Malam itu juga, dua pangeran dan bidadari menesehatiku, dengan ceguknya karena menangis saatku mendengarkan untaian mutiara permata, dan hatiku pun belum saja luluh. Begitu keras hatiku, saat tidak menerima yang diberi. Begitu sombongnya aku saat hadiah itu berharga, begitu kejamnya aku, kalau aku tidak terimanya.
Menung ku menjadi-jadi, itulah keseharianku dipojok jendela, melihat pemandangan diluar yang begitu indah. Tapi tidak saat ini, mengintai kupu-kupu hinggap dibunga, angin membawanya. Dan anak kecil barlari kesana kemari itu membuatku muak. Bahkan aku sangat terpukul, disaat aku telah yakin dengan kokoh. Jlebbb tidak sesuai yang kuminta.
Begitu egonya aku
Begitu tidak bersyukurnya aku.
Keesokannya, dengan memandamkan hati yang bercampur bara api, begitu disiram hatiku perlahan menjadi normal. Dengan buku yang sangat membuatku Takjub sampai-sampai aku rela begadang dengan judulnya yang menusuk dibatinku yaitu “God I miss you”.
Setengah demi setengah jalan pikiranku terbuka, dikit demi sedikit hatikupun mulai berjalan dan langkahan pertama akan Tersegera.
