Oleh : Aditya Sanjaya
Perbedaan pandangan dalam menyikapi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 tahun 2019 tentang Ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan oleh DPR RI seolah memberikan gambaran bahwa kapasitas anggota dewan masih berkutat dalam hal persoalan kulit, dan belum menyentuh pada substansi dalam hal ekspor dan impor hewan dan produk hewan.
Secara Filosofis Beleid ini dikeluarkan dengan tujuan mempermudah Pemerintah dalam melakukan ekspor Impor Hewan dan produk hewan, bukan dalam hal membahas persoalan halal. Menjadi persoalan serius ketika dewan tidak membahas soal defisit neraca perdagangan Republik yang erat kaitannya dengan ekspor dan Impor, ditengah ketidakfokusan Pemerintah dalam mewujudkan Negara yang swasembada daging.
Disisi lain, persoalan Halal sudah diatur dalam berbagai produk hukum seperti Undang-Undang 33 Tahun 2014, Peraturan pemerintah Nomor 69 Tahun 1999, Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2012 dan Permentan 42 Tahun 2019, artinya akan terjadi penumpukan Peraturan yang mengatur tentang hal sama. Akibat logis lainya dari penumpukan aturan tersebut adalah semakin panjangnya rantai perizinan dalam persoalan halal yang berpotensi menimbulkan tindak Pidana Korupsi.
Kasus suap Impor daging sapi yang melibatkan Ketua Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaq, adalah bukti bahwa Impor daging adalah salah satu cara dari segelintir kalangan untuk mengumpulkan Pundi kekayaan dengan memanfaakan kebijakan pemerintah yang memang dirancang sejak awal agar dapat menguntungkan kalangan tertentu, seharusnya hal semacam ini yang harus dikritisi.
Pada akhirnya masyarakat yang akan menilai siapa yang murni perjuangkan kepentingan umat, dan siapa yang hanya menggunakan isu keumatan untuk kepentingan politik sesaat.