Buya Hamka adalah salah satu tokoh Muhammadiyah, sebagaimana arti dari Muhammadiyah sendiri yaitu Pengikut dan Umatnya Nabi Muhammad, dan Buya Hamka adalah salah satu ulama yang sangat dekat dengan sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad.

Baca juga  Tolak Penundaan Pemilu 2024, Fahri Hamzah: Kita Tidak Boleh Lagi Mendewakan Pemimpin

Penulis merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang ; Bisa dihubungi via e-mail: [email protected]

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru