Oleh : Hendri Yandri *
Penemuan kapal tak berawak Unmanned Underwater Vehicle (UUV) oleh nelayan di daerah Desa Majapahit Selayar baru-baru ini membuat banyak kalangan khawatir jika kapal tersebut digunakan untuk mata-mata. Apalagi sejak setahun terakhir, ketegangan di Laut China Selatan diprediksi akan menimbulkan gesekan fisik dua kekuatan besar yakni Amerika Serikat dan China.
Pihak Angkatan Laut melalui Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono telah memberikan keterangan pers terkait temuan ini. KSAL menyebut benda itu adalah “seaglider” yang terbuat dari aluminium dengan dua sayap dan propeller serta antena belakang dan terdapat instrumen mirip kamera di badan seaglider itu.
KSAL menjelaskan lebih lanjut bahwa badan terbuat dari aluminium dengan dua sayap 50 cm, panjang bodi 225 cm, propeller 18 cm di bawah, panjang antena yang belakang 93 cm. Kemudian terdapat instrumen mirip kamera terletak di bodi, ini yang di atas sini. Tidak ditemukan ciri-ciri perusahaan negara pembuat. KSAL memberi gambaran soal seaglider bahwa alat ini biasa digunakan untuk keperluan survei dan data oseanografi, selain itu juga digunakan untuk industri maupun digunakan untuk pertahanan.
Terlepas dari temuan yang ada, fakta ketegangan dikawasan Laut China Selatan telah membuat kekhawatiran bagi Indonesia karena akan menjadi residu ketagangan itu, apalagi kondisi Indonesia yang terbuka, baik dari geografisnya ataupun dari geopolitiknya.
Asumsi ketegangan diperkuat oleh fakta lapangan, dimana AS mengirimkan lebih banyak armada tempurnya dinegara under kontrolnya, seperti pangkalan di Jepang, Korea Selatan bahkan Taiwan. Sementara China berkali-kali melakukan manuver di wilayah dekat Taiwan yang diklaim sebagai bagian dari daratan China.
Ketegangan ini tidak hanya melibatkan negara tersebut, tapi juga beberapa negara ASEAN yang wilayah lautnya bersentuhan langsung dengan Laut China Selatan, seperti Vietnam, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Wilayah yang disengketakan itu disinyalir memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, seperti gas alam dan minyak bumi.
Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504, laut adalah penopang hidup bangsa Indonesiadi dunia, yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Satu garis pantai yang sangat panjang, strategis disatu sisi dan rentan disisi yang lain. Strategis karena menjadi lalu lintas perdagangan antar bangsa yang dapat dimaksimalkan untuk fasilitasi perdagangan, berupa terminal barang dan bahan-bahan dagangan, tempat transaksi berbagai komoditas dan tentunya destinasi wisatawan untuk menikmati keindahan pantai Indonesia. Posisi strategis ini juga rentan, karena terbuka untuk dimasuki oleh kapal-kapal asing yang akan melakukan penyeludupan berbagai barang, baik dari Indonesia ataupun yang akan masuk ke Indonesia.
Luas wilayah ini memerlukan perlindungan yang kuat, dan penggunaan drone adalah pilihan yang tepat untuk menjaga garis pantai dari ancaman. Kecanggihan drone dalam industri Artifial Inteligent bisa dipastikan akan menjadikan setiap jengkal wilayah Indonensia dapat diawasi setiap saat. Apalagi penemuan drone oleh industri dibeberapa negara telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan. Amerika, China, Rusia, dan Turki adalah prototipe negara yang berhasil mengembangkan industri pesawat atau kapal nir awak ini. Kecanggihan industri drone telah melampaui kecanggihan pesawat super sonic itu sendiri, sebab minim resiko kehilangan nyawa manusia yang mengoperasikannya. Sementara pesawat atau kapal perang apabila jatuh atau tenggelam pasti menimbulkan korban jiwa.
Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi memang telah memberikan sinyal atas arahan presiden Jokowi untuk mempercepat produksi massal pesawat udara nirawak (PUNA/ UAV). Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menyebut produksi drone UAV ini bakal dilakukan pada 2022. Bambang menyebut percepatan produksi ini membuat dana yang dibutuhkan meningkat. Semula dana yang dibutuhkan hanya Rp800 miliar, tapi kini naik jadi Rp1,1 triliun. Ia bahkan menyebutkan kalau drone akan menjadi salah satu produk unggulan yang akan menjadi prioritas pemerintah.
Temuan drone atau seaglider oleh nelayan di Kabupaten Selayar itu adalah alarm, jika pihak luar tengah melakukan aktivitas ilegal dalam wilayah laut Indonesia, dan bukan tidak mungkin ini hanyalah satu fakta yang berhasil diungkap dari sekian banyak aktivitas ilegal lainnya dalam wilayah kedaulatan Indonesia.
Pemerintah dan masyarakat, terutama pihak TNI mesti menguatkan alarm pertahanannya untuk mendeteksi sedini mungkin sekecil apapun ancaman yang mungkin terjadi, dengan kerjasama dan semangat gotong royong, Indonesia akan semakin kuat.
Penulis CEO Oerbanesia Cyber Media