email : [email protected]

23.5 C
Jambi City
Jumat, April 26, 2024
- Advertisement -

MENGURAI BENANG KUSUT SISTEM ZONASI

Populer

Oleh : Recky Aprialmi,S.Pd.,M.Pd)
Pendidik di Sekolah Menengah Atas Wilayah Muaro Jambi

Juli merupakan bulan tersibuk bagi orang tua, karena ada kegiatan penerimaan siswa baru yang dikenal dengan istilah PPDB. Proses PPDB setiap tahun selalu menyita perhatian publik, wajar saja karena hal ini berkaitan dengan layanan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat yang ingin memasukan anak nya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Asumsi umum yang berlaku masyarakat saat ini mengenai PPDB adalah bagaimana caranya sang anak bisa masuk ke sekolah berlabel favorit.

Berkaitan dengan PPDB, Pemerintah sudah menyediakan instrument tentang PPDB yakni berbasis zonasi, sebenarnya aturan zonasi ini sudah digulirkan sejak 2 tahun yang lalu dan tahun ini dilakukan penguatan dengan dikeluarkan nya Permendikbud no 51 tahun 2018. Konsep zonasi secara sederhana adalah menerima siswa baru berdasarkan prioritas jarak terdekat dengan porsi 90 %, jalur prestasi sebesar 5 % dan perpindahan domisili kerja orang tua 5 %. Artinya nilai UN yang selama ini yang menjadi “hantu” bagi siswa tidak menjadi syarat mutlak dalam pemilihan sekolah, apalagi sekolah yang sudah di cap “favorit”.

Adapun pelaksanaannya di daerah PPDB sistem zonasi tidaklah berjalan mulus sehingga muncul kegaduhan publik. Salah satu nya adalah siswa tidak leluasa memilih sekolah (baca; sekolah favorit), kemudian banyak orang tua yang bingung dengan sistem ini, hal ini terlihat dari beberapa pemberitaan di berbagai jenis media orang tua sudah antri dalam proses verifikasi sejak sebelum subuh sampai malam, bahkan ada sekolah yang menunda sementara proses PPDB akibat tarik ulur dari sistem ini, ada juga kepala daerah maupun anggota DPR yang menggugat langsung konsep zonasi. Kemudian ada yang sudah membuat petisi secara online untuk membatalkan PPDB zonasi. Dan banyak lagi kegaduhan-kegaduhan yang muncul di tengah masyarakat. Seolah-seolah seperti benang yang baru jadi tapi sudah kusut sebelum waktunya, akhirnya muncul miskonsepsi akut di kalangan masyarakat tentang PPDB. Sekarang pertanyaannya benarkah demikian ?.

Baca juga  Pastikan Proses PPDB Berjalan Lancar, Gubernur Al Haris Turun Langsung Memantau

Kalau lah kita memahami sedikit saja maksud dan tujuan program zonasi ini, maka kita bisa mengurai kekusutan PPDB zonasi ini dengan baik, sehingga tidak memunculkan miskonsepsi dimasyarakat. Niat Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dalam menggulirkan program zonasi memiliki itikad yang baik, yaitu pemerataan akses layanan pendidikan. Sudah rahasia umum selama ini terjadi kasta dalam dunia pendidikan. Salah satunya adanya labelisasi sekolah “favorit” sehingga sering terjadi praktek diskriminatif dalam PPDB. Adanya konsep zonasi ini diharapkan labelisasi sekolah favorit perlahan-lahan hilang sehingga sekolah – sekolah yang ada di setiap daerah akan terpacu untuk saling mengunggulkan sesuai karakter budaya daerah masing-masing. Dengan adanya zonasi ini maka semua siswa memiliki hak akses yang sama untuk bersekolah sesuai dengan zona tempat daerah mereka, artinya siswa yang tergolong cerdas, biasa, standar, baik mampu maupun tidak mampu berada di zona yang sama, di sekolah yang sama sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kolaboratif sesuai ciri-ciri pembelajaran abad-21.

Mari kita pahami baik-baik dengan positif. Jika seandainya PPDB tetap dilakukan berdasarkan sistem nilai (misal;USBN/UN) maka sudah diprediksi kualitas pendidikan tetap berjalan ditempat sehingga berdampak pada penataan sekolah, antara lain; 1) jumlah lembaga sekolah tidak akan bertambah, karena akan sulit melihat persebaran calon peserta didik secara merata. 2) Jumlah “labelisasi” sekolah favorit tetap, sehingga sekolah lain sulit untuk berkembang karena inputan siswa dengan mekanisme nilai. 3) Tidak tercapainya pemerataan sarana dan prasarana. 4) kebiasan jual beli bangku tetap berlangsung. 5) Kebiasaan pungutan liar dari titipan-titipan pejabat untuk meletakkan peserta didik di sekolah “favorit” tetap berjalan. Bagi siswa pun demikian, mereka rela menempuh jarak yang lumayan jauh ke sekolah yang diluar zona tempat tinggal mereka, sehingga siswa mau tidak mau dibekali oleh orang tua kendaraan bermotor yang menurut aturan tidak dibenarkan sehingga memunculkan masalah baru, Terjadi penekanan kompetisi yang tidak sehat pada diri siswa tentang masalah nilai UN, padahal UN bukanlah penentu kelulusan, guru kurang termotivasi untuk meningkatkan kompetensi diri. Dan banyak dampak negatif lainnya.

Baca juga  MERDEKA BELAJAR: APAKAH BENAR SUDAH MERDEKA?

Sekarang bagaimana dengan konsep zonasi. Sistem zonasi bertujuan mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah sehingga mereka terlibat sebagai seorang siswa juga sebagai anggota masyarakat sekitar sekolah, dengan adanya zonasi akan memberikan nuansa kelas belajar yang heterogen sehingga mendorong antar siswa untuk berkerjasama, sistem zonasi diharapkan memberikan dampak kepada guru untuk selalu meningkatkan kompetensi, karena zonasi juga diberlakukan untuk guru, bisa saja guru yang mengajar di sekolah “label” favorit dimutasikan ke sekolah yang label “biasa”, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk meningkatkan soft kills dan hardskills kompetensi seorang pendidik. Sistem zonasi secara tidak langsung bisa meminimalisir praktek jual beli kursi, karena sistem zonasi dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Perlu dipahami bahwa dalam pendidikan sebenarnya tidak ada yang namanya lembaga pendidikan “favorit” tapi yang dikenal adalah lembaga pendidikan yang bermutu. Lembaga favorit hanya labelisasi dari masyarakat terhadap suatu sekolah yang sebenarnya tidak bisa dinilai secara objektif, namun lembaga yang bermutu (sekolah bermutu) bisa dijadikan ukuran penilaian yang lebih objektif, hal ini terbukti bahwa banyak siswa-siswi sekolah di sekolah dengan label biasa-biasa saja bisa menghasilkan nilai UN yang lebih baik dari sekolah “favorit”. Sebelum kebijakan zonasi, sekolah yang disebut ‘favorit” selalu mendapatkan inputan siswa yang umumnya memiliki nilai tinggi, oleh karena itu guru di sekolah favorit memberikan pengajaran dengan kompetensi siswa yang awalnya memang sudah tinggi, maka lulusan nya juga menghasilkan nilai yang tinggi, tentu hal ini suatu kewajaran. Sedangkan di sistem zonasi ini diharapkan semua sekolah negeri akan memiliki kesempatan yang sama dalam menerima kompetensi siswa yang heterogen sehingga akan memberikan tantangan yang sama kepada guru untuk mengelola siswa yang beragam menjadi unggul. Kalau lah begini maka sekolah akan dikatakan bermutu dapat dilihat dan dinilai secara objektif dari inputan yang heterogen dengan menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang lebih baik dan berkeadilan.

Baca juga  Respon Dugaan Kasus Pungli dan Titip Siswa, PW KAMMI JABAR Desak Evaluasi Total PPDB 2022
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru