email : [email protected]

25 C
Jambi City
Kamis, Mei 2, 2024
- Advertisement -

Para Ilmuwan Meneliti ANDI, Robot yang Berkeringat untuk Memahami Dampak Panas

Populer

Phoenix, Oerban.com – Bagaimana tubuh manusia merespons sengatan panas dan tindakan apa yang bisa kita ambil untuk melindungi diri di era pemanasan global? Pertanyaan mendesak ini mendorong para ilmuwan dari Arizona untuk menciptakan robot yang memiliki kemampuan mensimulasikan pernapasan, menggigil, dan berkeringat.

Saat ini, ibu kota negara bagian barat daya, Phoenix, sedang menghadapi gelombang panas terpanjang sepanjang sejarah. Suhu udara telah mencapai lebih dari 43 derajat Celcius selama 22 hari berturut-turut, sebuah contoh mengerikan tentang dampak perubahan iklim di dunia.

Sengatan panas semacam itu dapat menjadi ancaman serius bagi manusia, namun fenomena ini masih belum sepenuhnya dipahami. Di tengah situasi ini, robot humanoid bernama ANDI dari Arizona State University menjadi hal yang menarik bagi para ilmuwan, karena memiliki kemampuan untuk merespons panas dengan cara yang menyerupai manusia.

Menurut profesor teknik mesin Konrad Rykaczewski dalam wawancara dengan Agence France-Presse (AFP), ANDI adalah manekin termal luar ruangan pertama di dunia yang dapat diangkut secara rutin untuk mengukur jumlah panas yang diterimanya dari lingkungan.

ANDI dianggap sebagai metode yang sangat realistis untuk melakukan pengukuran eksperimental tentang bagaimana manusia merespons iklim ekstrem, tanpa menghadapkan risiko pada orang yang sebenarnya, demikian dikatakan oleh Rykaczewski.

Saat dilihat sekilas, ANDI yang merupakan singkatan dari Advanced Newton Dynamic Instrument memiliki kemiripan dengan manekin uji tabrakan sederhana.

Namun, di balik lapisan kulit serat epoksi/karbonnya, tersimpan teknologi canggih seperti jaringan sensor terhubung yang dapat memantau sebaran panas di seluruh tubuh.

ANDI juga dilengkapi dengan sistem pendingin internal dan pori-pori yang memungkinkan bernapas dan berkeringat. Robot ini memiliki 35 zona termal independen, dan mirip dengan manusia, dia mengeluarkan keringat dari punggungnya.

Baca juga  Merakit Asa

Hanya ada sekitar selusin manekin semacam ini yang ada hingga saat ini, dan tidak satupun dari mereka memiliki kemampuan untuk beroperasi di luar ruangan. Biaya pembuatan ANDI sendiri mencapai lebih dari setengah juta dolar.

Manekin termal ini utamanya digunakan oleh produsen peralatan olahraga untuk menguji pakaian teknis dalam ruang termal.

Robot ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hipertermia, kondisi di mana tubuh mengalami peningkatan suhu berlebihan, yang menjadi ancaman bagi sebagian besar populasi dunia akibat pemanasan global.

Untuk alasan etika yang jelas, “tidak mungkin untuk mengukur kenaikan suhu inti ketika seseorang mengalami sengatan panas,” seperti yang diungkapkan oleh Rykaczewski. Namun, efek panas pada tubuh manusia masih belum sepenuhnya dipahami. Dengan hadirnya ANDI, para peneliti mendapatkan kesempatan untuk lebih memahami fenomena ini.

Ditemani oleh MaRTy (Mean Radiant Temperature), sebuah stasiun cuaca bergerak yang mengukur panas yang dipantulkan oleh bangunan sekitarnya, robot ini melangkah keluar untuk pertama kalinya di Phoenix – sebuah laboratorium ideal untuk memahami iklim masa depan.

Rykaczewski menyatakan, “Bagaimana cara kita mengadaptasi pakaian dan perilaku kita dengan perubahan suhu ekstrim seperti ini?”

Andi memiliki kemampuan untuk diubah dan diprogram ulang tanpa batas. Para peneliti dapat menciptakan “manekin kembar digital” yang mewakili berbagai segmen populasi, sesuai dengan penjelasan Jennifer Vanos, ahli klimatologi yang terlibat dalam proyek tersebut.

Misalnya, dengan bertambahnya usia, seseorang cenderung kurang berkeringat. Pemuda memerlukan perlindungan berbeda dari atlet atau orang dengan masalah kesehatan. Melalui ANDI, para ilmuwan dapat mensimulasikan mekanisme termoregulasi yang khusus dan sesuai untuk setiap individu.

Sebuah laboratorium uji untuk eksplorasi masa depan, tempat robot dapat diujikan dalam berbagai situasi yang berbeda. Misalnya, mereka tidak hanya menguji robot di Phoenix yang kering, tetapi juga di lingkungan dengan panas lembab atau saat terkena angin panas. Penelitian mereka bertujuan untuk merancang pakaian tahan panas, memperbarui perencanaan kota, serta melindungi populasi yang paling rentan.

Baca juga  Setelah Hampir Setengah Abad, Rusia Akhirnya Kembali Luncurkan Misi ke Bulan

Temuan dari penelitian ini dapat sangat berarti dalam menciptakan pakaian yang dapat melindungi dari panas, merancang tata kota yang lebih adaptif terhadap suhu ekstrem, dan melindungi mereka yang rentan terhadap efek panas berlebih. Misalnya, di Phoenix, yang membuka banyak pusat pendingin untuk tunawisma setiap musim panas, temuan dari penelitian ini dapat membantu pekerja sosial dalam menentukan berapa lama seseorang perlu tinggal di pusat pendingin agar suhu tubuhnya kembali ke tingkat yang aman.

Tim peneliti juga berharap untuk mengembangkan sensor berbiaya rendah yang bisa digunakan di lokasi pembangunan. Dengan bantuan sensor ini, jam kerja di lokasi dapat disesuaikan dengan suhu aktual yang dirasakan di wilayah tersebut serta mempertimbangkan kesehatan para pekerja, bukan hanya berdasarkan kondisi cuaca umum.

Rykaczewski menyatakan bahwa langkah seperti ini merupakan upaya menuju tingkat keamanan yang lebih tinggi daripada sekadar memberikan rekomendasi umum per kota, per negara bagian, atau per negara.

Solusi-solusi yang sangat spesifik seperti itu dapat memiliki dampak global yang mampu mengubah seluruh kota.

“Jika kita dapat memahami bagaimana mendesain bangunan di Paris agar siap menghadapi kondisi seperti yang terjadi di Phoenix saat ini, akan banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik,” kata Rykaczewski.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru