email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

RUU TPKS Resmi Disahkan, Menteri PPPA Apresiasi Komitmen dan Dukungan Semua Pihak

Populer

Jakarta, Oerban.com – Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (12/4/2022), di Jakarta.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pun menyampaikan apresiasi atas komitmen, sinergi, dan kolaborasi yang baik antara DPR RI, pemerintah, dan dukungan penuh dari masyarakat.

‘“Apresiasi yang sebesar-besarnya atas sinergi, kolaborasi, dan komitmen yang baik dari pemerintah dan DPR RI, dan pendampingan yang luar biasa dari teman-teman masyarakat sipil. Akhirnya setelah penantian yang sangat panjang, hari ini RUU TPKS bisa kita sahkan,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kementrian PPPA.

Bintang menyampaikan, hadirnya UU ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban serta melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.

“Inilah semangat dan roh perjuangan kita bersama, antara DPR RI, pemerintah, dan masyarakat sipil, yang perlu terus kita ingat agar Undang-Undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” ujarnya.

Menteri PPPA mengungkapkan, pemerintah telah melakukan rapat-rapat kerja secara intensif sejak akhir Januari hingga 11 Februari 2022 yang dikoordinasikan oleh Menteri PPPA sebagai leading sector, bersama dengan Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), selaku wakil pemerintah, baik bersama-sama maupun sendiri, dalam pembahasan RUU TPKS dengan DPR RI.

Penyusunan pandangan pemerintah dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), imbuhnya, juga melibatkan kementerian/lembaga yang bidang tugasnya berkaitan dengan substansi yang diatur dalam RUU TPKS.

Baca juga  Sampaikan Aspirasi, Legislator Dapil Papua Barat: Segera Sahkan RUU Papua Barat Daya

“Pembahasan RUU TPKS oleh Panitia Kerja Pemerintah dan Panitia Kerja DPR RI dimulai sejak 24 Maret hingga 6 April 2022. Dalam pembahasan yang berlangsung konstruktif, pemerintah maupun DPR RI telah berupaya secara optimal menyusun Undang-Undang yang komprehensif, tidak multitafsir, dan tidak tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya,” jelas Bintang.

Pada 6 April, lanjut Bintang, Naskah RUU TPKS ditandatangani oleh Fraksi-Fraksi di DPR RI dan pemerintah untuk kemudian diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI untuk disahkan.

Bintang memaparkan, terdapat sejumlah terobosan yang ada dalam RUU TPKS. Pertama, pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, pengaturan hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.

Ketiga, pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan, sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban. Keempat, perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

Pasca pengesahan UU ini, lanjut Bintang, pihaknya akan melakukan sosialisasi serta koordinasi dengan K/L terkait dan juga pemerintah daerah (pemda) agar aturan ini betul-betul implementatif, untuk kepentingan yang terbaik bagi korban.

“Bicara soal implementatif, maka kita berbicara bagaimana nantinya kita dapat mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, baik itu peraturan presiden maupun Peraturan Pemerintah,” imbuhnya.

Dalam RUU TPKS, perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban. Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.

Baca juga  Kasus Positif Covid-19 Tembus Tiga Juta, Aleg PKS Minta Pemerintah Kendalikan

Senada dengan Menteri PPPA, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengatakan, RUU TPKS berpihak dan berperspektif pada korban. Hadirnya RUU ini juga memberikan aparat penegak hukum payung hukum, yang selama ini belum ada, terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual.

RUU TPKS juga merupakan wujud kehadiran negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini disebut sebagai fenomena gunung es. Negara hadir dalam bentuk dana kompensasi, juga dalam bentuk victim trust fund atau dana bantuan korban.

Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, serta wujud kemajuan bangsa Indonesia.

“Undang-Undang TPKS adalah hasil kerja sama sekaligus komitmen bersama kita untuk menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada tempat untuk kekerasan seksual. Kami berharap implementasi dari undang-undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia,” tutur Puan.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru