Oleh : Muthia Arrahmah
Matahari mengikuti jejak setapakku, rintihan keringat mengguyur diseluruh tubuhku, sakit kepala mulai terasa dengan pelannya, sahabatku tolong aku.
Panas menggiringku ditengah jalanan trotoar, udara membisingku dipenjuru debu yang membuat aku terbatuk-batuk ditengah jalan, dan haus memanasiku keringnya tenggorokan yang susah lagi untuk bernafas. Sesakan dada ikut menyeru, jerit gemetaran tubuhku tak terbendung lagi, kakiku tak lagi bisa kudayung, aku hanya merasa kesakitan sambil melangkah kecil-kecil untuk menginjak stapak yang dibumbuhi kerikil batu dan tanah.
Hujan.. “aku ingin hujan” keluarlah engkau hujan.. teriakanku pelan dengan mata yang sayu
Air mata dipipi keluar dengan seksama, tidak lupa berdzikir kepadanya .“hasbunallah wanii’a mal wakill” hasutan bathinku terlentang dihati dan terdengar dipikiran ditangkis oleh jiwa. Aku lupa, dengan prinsip hidupku“hasbunallah wanii’a mal wakil” sebaik-baiknya penolongnya adalah ALLAH SWT. ketepian jalan aku beristirahat seketika dengan penat yang sangat melelahkan rasa tubuhku, daya tahanku menurun sekakan-akan seperti jantung berdebar-debar dag dig dug (naik-turun). Aku percaya Allah pasti membantu hambanya, ketika hambanya percaya kepada Allah SWT.
10 menit kemudian Muti…. wanita shalihah yang selalu senantiasa membantuku memanggilku menoleh kekanan dan menghampiriku dengan motor yang ia kendara’i. Tersentuhnya aku digenggaman buku yang kubawa, legahnya hati ketika Allah menjawab dan mengijabahkan Do’aku. Alhamdulillah aisyah, Allah telah menjawab do’aku, syukur kamu disini datang dan mampir kepadaku,(dengan raut muka yang terasa nikmatnya ditambah bibir kering dan haus mengundang dinginnya) iya muti, syukur kamu disini, tadi aku mencarimu dikampus, tapi kamu tidak ada.. tapi, alhamdulillah aku sudah menemuimu. Maafkan aku yang terlambat datang menjemputmu (dengan melihat kondisi daya tahan tubuhku menurun,seakan-akan batin asiyah pun tahu kalau muti sangat capek dan belum makan seharian plus kehausan).
Akhirnya penatku terasa hilang, seketika aisyah sudah membocingiku dari belakang, seketika mampir dirumah makan, melihat kondisi uangku tak cukup lagi beli nasi, yang kulihat recehan seratus rupiah sebanyak 4 logam yang artinya empat ratus. Akupun membisik didalam hati, yaAllah.. duitku cuman segini bagaimana aku membeli nasi bungkus dan sebotol air yaAllah..
Lagi-lagi Allah menjawab pertanya’anku. Muti mau lauknya apa? aisyah yang bayarin, aisyah tahu kok muti.. gapapa kok sambil tersenyum.. alhamdulillah rasa syukur dan nikmatku berlimpah limpah taklupa aisyah membeli ku air minum dingin yang menyejukan dahaga dikerongkonganku, kembali dengan sempurna.. bibir yang tadinya pucat dan kering menjadi merah dan stabil. Dengan lahapnya aku makan nasi bungkus dari pemberian aisyah itu. Didalam hati ku berdo’a “semoga Allah membalas kebaikanmu” wahai sahabat Jannahku.
“terjebak dalam keraguan membuat kita mudah terpuruk dalam kesalahan, keyakinan yang menipis membuat kita lari pincang, akhirnya kita jatuh bukan ditangan musuh, kita terjatuh diatas kesalahan kita” ungkap seorang mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi.
Secuil masalah saja, Allah mau membantu kita, apalagi yang besar.. terus meminta kepada Allah, hanya kepadanya..
- Advertisement -
"SIANG BOLONG"
- Advertisement -