Oleh: Sindy Widia Lingga*
Oerban.com – Bullying di sekolah adalah masalah yang mendalam dan kompleks yang mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik siswa. Bullying bukanlah sekadar isu pribadi antara pelaku dan korban, ini adalah cerminan dari dinamika sosial yang lebih luas dan kompleks.
Ketika kita membicarakan bullying terkadang sering fokus pada dampak langsung yang dialami oleh korban seperti ketidaknyamanan, rasa takut, kehilangan percaya diri, bahkan trauma jangka panjang. Namun, penting untuk menyadari bahwa bullying adalah gejala dari masalah yang lebih dalam di masyarakat kita.
Lebih luas lagi, dampak bullying tidak hanya dirasakan oleh individu korban tetapi juga oleh masyarakat. Lingkungan yang membiarkan bullying berlangsung tanpa penanganan yang tepat dapat menciptakan budaya ketakutan dan ketidakpercayaan. Ini dapat mengganggu harmoni sosial dan menciptakan lingkungan di mana kekerasan dan dominasi menjadi norma.
Kita harus dapat mempertimbangkan bagaimana norma sosial dan budaya kita memungkinkan atau bahkan mendorong perilaku bullying. Dalam banyak kasus, bullying terjadi karena ada ketidakseimbangan kekuatan baik itu fisik, emosional, atau sosial.
Budaya kompetitif yang berlebihan, penekanan pada hierarki sosial, dan kurangnya empati dalam lingkungan pendidikan dan kerja adalah beberapa faktor yang dapat memicu perilaku ini. Anak-anak belajar dari lingkungannya, dan jika mereka melihat bahwa kekuatan dan dominasi adalah cara untuk mencapai tujuan, mereka mungkin menginternalisasi nilai-nilai tersebut.
Peran media juga tidak bisa diabaikan. Media seringkali menggambarkan kekerasan dan intimidasi sebagai sesuatu yang normal atau bahkan mengagumkan.
Film, acara televisi, dan video game yang menonjolkan kekerasan dapat mempengaruhi cara anak-anak dan remaja memandang perilaku agresif. Media sosial juga memperburuk masalah ini, dengan memungkinkan penyebaran komentar jahat dan rumor dalam hitungan detik. Yang tidak kalah penting adalah peran kita sebagai individu dan masyarakat dalam menangani bullying. Mengatasi bullying memerlukan upaya kolektif.
Orang tua, guru, teman sebaya, dan masyarakat luas harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Pendidikan tentang empati, komunikasi yang baik, dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan harus dimulai sejak dini. Sekolah dan organisasi juga perlu menerapkan kebijakan anti bullying yang tegas dan memastikan bahwa semua anggota komunitas merasa didukung dan dihargai.
Namun, langkah-langkah ini tidak cukup jika tidak ada perubahan fundamental dalam cara kita memandang kekuatan dan kekuasaan. Kita harus menumbuhkan budaya di mana keberagaman diterima dan dihargai, di mana empati lebih penting daripada dominasi, dan di mana setiap individu merasa aman untuk menjadi diri mereka sendiri tanpa takut dihakimi atau diintimidasi.
Bullying merupakan tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Tidak hanya dengan menghukum pelaku, tetapi dengan menciptakan lingkungan yang mencegah bullying sejak awal. Ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai orang tua, pendidik, teman, dan anggota Masyarakat untuk memastikan bahwa kita membangun dunia yang lebih baik dan lebih aman bagi generasi mendatang.
*penulis merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintah Universitas Jambi.