Jakarta, Oerban.com – Anggota Fraksi PKS DPR RI, Hermanto, menanggapi terkait pencapaian kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) tahun 2020 – 2021 yang dinilai tidak sesuai atas apa yang sudah dijanjikan.
Anggota Banggar DPR RI itu melanjuti, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan pada Rapat Paripurna beberapa waktu lalu, bahwa APBN tengah berada di situasi berat karena covid-19 sehingga capaian pertumbuhan ekonomi dan realisasi anggaran tidak sesuai target.
“Setidaknya ada empat kali Menteri Keuangan menyebutkan kondisi ekonomi Indonesia diliputi ketidakpastian yaitu saat menyinggung KEM-PPKF tahun 2022, kondisi ekonomi global, ketidakpastian harga komoditas dan risiko ketidakpastian pemulihan ekonomi,” ujar Hermanto seperti dilansir website Fraksi PKS, Sabtu (29/5/2021).
Politisi PKS ini menuturkan, dengan situasi yang berat seperti itu, tentu dapat diprediksi trajektori ekonomi Indonesia tahun 2022 akan menempuh situasi sulit.
“Nampaknya pemerintah perlu realistis dalam menyusun kerangka ekonomi makro untuk tahun 2022. Mengingat capaian pertumbuhan ekonomi 2020 mengalami kontraksi 2,1 persen tidak sesuai target sebesar 5,3 persen, Indonesia mengalami kerugian kurang lebih 1.356 triliun rupiah, pendapatan negara menurun minus 16,0 persen dan defisit APBN mencapai 6,1 PDB persen jauh membesar dari target 1,76 persen PDB,” tuturnya.
Sementara itu, Hermanto juga melihat kondisi ekonomi tahun 2021 tidak sebaik yang diharapkan. Hal itu ditujukan pada kuartal I 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 0,74 persen, defisit APBN mencapai Rp138,1 triliun atau setara 0,83 persen dari PDB dan Realisasinya bengkak 85,5 persen dari Rp74,4 triliun pada April 2020.
“Pemerintah harus kerja keras, kreatif dan inovatif untuk menggenjot pendapatan, efisiensi dalam pembelanjaan, alokasi anggaran untuk mendorong lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, memperkuat bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak covid-19, ketersediaan pangan, infrastruktur pertanian, pemulihan ekonomi sektor riil dan menekan inflasi,” ujarnya.
Pemerintah harus lebih ketat melakukan pemulihan ekonomi karena dampak covid-19. APBN berdasarkan UU No. 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan penanganan covid-19, hanya menyisakan kesempatan akhir untuk APBN 2022.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini