email : [email protected]

30 C
Jambi City
Jumat, Maret 29, 2024
- Advertisement -

PERJUANGAN RAYKAT KUALA TUNGKAL DALAM MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA TAHUN 1945-1949

Populer

Kuala Tungkal, Oerban.com – Pada tanggal 28 Desember 1945, Belanda mulai memasuki kembali wilayah Jambi dengan tiga buah kapal perangnya. Pada jam 14.00 siang ketiga kapal perang itu yakni,no.237V,239V dan 258V merapat dipelabuhan Jambi. Koman dan TKR Jambi letnan I M. Taher, melaporkan kepada komandan markas besar TKR Jambi, kolonel Abunjani, bahwa kapal perang itu mengangkut tentara bala tentara Belanda. Akan tetapi, pada saat itu kedatangan kembali Belanda ke wilayah Jambi tidak membawa akibat yang menimbulkan insiden ataupun kontak senjata baik dengan rakyat ataupun tentara kita di berbagai wilayah Jambi termasuk KualaTungkal.

Pada tanggal 21 Januari 1949 tepat pada pukul 11.30, beberapa kapal tentara Belanda berhasil dapat masuk dan menduduki Kuala Tungkal, kemudian menyerang dengan melepaskan tembakan berupa meriam maupun mortir. Setelah melancarkan serangan dan tembakan yang membabi buta dari kapal perang ke darat, pada saat itu rakyat Kuala Tungkal yang beragama Muslim sedang bersiap-siap sedang akan melaksanakan sholat Jum’at (yakni pada tanggal 21 Januari 1949) di 2 buah mesjid yang ada pada waktu itu Mesjid Raya sekarang berada di wilayah Tungkal Ulu dan mesjid Agung yang ada di wilayah Tungkal Ilir. Serangan tetara Belanda tepat mengenai kubah mesjid (menara mesjid agung) sehingga bulan bintangnya jatuh berkeping-keping dan masyarakat berlarian menyelamatkan diri sampai ke luar, yang akibatnya juga shalat Jum’at tidak jadi dilaksanakan. Para penduduk pun membawa apa saja yang dapat dibawa untuk bekal dan evakuasi.Penduduk mengungsi dalam kondisi terdesak, masing-masing bersama keluarganya.
Front Rimba membentuk barisan yang diberi nama ”Barisan Selempang Merah”. Tujuan dari mendirikan Barisan/Laskar Selempang Merah ini adalah untuk menggempur Belanda yang menduduki Kuala Tungkal. Oleh sebab itu, harus dipilih siapa yang akan memimpin Barisan Selempang Merah, terutama waktu menyerbu/menyerang kedudukan Belanda. Maka terpilihlah Abdul Samad yang disebut kemudian dengan istilah ”Panglima” (lebih populer dengan sebutan ”Panglima Adul”). Disepakati pulabila Selempang Merah menyerang Belanda harus bersama dengan TNI dan taktik berada dibawah komando TNI. Pasukan pejuang ini terkenal dengan julukan Barisan Selempang Merah (BSM).
Pada Tanggal 28 Januari 1949,satu regu pasukan TNI yang dipimpin oleh Letda A. Fatah Laside bergerak dari desa Pembengis menuju Pusat Kuala Tungkal, akhirnya juga terjadi pertempuran dengan Belanda sekitar 1 jam. Beberapa anggota Belanda menjadi korban, sedangkan pasukan TNI seluruhnya kembali kepembengis dengan selamat.
Pada Tanggal 13 Februari 1949 Barisan Selempang Merah bersama pasukan TNI mengadakan serangan bersama dengan kekuatan 115orang, Barisan Selempang Merah dengan persenjataannya menggunakan Parang, badik dan senjata tradisional lainnya berangkat dari Parit Selamat menuju Pusat KualaTungkal. Setelah semua persiapan selesai dilakukan, termasuk ajaran/amalan Selempang Merah dibawah pimpinan H. Saman, maka pada tanggal 23 Februari 1949, sejumlah 441 orang yang terdiri dari anggota Barisan Selempang Merah, TNI, Kepolisian, Pegawai Sipil, vPamong Desa, dan Alim Ulama menyerang kedudukan Belanda diKuala Tungkal. Serangan ini merupakan yang paling Besar jumlah dan pasukannya dan yang terbaik persiapannya dibandingkan dengan serangan-serangan yang dilakukan sebelumnya.

Baca juga  Sejarah Ratu Kalinyamat Harus segera Diluruskan

Dilain pihak pada tanggal 16 Maret 1949, Panglima Camak, pimpinan Pasukan selempang merah dari Sungai Undan, memimpin pasukan sebanyak 250 orang pasukan Selempang Merah menyerbu Kuala Tungkal. Turut serta dalam penyerbuaan ini 25 pasukan TNI yang dipimpin oleh sersan mayor Kadet Mardhan AR. Pasukan diberangkatkan dari mesjid tua Pembengis. Dalam penyerangn ini Panglima Camak, bersama pasukannya menyerbu Belanda yang berada didalam Kamp ,sementara pasukan TNI terus melepaskan tembakan untuk melindungi mereka, karena kekuatan senjata yang tidak seimbang, dimana pasukan Selempang Merah hanya menggunakan senjata tajam seperti parang, pedang keris,badik tombak,dan semacamnya,sedangkan Belanda menggunakan senjata modern otomatis seperti senapan mesian dan lain-lain, pasukan Selempang Merah mengundurkan diri kembali ke Pembengis. Dalam pertempuran tersebut Panglima Camak bersama 80 orang anggota pasukannya gugur.
Penyelesaian dan akhir dari agresi militer di tandai dengan adanya perundingan Mengenai penyerahan kedaulatan, maka untuk Kewedanaan Kuala Tungkal, dilakukanlah Penyerahan Kedaulatan yang langsung diserahkan oleh pihak Belanda yang dilakukan oleh Pemerintah TBA (Territorium Bestuur adviser) Wedana Ishak kepada Pemerintah RI Wedana Nurdin dari pihak RI yang dilaksanakan padahari Kamis tanggal 15 Desember 1949 (bertepatan dengan 24 Shafar 1369) di desa Parit Deli yang disaksikan oleh KTN, dengan menaikkan bendera merah putih.

 

Penulis: Aulia Andini

Editor: Renilda PY

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru