Oleh: Nabila Lutfi Rahmadani*
Oerban.com – Pada zaman yang semakin berkembang, dunia memasuki pada zaman era society 5.0 yang di mana manusia hidup berdampingan dengan teknologi yang canggih ini. Perkembangan teknologi yang telah canggih ini menjadikan manusia selalu sadar dengan pembaharuan yang baru yang selalu berkembang dan berlangsung.
Pada bidang proses pemberian layanan dan konseling juga mengalami perkembangan yang mengikuti pada zaman sekarang. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada dan canggih ini seperti Zoom, Google Meet, WhatsApp dan sebagainya menggunakan pelayanan yang dilakukan untuk menyesuaikan pada keadaan yaitu secara daring dengan internet atau bisa disebut dengan layanan cybercounseling.
Adanya layanan cybercounseling ini membuat para konselor untuk menguasai layanan cybercounseling secara lebih baik. Para konselor dituntut untuk bisa memberikan layanan bimbingan dan konseling dengan cara yang baru, kreatif dan inovatif. Dalam hal ini para konselor diharapkan untuk bisa mengembangkan pikiran kreatif dan inovatifnya lebih dalam lagi dalam bidang informasi dan teknologi agar konseli bisa memahami bagaimana perkembangan teknologi di zaman sekarang.
Cyber atau online dapat diartikan sebagai komputer atau perangkat yang terhubung ke jaringan seperti internet dan siap untuk digunakan atau digunakan oleh komputer. Cybercounseling yaitu sebagai praktik konseling yang professional dan memanfaatkan media elektronik atau internet untuk berkomunikasi antara konselor dengan konseli.
Baca juga: Mengoptimalkan Pengorganisasian Manajemen Bimbingan dan Konseling: Menuju Layanan yang Lebih Efektif
Cybercounseling adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri dengan menggunakan media internet. Cybercounseling ini tidak hanya digunakan untuk sebagai layanan konseling individu tetapi juga bisa digunakan saat melakukan layanan bimbingan dan konseling lainnya.
Dengan menggunakan cybercounseling seorang konselor bisa meningkatkan keterampilannya dalam menggunakan teknologi dan komunikasi dan bisa berdampak pada kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Keunggulan pada cybercounseling ini adalah dengan menggunakan teknologi yang canggih ini, konseli bisa mengakses layanan bimbingan dan konseling tanpa harus datang ke ruang konseling.
Di era society ini kita harus siap menghadapi tantangan yang ada di dalamnya, tantangan pelaksanaan cybercounseling yaitu pertama ada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi agar tidak tergantikan dengan AI. AI adalah sebuah program komputer yang berfungsi untuk dapat melakukan proses berfikir dan bisa bertindak seperti manusia. Konselor yang memiliki peran untuk membimbing konseli dengan berbagai layanan dan membutuhkan tindak lanjut tertentu agar tidak tergantikan dengan teknologi.
Kedua, yaitu perubahan di bidang sosial dan budaya. Melihat tantangan tersebut, konselor harus mampu melihat dan menyelesaikan suatu permasalahan konseli dari kelebihannya dan latar belakang budaya sosial yang beragam. Dengan kemajuan teknologi ini dapat memunculkan perilaku negatif yang berhubungan melebihi manfaat dari teknologi sendiri dan terkait dengan pola hidup manusia dalam sosial budaya. Maka dari itu konselor membutuhkan wadah agar dapat menemukan suatu hal yang baru dengan pembaruan teknologi yaitu layanan cybercounseling.
Ketiga, yaitu menemukan sesuatu yang baru yaitu menerapkan cybercounseling agar konselor bisa menyesuaikan kebutuhan konseli dan menyesuaikan perubahan era society 5.0 ini. Konselor telah melakukan analisis yang mendukung baik dan mulai mengurangi gaya perilaku yang negatif dari gaya konselor yang sudah lama menjadi konselor yang menerima teknologi berupa munculnya sistem cybercounseling. Tingkat kepuasan konseli dalam melakukan konseling online lebih tinggi dibandingkan konseling tatap muka. Cybercounseling ini mudah di terapkan dengan mempertimbangkan kode etik yang umumnya digunakan dalam proses konseling, menjelaskan metode apa yang digunakan dan konseling akan disimpan secara aman.
Bentuk-bentuk layanan cybercounseling yang bisa menjadi pilihan untuk melakukan layanan cybercounseling yaitu Email. Email adalah alat komunikasi berupa teks yang dapat dilakukan melalui smartphone dan komputer. Terdapat beberapa kekuatan dan kelemahan pada email yaitu kekuatannya berupa kontak konseling dapat dicatat secara permanen yang bisa memudahkan konseli maupun konselor, merumuskan permasalahan dengan mengetik yaitu cara yang efektif, dengan mengetik bisa lebih mudah memahami masalahnya dan konseli bisa mengirimkan email secara langsung tanpa menunggu sesi konseling selanjutnya.
Kelemahannya yaitu konselor dan konseli mengalami kesulitan mengenai belum lancarnya dalam teknologi, keseriusan konseli tidak bisa terlihat dengan pasti, informasi yang diberikan menjadi terbatas dan bisa menjadi kesalahpahaman mengenai teks yang dikirimkan. Kedua, yaitu eebsite resmi. Selain menggunakan email untuk melakukan layanan bimbingan dan konseling secara daring dapat menggunakan website.
Website adalah sekumpulan informasi yang terdiri dari halaman web yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain dan disediakan secara perorangan, kelompok atau organisasi. Membuat website dengan model yang mempunyai room chat untuk konseli yang langsung menghubungkan kepada konselor agar bisa menceritakan permasalahannya tanpa nama pribadi. Hal ini bisa meningkatkan rasa keterbukaan dan kesukarelaan pada diri konseli untuk menceritakan permasalahan yang sedang dialaminya.
Ketiga, yaitu Video Call dan Voice Call. Panggilan suara atau video bisa dilakukan dengan aplikasi zoom, Google Meet dan WhatsApp. Terdapat kelebihan dan kekurangan jika menggunakan panggilan video atau suara dalam pelaksanaan layanan cybercounseling yaitu kelebihannya konseli tetap merasa didengarkan walaupun proses pelaksanaanya dilakukan dengan jarak jauh, hubungan kepercayaan antara konseli dan konselor bisa terbangun dan konselor bisa memahami emosional yang terjadi pada diri konseli karena jika menggunakan panggilan video akan lebih membantu untuk melihat ekspresi wajah konseli meskipun tidak maksimal.
Kekurangannya pada panggilan video atau suara adalah kelancaran pada video dan suara sangat dipengaruhi oleh jaringan internet dari konselor atau dari konseli dan jika terdapat kegiatan di sekitar konselor atau konseli yang memberikan suara keras bisa menganggu proses layanan konseling.
Cybercounseling sangat bermanfaat mulai mudahnya proses pelaksanaan konseling, meningkatkan rasa keterbukaan diri dan konseli merasa aman dan nyaman ketika pelaksanaan konselingnya secara online tidak tatap muka dan bisa meluapkan emosinya tanpa menunggu waktu yang lama untuk dapat melakukan konseling.
Layanan cybercounseling ini tidak menggantikan konseling yang dilaksanakan secara tatap muka langsung tetapi dengan adanya layanan yang dilaksanakan secara online bisa untuk melengkapi proses layanan konseling dengan memanfaatkan media elektronik yang telah berkembang pesat saat ini.
Cybercounseling sendiri bisa menguntungkan beberapa pihak selain dari konselor dan konseli. Kegiatan daring ini bisa memberikan manfaat untuk para pembuat aplikasi atau media yang dapat menjadi perantara terhubungnya konselor dengan konseli dalam proses pemberian konseling dan bisa memberikan kesempatan kepada konseli untuk menyampaikan maksudnya secara transparan tanpa takut adanya kebocoran privasi yang mereka sampaikan kepada konselor.
Referensi:
Putri, Maharani, 2023, Pemanfaatan Cybercounseling pada Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Orien: Cakrawala Ilmiah Mahasiswa, Vol. 2, No. 3
Mayasari, Ayu Siska Tri, 2022, Cybercounseling sebagai Layanan Bimbingan dan Konseling di Masa Pandemi, Indonesian Journal of Guidance and Counseling Theory and Application, Vol. 11, No. 2
Devi, Linda Meiliasa, dkk, 2022, Cybercounseling: Sebuah Layanan Konseling di Tengah Pandemi COVID-19, Proceeding of International Conference and Islamic Guidance and Counseling, Vol, 2
Ayuni, Ballqiss, dkk, 2021, Cybercounseling sebagai Inovasi Konselor Menghadapi Tantangan Disrupsi pada Era Society 5.0, Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman, Vol.7, No. 2
*penulis merupakan mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.